Penyakit manusia purba Pithecanthropus erectus (Manusia Jawa) banyak terkait dengan kegiatan berburu dan kekurangan gizi.
Penulis: B. Soelist, arkeolog tinggal di Jakarta untuk Majalah Intisari edisi September 2008 dengan judul "Orang Jawa Purba Datang dari Afrika"
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Berdasarkan Injil, sebagaimana diperhitungkan secara teliti oleh Uskup Agung James Ussher dari Irlandia, misalnya, kalangan agama yakin, Bumi dan isinya diciptakan pada 4004 SM.
Sementara kalangan ilmuwan, berdasarkan data dan teori beranggapan, Bumi dan manusia tercipta melalui proses panjang sejak jutaan tahun silam.
"Manusia berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah," kata Dr. Tony Djubiantono, ketika itu Kepala Puslitbang Arkeologi Nasional.
Jika dikatakan manusia berasal dari proses evolusi, ini bertentangan dengan pengetahuan agama. Tapi jika dijelaskan manusia berasal dari tanah, juga berlawanan dengan pengetahuan biologi.
"Serba repot, tapi sebaiknya memang keduanya dipisahkan," kata Tony.
Dalam spektrum luas, pertentangan dari mana asal manusia ini memuncak ketika Charles Darwin menelurkan buku The Origin of Species pada 1859. Darwin beranggapan, segala bentuk kehidupan berawal dari proses.
Manusia sekarang merupakan perkembangan bentuk dari makhluk sebelumnya -- ada yang menafsirkan kera. Perubahan bentuk itu melalui proses jutaan tahun, melewati transisi yang kini masih terus dicari jawabannya oleh para ahli.
Transisi yang di kalangan ilmiah mashyur disebut "The Missing Link", mata rantai yang terputus.
Tepi Bengawan Solo
Berkat kegigihan Eugene Dubois, ahli anatomi pemburu fosil asal Belanda, makhluk transisi "The Missing Link" itu ditemukan di tepi Bengawan Solo, tepatnya di Trinil, desa kecil di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, pada 1891.
Dubois menyebut fosil tengkoraknya Pithecanthropus erectus atau manusia kera yang berjalan tegak, kemudian terkenal di dunia dengan sebutan Java Men (Manusia Jawa). Sejak itu, Indonesia (Pulau Jawa) tampil di pentas ilmiah kepurbaan dunia.
Pulau Jawa memang tak bisa dianggap remeh. Di sepanjang aliran Bengawan Solo purba, selain Trinil (Jawa Timur), berjajar situs purba lain seperti Ngandong, Kedungbrubus, Sambungmacan, Miri, dan Sangiran (Jawa Tengah).
Tak sedikit fosil manusia purba ditemukan di sana dan terbukti telah menyumbangkan data berharga khususnya bagi dunia ilmu paleoantropologi.
Ambil contoh Situs Sangiran, Sragen.
Menurut Dr. Harry Widianto, pakar paleoantropologi yang juga Kepala Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran, situs ini diperkirakan telah menyumbangkan kepada dunia ilmu pengetahuan berupa fosil manusia purba jenis Homo erectus sebanyak 76 individu atau 50% dari seluruh temuan fosil manusia purba di dunia.
"Tidak ada tempat lain di belahan dunia ini yang mampu menandingi prestasi Pulau Jawa, selain Afrika Tengah," tutur Harry Widianto.
Dari bukti-bukti fosil yang ditemukan, manusia purba jenis Homo erectus diduga telah mendiami Pulau Jawa (Sangiran) sejak awal zaman pleistosen sekitar 1,8 juta tahun silam. Namun ada satu pertanyaan yang sampai kini masih sulit dijawab: dari manakah mereka berasal?
Berbagai temuan fosil baik di Asia maupun Afrika sampai sekarang masih terus susul-menyusul.
Jadi, belum ada kata putus tentang asal-muasal manusia purba Jawa. Dari Asia ataukah Afrika? Jika bertolak dari theory out of Africa, menurut Dr. Tony Djubiantono, manusia purba Jawa bisa disebut berasal dari Afrika.
Mereka berbondong-bondong meninggalkan Afrika, lalu menyebar ke berbagai belahan dunia sekitar 2,5 juta tahun lalu. Sebagian menyebar ke daratan Eropa, sebagian ke daratan Cina dan Indonesia setelah melewati India.
Proses penyebaran Homo erectus sampai ke Indonesia itu berlangsung jutaan tahun lamanya.
"Mereka memasuki Indonesia lewat jembatan darat yang terbentuk ketika air surut pada periode glasial," ujarnya.
Sakit encok
Manusia purba Homo erectus hidup di pangkalan terbuka secara berkelompok sekitar 20-40 orang, tergantung luas wilayah dan ketersediaan sumber makanan. Di situ pula mereka beranak pinak.
Diduga, angka kelahiran manusia purba cukup tinggi. Namun, karena kerasnya kehidupan, angka kematian juga tak kalah tinggi, khususnya perempuan pada saat kehamilan dan persalinan.
Bayi yang lahir tidak semua bisa selamat. Jika ia terhindar dari kecelakaan, umur manusia yang bisa dijangkau sekitar 20-40 tahun. Ini usia rata-rata Homo erectus. Namun, bukan berarti tidak ada yang bisa mencapai usia lebih dari itu.
Bagi mereka yang beruntung, dalam arti tubuhnya kuat, luput dari serangan penyakit, serta tahan banting terhadap ganasnya alam, umur yang bisa dicapai sekitar 50 tahun.
Untuk bertahan hidup, mereka berburu binatang dengan alat yang tersedia di lingkungan sekitarnya, seperti bambu dan batu. Berbagai penemuan artefak batu di berbagai situs purba seperti di Sangiran, Sambungmacan, Cekungan Soa, dan Ngandong menunjukkan, Homo erectus telah membuat dan menggunakan peralatan batu.
Alat batu itu sangat vital: untuk memukul, melempar, atau menguliti binatang hasil tangkapan.
Fisik Homo erectus memperlihatkan perkembangan lebih sempurna dari makhluk pendahulunya Australopithecus yang hidup di Afrika. Manusia Jawa diduga tidak hanya bisa berdiri tegak, tapi sudah mampu berlari, karena kakinya panjang, lurus, dengan tungkai mirip manusia sekarang.
Meskipun belum diketahui pasti bentuk fisiknya. Dari fosil-fosil yang ditemukan, ditafsir manusia purba Jawa lebih kuat dan berotot daripada manusia Jawa sekarang, dengan tinggi 1,65 m (perempuan) dan sedikit lebih tinggi (laki-laki). Berat badan-nya 60-75 kg.
Berdasarkan fosil-fosil yang ditemukan, Homo erectus memiliki ukuran pinggul besar, rahang kekar, tebal, dan tak berdagu. Gigi taringnya menonjol, dan antara gigi satu dengan gigi lain jarang bersinggungan.
Bentuk mukanya pendek dan lebar, berhidung pesek tetapi prognatisma (mulut)-nya menonjol alias mrongos.
Kebanyakan penyakit yang biasa diderita tidak jauh dari pekerjaan berburu dan mengumpulkan makanan, semisal patah tulang, keseleo, luka berdarah, dan penyakit kulit.
Penyakit infeksi diduga sering juga terjadi. Namun lantaran jumlah mereka relatif sedikit dan cara hidup mereka berpindah-pindah, tidak sampai menimbulkan epidemi.
Manusia purba diduga akrab dengan penyakit kurang darah atau kekurangan salah satu zat makanan. Bahkan penyakit encok bukan hal aneh.
Di Situs Trinil pernah ditemukan fosil tulang paha milik perempuan manusia purba yang diketahui menderita penyakit tulang, bahkan peradangan pada ototnya. Penyakit gigi juga biasa ditemukan sebagaimana diperlihatkan oleh temuan fosil-fosil di Situs Sangiran.
Tidak terbukti kanibal
Pernah muncul dugaan, manusia purba berperilaku kanibal. Namun, berkat pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan didukung berbagai temuan fosil selama ini, para ahli membantah anggapan itu.
Kalau mereka kanibal, pasti dalam waktu singkat akan punah, sehingga tidak akan terjadi regenerasi sebagaimana diperlihatkan pada temuan fosil-fosil di berbagai tempat. Apalagi alam pada masa itu menyediakan bahan makanan yang berlimpah.
Dugaan adanya kanibalisme untuk memperoleh kekuatan gaib dari si mati juga sangat sukar diterima akal.
Manusia purba belum mengenal religi, ritus, dan semacamnya. Kehidupan yang mereka jalankan terbatas pada bagaimana mempertahankan kelangsungan hidup melalui perburuan dan pengumpulan makanan.
Homo erectus hidup di Indonesia sekitar 1,8 juta tahun hingga 300 ribu tahun silam. Selama 1,5 juta tahun lebih mereka mengalami proses evolusi fisik serta otak, menjadi manusia sejati atau yang disebut Homo sapiens yang hadir di muka Bumi sekitar 40 ribu tahun silam.
Perkembangan kapasitas tengkorak atau volume otak oleh para ahli dijadikan indikasi paling jelas dari proses evolusi manusia. Evolusi itu memerlukan proses panjang.
-------------------------------
BOKS
Vase Evolusi Manusia
Tahap 1:
Australopithecus, masih pramanusia, hidup sekitar 5 juta tahun lalu, berahang kekar, berotak kecil (550 cc), dan fosilnya banyak ditemukan di Afrika Selatan.
Tahap 2:
Homo habilis, volume otaknya sedikit berkembang menjadi 650 cc. Hidup di sabana Afrika.
Tahap 3:
Homo erectus, mulai muncul di Indonesia sejak 1,8 juta tahun lalu dan diyakini masih tetap eksis hingga 300.000 tahun lalu, kapasitas tengkoraknya 900 - 1.000 cc.
Tahap 4:
Homo sapiens (manusia modern) mempunyai kapasitas tengkorak 1.200 - 1.400 cc.
-------------------------------