Meriam Nyai Setomi menjadi salah satu pusaka Keraton Kasunanan Surakarta paling keramat. Konon, ini adalah meriam peninggalan Sultan Agung.
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Setidaknya ada sembilan meriam pusaka yang dimiliki oleh Keraton Surakarta. Delapan dari sembilan itu maujud mengelilingi kompleks Sitihinggil. Sementara satu lagi, yang dianggap sebagai meriam paling keramat, tidak boleh ditampilkan di publik. Namanya meriam Nyai Setomi. Bagaimana sejarahnya?
Mengutip situs surakarta.go.id, meriam Nyai Setomi mempunyai ukuran 3,5 meter panjangnya. Seperti disebut di awal, meriam ini paling dikeramatkan di lingkungan Keraton Kasunanan Surakarta, ditempatkan di tengah Bangsal Witono, kompleks Sitihinggil.
Meriam ini sejarahnya panjang. Masih dari sumber yang sama, meriam Nyai Setomi adalah salah satu senjata andalan Sultan Agung ketika menjadi penguasa Mataram Islam. Uniknya, meriam Nyai Setomi punya pasangan, namanya meriam Kiai Setomo yang sekarang tinggalnya di Museum Nasional di Jakarta sana.
Menurut cerita, dua meriam ini digunakan Sultan Agung untuk menggempur VOC yang ada di Batavia pada 1628 dan 1629. Tak hanya dikeramatkan, meriam Nyai Setomi juga diistimewakan oleh Keraton Surakarta.
Jika pusaka lain setiap tahun biasanya hanya dijamasi satu kali, meriam Nyai Setomi dua kali. Pertama saat Grebeg Besar, kedua saat Grebeg Maulud. Keberadaan meriam Nyai Setomi sampai sekarang masih dikeramatkan oleh Keraton Kasunanan Surakarta, dalam kesehariannya selalu terawat dengan baik.
Lurup (tirai) dan kaca penutup meriam Nyai Setomi selalu dalam keadaan bersih, begitu pula dengan lantai di Sitihinggil. Halaman di sekitar Sitihinggil ditumbuhi banyak pepohonan, kelihatan cukup bersih.
Sebab, setiap hari ada petugas khusus yang berkewajiban merawat tempat itu. Dengan begitu, suasana bersih dan sejuk benar-benar dapat dirasakan di lokasi ini.
Hadiah Portugis untuk penguasa Jayakarta
Pengageng Perentah Pariwisata dan Museum Keraton Surakarta GPH Puger, sebagaimana dikutip dari artikel Sri Rejeki berjudul "Jamasan Meriam Nyai Setomi" yang tayang di Kompas.com pada 19 April 2003, meriam Nyai Setomi adalah meriam yang berasal dari abad ke-16. Ini adalah meriam hadiah Portugis untuk penguasa Jayakarta saat itu.
Meriam itu kemudian diberikan kepada Raja Mataram IslamSultan Agung. Menurut cerita, kata Puger, dari Jakarta sebenarnya dibawa dua meriam, yakni Nyai Setomi dan pasangannya, Kyai Setomo. Tapi karena Kyai Setomo terus mengeluarkan suara gemuruh seperti harimau, ia kemudian dikembalikan ke Jakarta.
"Meriam ini sekarang lebih dikenal dengan nama Si Jagur. Jagur dalam bahasa Jawa artinya harimau," ujar Puger.
Cerita lain seperti dikutip dari situs Gedung Kesenian Jakarta mengatakan, pasangan meriam Kyai Setomo dan Nyai Setomi berasal dari jelmaan suami istri. Suatu hari Raja Pajajaran memerintahkan patihnya, Kyai Setomo, mencari senjata ampuh yang mengeluarkan bunyi gemuruh seperti terlukis dalam mimpinya.
Sang patih diancam hukuman mati apabila gagal menemukan senjata ampuh itu. Patih Kyai Setomo dan istrinya, Nyai Setomi, lantas bersemedi sebagai upaya mencari senjata yang dimaksud sang raja.
Namun setelah sekian lama, keduanya tidak juga menghadap raja. Prajurit lantas diperintahkan menggeledah rumah pasangan suami istri itu. Kemudian ditemukan dua buah pipa aneh hasil jelmaan Kyai Setomo dan Nyai Setomi yang ternyata adalah meriam, persis seperti dalam mimpi raja.
Cerita ini tersiar ke mana-mana, termasuk ke telinga Sultan Agung dari Kerajaan Mataram. Ia meminta kedua meriam dibawa ke Mataram. Namun, meriam Kyai Setomo menolak dan melarikan diri ke Batavia. Tinggal Nyai Setomi yang berhasil diboyong ke Mataram dan menjadi pemberi semangat spiritual keraton. Meriam ini juga mengantar kemenangan keraton dalam melawan Belanda pada masa itu.
Sementara mengutip Tribun Solo, meriam Nyai Setomi adalah saksibisu ikrar para Raja Keraton Kasunanan Surakarta. Setiap pangeran yang hendak bertakhta menjadi raja harus mengikrarkan janji di depan meriam itu.
"Meriam itu menghadap ke utara, raja yang berikrar berada di depannya menghadap ke selatan," kata pria yang akrab disapa Kanjeng Win, Senin (11/9/2016). "Artinya, raja harus siap menghadapi cobaan yang berat, siap menerima benturan pertama," imbuhnya.
Selain itu, nama 'nyai' menyimbolkan sebutan bagi wanita. Raja juga diharapkan mampu menahan hawa nafsunya. "Wanita itu godaan paling berat, raja itu harus mampu menahan diri," lanjutnya.
Dia menjelaskan, ada berbagai versi kisah mengenai kemunculan meriam tersebut, di antaranya ialah kisah pasangan Setomo dan Setomi "Setomo diutus raja untuk mencari pusaka, sampai di suatu tempat dia bertapa sangat lama," ujar Kanjeng Win mengisahkan.
"Karena lama tidak kembali, sang istri, Setomi mencarinya, ketika bertemu justru keduanya sama-sama bertapa hingga meninggal, keduanya menjadi pusaka itu," ungkap dia. "Konon, pusaka pasangan Nyai Setomi kini yang berada di Jakarta," tutupnya.