Di semifinal, mereka nyaris tersingkir oleh Swedia, sebelum Kapten Olga Carmona mencetak gol dramatis di menit akhir. Kemenangan ini membawa mereka ke final, di mana mereka menaklukkan Inggris 1-0, mengklaim gelar juara dunia pertama mereka.Di tengah kegembiraan, bayang-bayang perpecahan menyelimuti tim. Beberapa pemain, termasuk bintang-bintang seperti Mapi Leon dan Claudia Pina, tidak turut hadir di Australia.
Ketidakhadiran mereka bukan karena cedera, melainkan akibat pemberontakan yang telah berlangsung selama setahun terakhir.Pemberontakan yang Mengguncang FondasiPemberontakan ini dimulai oleh Irene Paredes, pemain senior timnas, setelah kekalahan mereka di Euro dari Inggris.
Ia menyerukan perubahan sistemik dalam perlakuan Federasi Sepak Bola Spanyol (RFEF) terhadap tim wanita. Rumor pemecatan Jorge Vilda, sang pelatih, merebak, dan hubungannya dengan para pemain kian memburuk.Pada bulan September, 15 pemain, termasuk Aitana Bonmati, Mariona Caldentey, dan Ona Batlle, mengirim email identik kepada federasi, menyatakan penolakan mereka untuk dipanggil ke timnas.
Mereka mengeluhkan metode pelatihan, perawatan pemain, dan fasilitas yang tidak memadai, serta persiapan tim yang buruk.Krisis ini menghantam timnas bagaikan bom waktu. Dengan Piala Dunia yang semakin dekat, mereka harus menghadapi pertandingan internasional bulan Oktober dengan skuad yang tidak lengkap.
Baca Juga: La Furia, Kisah Lahirnya Identitas Sepak Bola Spanyol di Antwerp 1920Mencari Jalan Keluar Menuju KemenanganRFEF, dengan teguh mendukung Vilda, menuntut para pemain untuk meminta maaf dan kembali ke tim. Namun, para pemain tetap pada pendirian mereka.Meskipun dilanda kekacauan, timnas perlahan menemukan kembali ritmenya. Mereka memenangkan 11 dari 13 pertandingan, termasuk kemenangan atas juara Piala Dunia AS. Beberapa pemain, termasuk Jennifer Hermoso, kembali ke tim.Pada bulan Maret, pembicaraan antara para pemain dan federasi dilanjutkan, dengan harapan dapat menyelesaikan pertikaian sebelum Piala Dunia.
Paredes diam-diam kembali bergabung dengan tim, dan momen terbesar datang ketika Alexia Putellas, pemain terbaik dunia, pulih dari cedera ACL dan kembali memperkuat tim.Delapan dari 15 pemain yang semula memberontak, termasuk Bonmati, Caldentey, dan Batlle, kembali tersedia untuk seleksi skuad. Kehadiran mereka, bersama dengan Putellas, Hermoso, dan Paredes, menjadi kunci bagi perjalanan Spanyol di Piala Dunia.Kemenangan Manis dengan Luka yang Belum SembuhMeskipun timnas berhasil meraih kemenangan, luka perpecahan masih terasa. Para pemain menghindari memuji Vilda di depan umum, berbeda dengan Presiden RFEF Luis Rubiales yang selalu mendukung sang pelatih.Kemenangan ini menandakan era baru bagi timnas wanita Spanyol. Mereka telah membuktikan diri sebagai salah satu kekuatan terbaik di dunia sepak bola wanita.
Namun, bayang-bayang pemberontakan masih membayangi, dan pertanyaan tentang masa depan Vilda dan hubungannya dengan para pemain masih belum terjawab.
Baca Juga: Sepakbola Tak Jadi 'Coming Home', Bagaimana Inggris Menyebarkan Olahraga Ini Ke Seluruh Dunia?
Sebuah Kemenangan yang Penuh MaknaKisah timnas wanita Spanyol di Piala Dunia 2020 adalah kisah tentang kegigihan, perjuangan, dan persatuan.
Di tengah perpecahan dan keraguan, mereka berhasil menunjukkan bahwa mereka mampu mencapai hal-hal besar. Kemenangan mereka adalah bukti bahwa sepak bola wanita di Spanyol telah mencapai tahap baru, dan masa depan mereka penuh dengan potensi.Namun, kemenangan ini juga menjadi pengingat bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan. RFEF harus mengatasi akar permasalahan yang memicu pemberontakan, dan Vilda harus membangun kembali kepercayaan para pemainnya.
Jika mereka berhasil melakukannya, timnas wanita Spanyol dapat terus mendominasi dunia sepak bola wanita di tahun-tahun mendatang.
*