Tanaman kelapa dan ladang tebu serta sawah yang dekat dengan kota pelabuhan itu, menjamin persediaan bahan makanan lain yang lezat serta murah bagi pengunjung maupun penetap. Yang waktu itu paling penting, minuman arak amat berlimpah.
Bangunan di Kota Sunda Kelapa yang paling kurang mengesankan adalah dalem keraton raja yang berpagar bambu runcing. Di dalam dari di luar kompleksnya terdapat beberapa puluh bangunan agak besar terbuat dari bambu, gedek, dan atap rumbia. Di samping bangunan dalem, terdapat pasar--terdiri atas deretan gubuk reyot, tempat para pedagang menjajakan dagangannya setiap pagi dan sore.
Di seberang sungai, berhadapan dengan dalem dan pasar, yaitu di pinggir barat sungai, terdapat perkampungan Cina. Di sini, bangunan-bangunannya lebih bagus daripada bangunan penduduk pribumi, karena orang Cina lebih menyukai plester, batu bata, ubin, dan genteng sebagai bahan bangunan.
Selebihnya, Kota Sunda Kelapa terdiri atas dua sampai tiga ribu gubuk rapuh yang separuhnya reyot. Banyak di antaranya berdiri di atas tiang-tiang bambu di tanah rawa atau tanah datar untuk menghindari empasan ombak pasang. Sunda Kelapa adakalanya mampu menggerakkan angkatan perang sampai ratusan atau ribuan orang dan kadang-kadang memang melakukan hal itu.
Hampir setiap lelaki dewasa mempersenjatai diri dengan sebilah keris berbentuk geligi atau tombak berupa bambu runcing. Menurut perhitungan, terdapat sekitar 2.000 KK atau 10.000 jiwa penduduk. Kecuali tanah sempit di kedua sisi sungai yang ditanami dengan berbagai tanaman, wilayah sekitar Sunda Kelapa terutama berupa tanah rawa dan hutan belukar. Pemukiman penduduk Sunda Kelapa biasanya terletak di tepian sungai, dan penduduk daerah pedalamannya masih amat jarang.
Sunda Kelapa, pelabuhan Kerajaan Sunda
Hingga saat ini para ahli masih belum menemukan bukti-bukti awal munculnya kota pelabuhan Sunda Kelapa. Yang jelas, wilayah dataran rendah ini diketahui sudah didiami manusia sejak zaman prasejarah, yaitu dari masa Neolitikum sekitar 1500 tahun sebelum Masehi. Artefak-artefak khas neolitik, seperti beliung, kapak batu, pahat batu, gurdi batu, wadah gerabah, dan lain sebagainya memang pernah ditemukan dalam ekskavasi (penggalian arkeologis) di Condet, Pasar Minggu, Pasar Rebo, Jatinegara, Karet, Kebayoran, Kebon Sirih, Cawang, Kebon Nanas, Kebon Pala, Rawa Belong, dan Rawa Lele.
Setelah zaman prasejarah, indikator adanya permukiman di wilayah ini diinformasikan lewat sebuah prasasti yang ditemukan di Kampung Batu, Desa Tugu, termasuk wilayah Cilincing.
Prasasti Tugu dibuat atas perintah Purnawarman, raja di Tarumanagara. Kerajaan Tarumanegara hingga kini memang diketahui sebagai salah satu kerajaan tertua di Indonesia, dan diperkirakan berkembang di sekitar abad ke-5 Masehi. Bahkan belakangan ini muncul pula perkiraan bahwa Tarumanegara sudah ada sejak awal Masehi dan baru runtuh di penghujung abad ke-7 Masehi.
Bukti-bukti adanya kerajaan berikutnya di wilayah Jawa Barat baru muncul lewat Prasasti Rakryan Juru Pangambat yang ditemukan di Desa Kebon Kopi, Bogor. Prasasti yang bertarikh tahun 932 Masehi itu menyebut "Raja Sunda". Berbagai bukti lain, baik yang berupa prasasti, naskah kuno, maupun kisah-kisah tertulis musafir asing, memang menunjukkan bahwa masa antara abad ke-9 hingga ke-16 Masehi di wilayah Jawa Barat telah berkembang sebuah kerajaan yang diduga bernama Kerajaan Sunda.
Persoalan nama kerajaan ini sesungguhnya masih belum pasti benar. Sebab selama ini para ahli telah menemukan sejumlah nama kerajaan yang hidup di Jawa Barat, seperti Pakuan, Pajajaran, Galuh, Kawali, dan sebagainya. Namun di dalam kitab Sejarah Nasional Indonesia Jilid II (Jakarta: Depdikbud & Balai Pustaka, 1984), disebutkan bahwa nama-nama itu hanya mengacu kepada nama ibu kota, sedangkan kerajaannya tetap bernama Kerajaan Sunda.
Namun tidak satu pun prasasti maupun naskah kuno yang memuat kisah tentang muncul dan berkembangnya kota pelabuhan Sunda Kelapa. Kita baru mengetahui keberadaan Sunda Kelapa lewat laporan perjalanan petualang Portugis, Tome Pires, yang disusun tahun 1513, dan Antonio Pigafetta yang disusun tahun 1522.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR