Unit 731, Rahasia Kelam Tentara Jepang Pada Perang Dunia II

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Unit 731 merupakan eksperimen kejam yang dilakukan oleh tentara Jepang.
Unit 731 merupakan eksperimen kejam yang dilakukan oleh tentara Jepang.

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com - Langit Manchuria meratap, awan kelabu berarak menutupi mentari. Di balik dinding tinggi berduri, bayangan-bayangan bergerak tanpa suara.

Sebuah kompleks laboratorium berdiri megah, namun menyimpan rahasia yang lebih kelam dari malam tak berbintang. Di sinilah, di Unit 731, mimpi buruk tercipta atas nama sains dan perang.

Unit 731, secara resmi dikenal sebagai "Departemen Pencegahan Epidemi dan Pemurnian Air Tentara Kwantung", adalah kedok belaka.

Dibentuk pada tahun 1932 di bawah pimpinan Jenderal Shiro Ishii, unit ini sesungguhnya adalah pusat penelitian senjata biologis yang beroperasi di Harbin, Manchuria.

Di balik tembok-temboknya, ribuan manusia tak berdosa menjadi korban eksperimen brutal yang tak terbayangkan.

Para tawanan perang, warga sipil China, Korea, Rusia, bahkan bayi-bayi tak berdaya, dijadikan kelinci percobaan.

Mereka disebut "maruta" – bahasa Jepang untuk "log" – menunjukkan betapa mereka direndahkan menjadi objek tak bernyawa.

Di dalam laboratorium dingin dan steril, para ilmuwan Jepang, yang seharusnya menjadi penyembuh, berubah menjadi algojo berjubah putih.

Eksperimen Keji yang Melampaui Batas Kemanusiaan

Vivisection, pembedahan manusia hidup-hidup tanpa anestesi, menjadi praktik umum. Organ-organ vital dibedah, diamati, dan dianalisa.

Tangisan pilu para korban menggema di lorong-lorong laboratorium, namun tak menggoyahkan hati para algojo. Mereka terbutakan ambisi untuk menciptakan senjata biologis paling mematikan.

Wabah penyakit menular seperti anthrax, kolera, dan pes disebarkan secara sengaja. Para tawanan dipaksa menelan bakteri mematikan, disuntik virus, atau dikurung dalam ruangan penuh kutu yang terinfeksi.

Mereka merintih, tubuh mereka membusuk, sementara para peneliti mencatat setiap detail penderitaan dengan dingin dan teliti.

Tak hanya itu, Unit 731 juga melakukan eksperimen-eksperimen mengerikan lainnya. Para tawanan dibekukan hingga anggota tubuh mereka rapuh seperti ranting kering, lalu dicairkan kembali untuk mengamati efek gangren.

Mereka dipaksa menghirup gas beracun, disuntikkan darah hewan, bahkan dijadikan target uji coba senjata baru seperti granat dan penyembur api.

Shiro Ishii: Dalang di Balik Kekejaman

Shiro Ishii, sang komandan Unit 731, adalah sosok yang karismatik namun kejam.

Ia memiliki obsesi yang mengerikan terhadap senjata biologis dan percaya bahwa eksperimen manusia adalah jalan untuk mencapai tujuannya.

Ishii menanamkan doktrin sesat pada bawahannya, meyakinkan mereka bahwa para tawanan bukanlah manusia, melainkan "bahan penelitian" yang harus dikorbankan demi kepentingan negara.

Di bawah kepemimpinan Ishii, Unit 731 menjadi mesin kematian yang efisien. Setiap hari, puluhan nyawa melayang sia-sia.

Jeritan pilu, bau anyir darah, dan aroma busuk mayat menjadi bagian tak terpisahkan dari kompleks laboratorium yang mencekam itu.

Akhir Perang dan Penguburan Rahasia

Ketika Perang Dunia II berakhir dengan kekalahan Jepang, Unit 731 dihancurkan. Ishii dan para ilmuwannya melarikan diri, membawa serta data-data hasil penelitian mereka.

Untuk menutupi jejak kejahatan kemanusiaan yang telah mereka lakukan, para tawanan yang masih hidup dibantai, bangunan laboratorium diledakkan, dan dokumen-dokumen penting dibakar.

Namun, rahasia kelam Unit 731 tak bisa selamanya terkubur. Kesaksian para korban yang selamat, penemuan dokumen-dokumen rahasia, dan pengakuan para mantan anggota unit perlahan mengungkap tabir kekejaman yang selama ini disembunyikan.

Pengadilan Tokyo dan Impunitas bagi Para Penjahat Perang

Meskipun bukti-bukti kejahatan perang Unit 731 telah terungkap, keadilan tak kunjung ditegakkan.

Amerika Serikat, yang saat itu menduduki Jepang, memberikan imunitas kepada Ishii dan para ilmuwannya dengan imbalan data-data penelitian senjata biologis.

Mereka dibebaskan dari tuntutan dan bahkan beberapa di antaranya mendapatkan posisi penting di universitas dan lembaga penelitian.

Pengadilan Tokyo, yang dibentuk untuk mengadili para penjahat perang Jepang, hanya menjatuhkan hukuman ringan kepada beberapa anggota Unit 731.

Shiro Ishii sendiri tidak pernah diadili dan meninggal dunia karena kanker tenggorokan pada tahun 1959.

Unit 731 adalah noda hitam dalam sejarah kemanusiaan. Kekejaman yang terjadi di dalamnya mengingatkan kita akan betapa berbahayanya ambisi yang tidak terkendali dan pengabaian terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

Meskipun para pelaku kejahatan perang Unit 731 lolos dari jerat hukum, kisah mereka tetap hidup sebagai pengingat akan pentingnya menghormati hak asasi manusia dan menolak segala bentuk kekerasan.

Sumber:

Harris, Sheldon H. Factories of Death: Japanese Biological Warfare 1932–45 and the American Cover-Up. Routledge, 2002.

Barenblatt, Daniel. A Plague Upon Humanity: The Secret Genocide of Axis Japan's Germ Warfare Operation. HarperCollins, 2004.

Gold, Hal. Unit 731 Testimony. Tuttle Publishing, 2011.

Williams, Peter, and David Wallace. Unit 731: Japan's Secret Biological Warfare in World War II. Free Press, 1989.

*

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Artikel Terkait