Intisari-Online.com -Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pilpres 2024 akhirnya diketok juga.
Senin (22/4) siang, MK resmi menolak gugatan Pilpres yang dilayangkan oleh Anies Baswedan danj Muhaimin Iskandar, capres dan cawapres nomor urut 01.
Keputusan itu langsung dibacakan oleh Ketua Hakim MK Suhartoyo di Gedung MK.
"Dalam pokok permohonan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Suhartoyo.
Dalam kesempatan itu, Suhartoyo juga menyatakan menolak eksepsi yang diajukan oleh termohon dan pihak terkait.
"Mengadili dalam eksepsi menolak eksepsi termohon dan pihak terkait untuk seluruhnya," ujarnya.
Dalam pertimbangannya, hakim MK menilai adanya sanksi yang diberikan DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) kepada komisioner KPU, tidak dapat dijadikan alasan bagi MK untuk membatalkan penetapan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai capres-cawapres di Pilpres 2024.
MK juga menilai putusan MKMK tidak bisa serta merta dapat menjadi bukti yang cukup untuk meyakinkan Mahkamah bahwa telah terjadi tindakan nepotisme yang melahirkan abuse of power Presiden dalam perubahan syarat pasangan calon presiden-wakil presiden.
Tak hanya itu, dalam pertimbangannya, MK juga tidak menemukan hubungan antara penyaluran bantuan sosial (bansos) dengan peningkatan perolehan suara salah satu pasangan capres-cawapres di Pilpres 2024.
Dalampermohonannya, tim hukum Anies-Muhaimin menyampaikan sembilan butir petitum.
Yaitu:
1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan batal Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 Tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Secara Nasional Dalam Pemilihan Umum Tahun 2024 yang ditetapkan pada hari Rabu, 20 Maret 2024, pukul 22:19 WIB sepanjang Diktum Kesatu;
3. Menyatakan diskualifikasi Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 2 atas nama H. Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024;
4. Menyatakan batal Keputusan KPU Nomor 1632 Tahun 2023 tentang Penetapan Pasangan Calon Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 tertanggal 13 November 2023 dan Keputusan KPU Nomor 1644 Tahun 2023 tentang Penetapan Nomor Urut Pasangan Calon Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024, tertanggal 14 November 2023, sepanjang berkaitan dengan penetapan pasangan calon peserta dan penetapan nomor urut 2 atas nama H. Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka;
5. Memerintahkan kepada KPU untuk melakukan pemungutan suara ulang pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 tanpa mengikutsertakan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 2 atas nama, H. Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka;
6. Memerintah kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia untuk melakukan supervisi dalam rangka pelaksanaan amar putusan ini;
7. Memerintahkan kepada Presiden untuk bertindak netral dan tidak memobilisir aparatur negara serta tidak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai alat untuk menguntungkan salah satu pasangan calon dalam pemungutan suara ulang;
8. Memerintahkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia beserta jajarannya untuk melakukan pengamanan proses pemungutan suara ulang Presiden dan Wakil Presiden secara netral dan profesional;
9. Memerintahkan kepada Tentara Nasional Indonesia beserta jajarannya, untuk membantu pengamanan proses pemungutan suara ulang Presiden dan Wakil Presiden sesuai dengan kewenangannya.
Alasan ditolak
Pada pokoknya, gugatan pasangan mantan Gubernur DKI Jakarta dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu dianggap tidak beralasan menurut hukum.
Karena itulah dalil-dalil yang disampaikan pemohon tidak dipertimbangkan lebih lanjut lantaran dinilai tak relevan.
"Mahkamah berpendapat permohonan pemohon tidak berlasan menurut hukum untuk seluruhnya," ujar hakim konstitusi Guntur Hamzah.
“Oleh karena itu, jika masih terdapat fakta hukum dalam persidangan baik yang dildalilkan atau tidak didalilkan oleh pemohon belum dinilai dan dipertimbangkan, Mahkamah meyakini hal tersebut tidak dapat membuktikan adanya relevansi dengan signifikansi perolehan suara atau hasil yang merupakan prinsip dasar dalam mengungkap perselisihan hasil tentang pemilihan umum sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945,” lanjutnya.
Adapun sidang pembacaan putusan sengketa hasil Pilpres 2024 ini dimulai pada pukul 09.06 WIB.
Pertimbangan putusan dibacakan bergantian oleh Suhartoyo dan tujuh hakim MK lainnya.
Saat mengawali pembacaan putusan, Suhartoyo menyebutkan bahwa putusan ini diambil setelah membaca permohonan Anies-Muhaimin sebagai pemohon, mendengar keterangan pemohon, membaca dan mendengar jawaban KPU sebai termohon.
Lalu, membaca dan mendengar keterangan kubu pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai pihak terkait, dan Bawaslu.
Juga mendengar keterangan saksi, ahli, dan kesimpulan dari Anies-Muhaimin, KPU, Prabowo-Gibran, dan Bawaslu.
Selanjutnya, MK juga membaca dan mendengar keterangan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Sosial.
MK pun membaca keterangan amicus curiae dari berbagai pihak serta memeriksa alat bukti yang diberikan Anies-Muhaimin, KPU, Prabowo-Gibran, dan Bawaslu.
Putusan yang dibacakan ini hanyalah putusan atas permohonan yang diajukan Anies-Muhaimin, masih ada permohonan dari pasangan capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, yang akan dibacakan oleh hakim MK.
Dalam gugatannya ke MK, baik Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sama-sama meminta agar Prabowo-Gibran didiskualifikasi, dan digelar pemungutan suara ulang.
Berbeda dengan Ganjar-Mahfud, Anies-Muhaimin juga memasukkan petitum alternatif, yakni diskualifikasi hanya untuk Gibran.
Dapatkan artikel terupdate Intisari-Online.com di Google News