Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-online.com - Fajar menyingsing di ufuk timur, menyapa lembah Sukamah yang tenang. Embun pagi masih membasahi rerumputan, kicau burung bersahutan mengiringi lantunan ayat suci yang mengalun merdu dari bibir para santri.
Di tengah kedamaian pagi itu, tersimpan gejolak perlawanan yang membara. Kyai Haji Zainal Mustafa, singa podium dari Pesantren Sukamah, telah membulatkan tekad untuk melawan penjajah Jepang yang baru saja menginjakkan kaki di bumi pertiwi.
Tangan besi mereka mencengkeram rakyat, memaksa kerja paksa, merampas hasil bumi, dan menindas dengan kekejaman.
Lebih dari itu, Jepang dengan pongahnya memaksakan Seikerei, penghormatan kepada Kaisar Hirohito dengan cara membungkuk ke arah matahari terbit.
Bagi Kyai Zainal Mustafa, ritual ini adalah bentuk penyembahan berhala yang bertentangan dengan tauhid, keyakinan utama dalam Islam.
Api perlawanan mulai berkobar di hati Kyai Zainal Mustafa. Baginya, membela agama dan tanah air adalah kewajiban suci.
Ia tak bisa tinggal diam menyaksikan umat Islam dipaksa tunduk pada kekafiran. Dengan lantang, ia menyerukan jihad melawan penjajah Jepang.
Seruannya bagai petir di siang bolong, menggelegar di seluruh pelosok Sukamah, membakar semangat para santri dan penduduk desa.
"Kita tidak boleh tunduk pada kezaliman! Kita harus melawan penjajah Jepang yang telah menginjak-injak agama dan tanah air kita!" pekik Kyai Zainal Mustafa dalam khutbah Jumat yang berapi-api.
Para santri yang telah ditempa dengan ilmu agama dan bela diri, menyambut seruan Kyai mereka dengan semangat membara.
Mereka siap bertempur, mengorbankan jiwa raga demi membela keyakinan dan kemerdekaan. Di bawah bimbingan Kyai Zainal Mustafa, mereka berlatih siang malam, mengasah kemampuan silat dan strategi perang.
Bambu runcing, senjata sederhana namun mematikan, menjadi andalan mereka.
Pertempuran di Singaparna
Tanggal 25 Februari 1944, menjadi hari yang tak terlupakan dalam sejarah perlawanan rakyat Indonesia.
Kyai Zainal Mustafa bersama 2000-an santri dan penduduk desa, melancarkan serangan terhadap markas tentara Jepang di Singaparna, Tasikmalaya.
Pertempuran sengit tak terelakkan!
Santri-santri Sukamah yang berbekal bambu runcing dan golok, berhadapan dengan tentara Jepang yang bersenjata lengkap.
Meskipun kalah persenjataan, semangat juang para santri tak pernah padam. Mereka bertempur dengan gagah berani, menerjang hujan peluru tanpa gentar. Pekikan takbir menggema di medan laga, membakar semangat juang mereka.
Kyai Zainal Mustafa memimpin di garis depan, memberi contoh keberanian dan keteguhan hati.
Namun, kekuatan tak seimbang. Tentara Jepang yang lebih unggul dalam persenjataan, berhasil memukul mundur pasukan santri.
Banyak santri yang gugur sebagai syuhada, darah mereka membasahi bumi Singaparna. Kyai Zainal Mustafa sendiri tertangkap dan dijebloskan ke penjara.
Pengorbanan Sang Kyai
Di dalam penjara, Kyai Zainal Mustafa tak henti-hentinya disiksa. Namun, semangat juangnya tak pernah luntur.
Ia tetap tegar, menolak untuk tunduk pada penjajah. Tekadnya untuk membela agama dan tanah air, tak goyah sedikit pun.
Pada tanggal 25 Oktober 1944, Kyai Zainal Mustafa dieksekusi mati oleh tentara Jepang di Jakarta. Jasadnya dimakamkan di Ancol, Jakarta. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi para santri dan seluruh rakyat Indonesia.
Namun, semangat juangnya tetap hidup, menjadi inspirasi bagi generasi penerus untuk melanjutkan perjuangan merebut kemerdekaan.
Warisan Perjuangan
Perlawanan Kyai Zainal Mustafa dan para santri Sukamah, meskipun berakhir tragis, telah menorehkan tinta emas dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Peristiwa ini membuktikan bahwa semangat juang dan pengorbanan tak kenal batas, bahkan di hadapan musuh yang jauh lebih kuat.
Kyai Zainal Mustafa bukan hanya seorang ulama, tapi juga pejuang sejati. Ia telah menunjukkan bahwa agama dan nasionalisme dapat bersatu padu dalam melawan penindasan.
Perjuangannya menjadi bukti nyata bahwa Islam tidak mengajarkan kepasrahan pada kezaliman, melainkan menyerukan perlawanan terhadap segala bentuk ketidakadilan.
Pesantren Sukamah, yang dulunya menjadi pusat perlawanan, kini menjadi saksi bisu perjuangan Kyai Zainal Mustafa dan para santrinya.
Tempat ini menjadi simbol semangat juang dan pengorbanan, menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk meneruskan perjuangan para pahlawan.
Kisah perlawanan Kyai Zainal Mustafa dan para santri Sukamah, adalah bagian tak terpisahkan dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Kisah ini harus terus dikenang dan diwariskan kepada generasi mendatang, agar semangat juang dan pengorbanan para pahlawan, tetap menyala dan menjadi obor penerang bagi perjalanan bangsa Indonesia menuju masa depan yang lebih baik.
Sumber:
Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah, Bandung: Surya Dinasti, 2009.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Sejarah Indonesia, Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017.
Nina Herlina Lubis, Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme dan Kolonialisme, Jakarta: Balai Pustaka, 2010.
Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500 - 1900, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992.
*
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---