Mencari di mana Persisnya Rumah Alfred Russel Wallace di Ternate

Tim Intisari

Editor

Alfred Russel Wallace menghabiskan waktu sekitar empat tahun di Ternate untuk menyusun pengamatannya (Wikipedia Commons)
Alfred Russel Wallace menghabiskan waktu sekitar empat tahun di Ternate untuk menyusun pengamatannya (Wikipedia Commons)

Alfred Russel Wallace, naturalis legendaris yang menginspirasi Charles Darwin, menghabiskan sekitar empat tahunan di Ternate untuk penelitian. Sayang, jejaknya hilang nyaris tak berbekas!

Penulis:Muhammad Sulhi dan Munasri - peneliti di Puslit Geoteknologi LIPI (sekarang BRIN) Bandung untuk Majalah Intisari edisi Januari 2009 dengan judul "Alfred Russel Wallace Akhirnya Menetap di Ternate"

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Alfred Russel Wallace telah resmi menjadi "orang Ternate".

Pada 3 Desember 2008 lalu, kira-kira 150 tahun setelah "Surat dari Ternate" diposkan Wallace kepada Charles Darwin, Pemerintah Kota Ternate akhirnya memberi sang naturalis "tempat tinggal" permanen.

Monumen Wallace telah berdiri di pekarangan sebuah rumah di Jl. Nuri. Nama jalan di depan rumah tadi ikut disulap: dari Jalan Nuri menjadi Jalan Alfred Russel Wallace.

(Sejak 2010 berganti menjadi Jalan Juma Puasa. Yang semakin membuat ironis, saat ini monumen itu tak bersisa sama sekali, red).

Penetapan "rumah Wallace", pembangunan Monumen Wallace, dan penamaan Jalan Alfred Russel Wallace itu semacam puncak keistimewaan 2008, oleh pecinta Wallace diklaim sebagai "Tahun Wallace" -- melengkapiPrasimposium "Letter from Ternate" (2 Desember 2008) dan Simposium "Letter from Ternate" di Makassar (10 Desember 2008).

Banyak hal menarik di balik penemuan kembali "rumah Wallace", yang membawanya menetap di Ternate itu. Beragam argumentasi beradu, polemik pun muncul.

Apalagi ternyata, bukan rumah bertembok putih bergaya kuno di Jl. Sultan Babullah No.3 yang dipilih. Melainkan rumah lain yang tampangnya "lebih modern".

Alasannya tentu saja, kuatnya bau Wallace di sana.

Dalam buku The Malay Archipelago, Wallace bercerita, dia tiba di Ternate pada 8 Januari 1858. Atas bantuan Duivenboden, dia mendapatkan sebuah rumah, yang ditempatinya selama tiga tahun.

Duivenboden adalah penduduk asli Ternate yang berasal dari keluarga Belanda dan berpendidikan Inggris. Saat itu, dia merupakan orang kaya di Ternate.

Dia menguasai sebagian aset kota, pemilik banyak kapal dan ratusan budak. Secara umum, dia dikenal sebagai "Raja" Ternate.

Rumah Wallace satu lantai. Ditafsirkan menghadap ke selatan (Wallace menggambar denah rumahnya dengan bagian muka mengarah ke bawah bidang gambar, tanpa mencantumkan petunjuk arah).

Dinding bawah terbuat dari batu setinggi tiga kaki yang di atasnya dipasang rangka tiang dan balok penopang atap. Dinding bagian atas menggunakan kayu pelepah pohon sagu, begitu pula plafonnya.

Lantai terbuat dari batu (stucco). Rumah berukuran 40 kaki (sekitar 12 m) x 40 kaki ini terdiri atas empat kamar, koridor, dan dua beranda, dikelilingi pohon buah-buahan.

Di belakangnya ada sumur yang dalam, airnya dingin dan jernih. Ke pasar dan ke pantai cukup jalan kaki lima menit.

Di sebelah bawah rumah ada benteng Portugis. Sedangkan di bawah benteng ada ruang terbuka sampai ke pantai, dan dari situ kota merentang kira-kira satu mil (1,6 km) ke arah timur laut.

Di tengah kota tampak istana Sultan. Sultan ini sebenarnya sudah dipensiun oleh Belanda, tetapi tetap memegang kedaulatan atas penduduk asli pulau dan di bagian utara Jailolo. Walau tidak disebut, penguasa kala itu tentu Sultan Muhammad Arsad (1850 - 1875).

Jadi, di mana rumah Wallace?

Untuk menelusuri rumah Wallace, patokan paling mudah tentu saja bangunan benteng.

Di Ternate ada delapan benteng peninggalan masa lalu, tapi yang kerap disebut-sebut ada lima: Gamlamo (Kastela), Santo Pedro (Kota Janji), Kalamata (Kayu Merah), Oranye, dan Tolukko. Semuanya dekat pantai.

Nah, benteng dekat "rumah Wallace" itu harus dekat dengan kota tua Ternate. Bila kita menganggap Kota Ternate sekarang ini perkembangan dari kota tua, di Kota Ternate kini setidaknya ada tiga benteng: Kalamata, Tolukko, dan Oranye.

Letak Kalamata sekitar 3 km di selatan kota, dibangun oleh Pivageta (Portugis) pada 1540. Benteng ini disebut juga Santa Lucia atau Kayu Merah, direnovasi oleh Pieter Both, orang Belanda pada 1609.

Sedangkan Tolukko dibangun oleh Fransisco Serao, orang Portugis pada tahun 1540. Benteng ini berada di Kelurahan Dufa Dufa, berjarak 3 km di utara Kota Ternate.

Pada 1610 Tolukko direnovasi oleh Pieter Both. Kondisi benteng saat ini baik, karena baru saja dipugar kembali, walaupun sebagai peninggalan sejarah, pengerjaannya masih kurang memuaskan.

Ketiga, Benteng Oranye yang berada di tengah kota. Benteng ini dibangun Cornelis Matelief de Jonge (Belanda) pada 1607, semula berasal dari bekas benteng tua yang didirikan oleh orang Melayu.

Oleh Francois Wittert lantas dinamai benteng Oranye (1609). Di dalam benteng ini sekarang bercokol bangunan asrama kesatuan Polri dan Zeni AD. Pengunjung tetap diperkenankan menengoknya, apalagi di dalamnya juga ada kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Ternate.

Dari tiga benteng tadi, hanya Kalamata dan Tolukko yang dibangun Portugis. Bila rumah Wallace dekat Kalamata, dari sinilah paling pas untuk mengatakan “kota merentang satu mil ke arah timur-laut".

Tetapi di sekitar Kalamata tidak dijumpai tinggian yang bila ada rumah di sana, cocok untuk bilang, "persis di bawah rumah saya terdapat benteng".

Hamid Pelu, seorang warga Kayu Merah menjelaskan, di sekitar sini dulu banyak pohon sukun, mangga, dan kelapa. Dia menambahkan, dulu pun ada bukit yang sekarang sudah diratakan, dan tanahnya dipakai untuk menimbun pelabuhan feri di Bastiong.

Wah, jangan-jangan di bukit itulah dulu berdiri "rumah Wallace". Apalagi rumahnya menghadap ke selatan, membelakangi gunung, dan di depannya ada benteng Portugis. Tapi sayang seribu sayang, tak ada pasar di dekatnya.

Lorong ini disinyalir menjadi satu-satunya tengara untuk menemukan jejak Alfred Russel Wallace di Ternate. Monumen yang dibangun LIPI pada 2008 sudah hilang tak ada jejaknya (Tangkap layat Google Maps)
Lorong ini disinyalir menjadi satu-satunya tengara untuk menemukan jejak Alfred Russel Wallace di Ternate. Monumen yang dibangun LIPI pada 2008 sudah hilang tak ada jejaknya (Tangkap layat Google Maps)

Bersua rumah tua

Benteng Portugis lain yang relatif dekat dengan Kota adalah Tolukko di Dufa Dufa. Bila ini bentengnya, rumah Wallace mestinya berada di sekitar Jl. Benteng Tolukko.

Juru pelihara benteng Tolukko ketika itu Asyad Muhammad sempat menunjukkan bekas rumah, mirip rumah yang dideskripsikan oleh Wallace, di Jalan Benteng Tolukko. Hal ini diceritakan juga oleh Taher Mansur, penduduk Desa Sangaji.

Konon, rumah yang kini tampak baru itu dibangun tahun 1980-an, di atas bekas reruntuhan rumah lama yang terbengkalai. Entah kenapa, bekas-bekas rumah lama tidak dibongkar, dibiarkan begitu saja.

Pemiliknya, Udin memperoleh rumah itu dari almarhumah ibunya. Menurut Taher, rumah lama itu dulu milik seorang bernama Masidingo, kemudian ditempati oleh seorang guru sekolah dari Ambon yang mengubahnya jadi sekolah. Taher adalah siswa di sekolah itu.

Masih versi Taher, semua itu terjadi tahun 1950-an. Rumah lama itu punya dua kamar, sebuah ruang besar, dan dua beranda.

Beranda di belakang juga berfungsi sebagai dapur. Dinding rumah terbuat dari setengah batu, rangka kayu, dan pelepah batang sagu.

Deskripsi ini mirip rumah Wallace". Bedanya, rumah itu berukuran lebih kecil, 7,5 m x 12 m.

Lagi pula, apakah Wallace dapat jalan kaki lima menit ke pasar yang jaraknya 3 km di selatan? Atau ketika itu ada pasar lain yang lebih dekat? Apakah rumah bikinan 1858 masih bisa bertahan hingga 1950-an?

Keraguan terjawab, karena ternyata ada juga rumah di Jalan Sultan Khairun No.48 yang sampai kini masih dalam kondisi baik. Pemiliknya, Husna Albaar menuturkan, rumah itu dibangun oleh kakeknya.

Konstruksi dindingnya menyerupai dinding seperti yang diperi Wallace, setengah batu dan pelepah batang sagu. Pelepah batang sagu itu hingga kini belum pernah diganti.

"Kecuali atapnya, diganti dengan seng beberapa kali," ujar Husna. Sayang sekali, ini bukan rumah seperti yang dirinci oleh Wallace.

Kemungkinan paling mendekati, memakai patokan benteng Oranye. Di depan Oranye terdapat pasar Gamalama dan Kampung Cina yang diakui sebagai pasar lama. Pasar ini kebanggaan masyarakat Ternate.

Di belakang benteng Oranye terdapat undak setinggi 8 m yang dilintasi Jalan Merdeka. Rumah Wallace akan menjadi pas bila berdiri di seberang Jalan Merdeka dari benteng Oranye itu, sehingga seperti Wallace tulis, "persis di bawah rumah saya ada sebuah benteng", dan "lima menit menuruni jalan menuju ke pasar dan pantai".

Lagi-lagi sayang seribu sayang, benteng Oranye bukan bikinan Portugis. Benteng ini diakui sebagai benteng Belanda, dibangun pada 1607.

Ada catatan menyebutkan, sebelumnya benteng itu dibangun oleh orang Melayu, sehingga dikenal sebagai benteng Melayu. Mungkinkah Wallace keliru menyebutnya sebagai benteng Portugis? Ah, masa sih...!.

Reruntuhan benteng di depan rumah?

Akhirnya, melalui berbagai perdebatan ilmiah, rumah yang diduga pernah ditempati Wallace ditetapkan di Jalan Nuri (apakah yang dimaksud Jalan Pipit?), Kota Ternate. Tentu saja sudah tidak seperti yang diceritakan Wallace, lantaran dindingnya terbuat dari tembok.

Jalan Nuri sendiri berpotongan dengan Jalan Merdeka di depan Ternate Mall. Rumah itu berjarak hanya 50 m dari Jalan Merdeka.

Benteng yang jadi acuan bukan Oranye, tetapi persis di seberang "rumah Wallace" itu, terdapat jejak dan bekas-bekas bangunan yang diduga bekas benteng, berupa empat potong dinding setebal 30 cm/lebar 2 - 5 m yang dulunya diperkirakan menyatu sebagai dinding benteng.

Boleh dikata, apa yang dirinci oleh Wallace banyak kesesuaian dengan keadaan rumah di Jl. Nuri itu. Misalnya, di depan rumah ada benteng; ke pasar bisa ditempuh dalam 5 menit; ada sumur yang dalam; dan rumah itu menghadap ke selatan.

Namun tampaknya masih perlu dicari tahu tentang sejarah reruntuhan bangunan yang diduga sebagai benteng di muka rumah itu, misalnya dengan metode penarikhan (dating) dan teknik pemerian yang memenuhi kaidah arkeologi. Apa benar itu bekas bangunan benteng Portugis?

Dari panduan Pariwisata Ternate, kita kenal lima benteng di sekeliling Pulau Ternate, tapi tidak termasuk yang berada di depan "rumah Wallace" itu. Atau jangan-jangan, yang dimaksud Wallace adalah benteng Oranye, yang jaraknya 60 m dari rumah?

Ah, andai kita bisa bertanya pada Wallace.

Artikel Terkait