Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-online.com -Langit Jakarta, 1973. Mentari pagi menyapa ibu kota dengan sinarnya yang hangat, menyentuh lembut gedung-gedung pemerintahan yang berdiri tegar. Di antara hiruk-pikuk kota yang mulai berdenyut, sebuah momen penting dalam sejarah Indonesia tengah berlangsung.
Presiden Soeharto, dengan kharisma kepemimpinannya, menyampaikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkawinan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).Sebuah Langkah Besar Menuju Kepastian Hukum. RUU Perkawinan ini bukan sekadar kumpulan pasal-pasal hukum, melainkan sebuah cerminan dari cita-cita bangsa untuk menciptakan masyarakat yang harmonis dan berkeadilan.
Presiden Soeharto, dengan pandangannya yang tajam, menyadari pentingnya landasan hukum yang kokoh dalam mengatur institusi perkawinan. Beliau percaya bahwa perkawinan bukan hanya ikatan antara dua insan, tetapi juga pondasi bagi pembentukan keluarga yang kuat dan sejahtera.Dalam pidatonya yang khidmat, Presiden Soeharto menekankan bahwa RUU Perkawinan ini disusun dengan mempertimbangkan nilai-nilai luhur Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Beliau berharap agar undang-undang ini dapat memberikan kepastian hukum bagi seluruh warga negara Indonesia dalam menjalankan hak dan kewajibannya terkait perkawinan.Di hadapan para anggota DPR yang terhormat, Presiden Soeharto memaparkan poin-poin penting dalam RUU Perkawinan. Beliau menjelaskan bahwa undang-undang ini akan mengatur berbagai aspek terkait perkawinan, mulai dari syarat sah perkawinan, hak dan kewajiban suami istri, hingga masalah perceraian.Salah satu poin krusial dalam RUU Perkawinan adalah penetapan batas usia minimal untuk menikah. Presiden Soeharto menyampaikan bahwa undang-undang ini akan menetapkan batas usia minimal 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki.
Hal ini bertujuan untuk melindungi anak-anak dari pernikahan dini yang dapat berdampak negatif pada kesehatan dan pendidikan mereka.Selain itu, RUU Perkawinan juga akan mengatur mengenai pembagian harta bersama dalam perkawinan. Presiden Soeharto menjelaskan bahwa harta yang diperoleh selama perkawinan akan menjadi harta bersama suami istri, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.
Hal ini diharapkan dapat memberikan keadilan bagi kedua belah pihak dalam hal pembagian harta apabila terjadi perceraian.
Baca Juga: Arti Penting Mempertahankan Pancasila sebagai Dasar NegaraPidato Presiden Soeharto disambut dengan antusiasme oleh para anggota DPR. Mereka memberikan apresiasi atas upaya pemerintah dalam menyusun RUU Perkawinan yang komprehensif dan berpihak pada kepentingan masyarakat.
Setelah melalui proses pembahasan yang intensif, RUU Perkawinan akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.Pengesahan Undang-Undang Perkawinan menjadi tonggak penting dalam sejarah hukum Indonesia. Undang-undang ini memberikan landasan hukum yang jelas bagi masyarakat dalam mengatur kehidupan perkawinan mereka. Selain itu, undang-undang ini juga menjadi instrumen penting dalam melindungi hak-hak perempuan dan anak-anak dalam perkawinan.Namun, perjalanan Undang-Undang Perkawinan tidak berhenti di situ. Seiring dengan perkembangan zaman, undang-undang ini terus mengalami perubahan dan penyempurnaan.
Pada tahun 2019, misalnya, Undang-Undang Perkawinan direvisi untuk menaikkan batas usia minimal menikah menjadi 19 tahun bagi perempuan dan laki-laki. Hal ini dilakukan untuk merespons tingginya angka pernikahan dini di Indonesia yang berdampak negatif pada berbagai aspek kehidupan.Undang-Undang Perkawinan adalah sebuah karya besar yang lahir dari pemikiran visioner Presiden Soeharto. Undang-undang ini telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam menciptakan masyarakat Indonesia yang harmonis, berkeadilan, dan sejahtera.Meski telah mengalami berbagai perubahan, semangat dan nilai-nilai yang terkandung dalam Undang-Undang Perkawinan tetap relevan hingga saat ini. Undang-undang ini terus menjadi pedoman bagi masyarakat Indonesia dalam membangun keluarga yang kuat dan bahagia.Dalam perjalanan panjangnya, Undang-Undang Perkawinan telah menjadi saksi bisu dari berbagai dinamika sosial yang terjadi di Indonesia. Undang-undang ini telah menjadi payung hukum bagi jutaan pasangan yang mengikat janji suci dalam ikatan perkawinan.Di balik setiap pasal dan ayatnya, tersimpan harapan akan terciptanya keluarga-keluarga yang harmonis dan sejahtera. Undang-Undang Perkawinan adalah sebuah warisan berharga yang harus terus dijaga dan dilestarikan.Semoga semangat dan nilai-nilai yang terkandung dalam Undang-Undang Perkawinan dapat terus menginspirasi generasi penerus bangsa untuk membangun keluarga yang kuat, harmonis, dan berkeadilan.Demikianlah kisah tentang perjalanan RUU Perkawinan yang disampaikan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1973. Sebuah kisah tentang perjuangan untuk menciptakan landasan hukum yang kokoh bagi institusi perkawinan di Indonesia. Sebuah kisah tentang harapan akan terciptanya keluarga-keluarga yang bahagia dan sejahtera. Sebuah kisah yang akan terus dikenang dalam sejarah bangsa Indonesia.
*
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---