Intisari-Online.com -Belum lama ini viral bocah 4 tahun di Madura bertunangan.
Video pertunangan ini menyebar di berbagai media sosial, dari TikTok hingga Instagram.
Jika dicermati, video itu sepertinya video lama yang viral kembali.
Dilansir Tribunnews.com, acara tunangan itu digelar di rumah sederhana dan dihadiri sejumlah tamu undangan.
Video acara tunangan pasangan bocah tersebut viral diunggah akun Tiktok milik @massaki90.
"#tunangan #happyengegement semoga Sampek ke pelaminan dek” bunyi keterangan dalam unggahan tersebut dikutip TribunTrends, Kamis, (18/4/2024).
Dalam video berdurasi 45 detik tersebut, tampak seorang bocah perempuan mengenakan busana muslim berwarna hijau tengah bersalaman dengan para tamu undangan.
Prosesi tunangan yang dilakukan di rumah tersebut dihadiri sejumlah tamu undangan khususnya para wanita yang tengah duduk berjejer di beranda sebuah rumah.
Bocah perempuan tersebut juga tampak menggunakan lipstik di bagian bibirnya selama prosesi pertunangan berlangsung.
Pada video lainnya yang diunggah di hari yang sama, berdurasi sepanjang 59 detik yang menampilkan dua orang bocah Perempuan, di mana salah satunya adalah bocah Perempuan yang diduga tengah bertunangan.
Tampak bocah tersebut berdiri di depan meja, yang diatasnya dipenuhi oleh beragam makanan dan keperluan pihak perempuan yang diduga adalah seserahan dari pihak laki-laki.
Bocah Perempuan tersebut tampak mengenakan sejumlah cincin di jari tangannya dan tampak malu-malu.
Masih dengan pemilik akun yang sama, ia kemudian kembali mengunggah sosok bocah laki-laki yang bertunangan.
---
Praktik perkawinan anak di Madura biasanya dimulai dengan adanya pertunangan anak yang kemudian selang beberapa bulan dilanjutkan dengan perkawinan.
Begitu kataTheodora Rahmawati, dkk. dalam paper berjudul "Tradisi Perkawinan Anak Di Madura (Diskursus UU No.12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Dan Hukum Islam)" untuk 6th International Conference on Islamic Studies (ICONIS) 2022.
Hal tersebut menjadi lumrah karena dilakukan oleh hampir seluruh masyarakat desa di daerah-daerah pedesaan sehingga menjadikannya sebuah tradisi.
Misalnya, di beberapa desa Kabupaten Sumenep, praktik perkawinan anak dimulai dengan pertunangan yang dijodohkan oleh orangtua yang biasanya perjodohan tersebut bahkan masih dalam kandungan.
Setelah pertunangan akan dilanjutkan perkawinan usia antara 12-15 tahun atas dasar keinginan orangtua dengan dalih adanya kekhawatiran jika terjadi perzinahan sehingga mereka segera dinikahkan.
Dalam hal ketika tidak sampai usia boleh menikah telah berpisah, salah satu orang tua yang ingin membatalkan berkunjung untuk menyampaikan dengan jalur kekeluargaan.
Adapun pelaksanaan perkawinan anak masyarakat Madura diawali dengan pertunangan yang dipilihkan oleh kedua orangtua.
Biasanya anak-anak dijodohkan dengan kerabatnya sendiri dan bahkan perjodohan tersebut dimulai dalam masa kandungan.
Acara pertunangan pun dilangsungkan secara meriah seperti acara perkawinan/walimah.
Misalnya, di Desa Longos Kabupaten Sumenep, mereka melangsungkan acara pertunangan selama satu hari satu malam dengan mengundang para tokoh agama dan hiburan seperti sinden, saweran, dan lain-lain.
Setelah itu, mereka menaiki kuda dan diarak keliling kampung sebagai tanda bahwa mereka telah terjalin ikatan pertunangan.
Selang beberapa bulan, ketika para orang tua cocok dan sepakat untuk melanjutkan ke jenjang perkawinan, maka mereka menikahkan anak-anaknya melalui kyai atau mudin desa yang sebelumnya melapor terlebih dahulu ke Kepala Desa.
Harapannya, agar mereka bisa bebas jika berboncengan dan tidak menjadi gunjingan di masyarakat.
Akan tetapi, mereka tidak berkumpul karena masih kecil dan tetap melanjutkan sekolah masing-masing.
Biasanya, intensitas bertemu hanya satu tahun sekali pada saat lebaran.
Uniknya, ketika mereka gagal untuk melanjutkan ke perkawinan, maka salah satu pihak yang hendak membatalkan berkujung kepada pihak lainnya dengan membawa ketupat atau pisang dengan jumlah ganjil dan diambil isinya.
Dengan begitu pihak yang dikunjungi akan mengerti maksud dari hal tersebut tanpa harus berkata bahwa pertunangan tidak bisa dilanjutkan.
Hal yang menarik, terdapat beberapa pasangan perkawinan anak setelah dinikahkan mereka tidak berkumpul satu rumah.
Tetapi kembali ke rumah orang tua masing-masing untuk melanjutkan sekolah dan bertemu ketika hari sabtu/minggu ketika libur.
Adapun ketika mereka telah dewasa atau sesuai dengan usia minimal menikah, mereka memperbarui perkawinan sesuai dengan aturan UU perkawinan atau dicatatkan di KUA.
Selain itu jika mereka akan melaksanakan perkawinan yang sah secara negara/dicatatkan tetapi terkendala kurangnya usia boleh kawin, maka mereka akan memanipulasi untuk menaikkan usia calon mempelai sehingga idak perlu untuk mengajukan permohonan dispensasi kawin.
---
Terlepas dari itu, pertunangan anak-anak, termasuk kasus di Madura, sungguh mengiris hati.
Pertunangan anak adalah rangkaian dari pernikahan anak yang ternyata penyebabnya tidak tunggal, begitu kata Theodora dkk.
Dalam paper itumerekamenyebut setidaknya adalah empat penyebab terjadinya perkawinan anak di Madura.
1. Agama
Mereka menulis, agama menjadi salah satu alasan tinggi dari faktor yang melatarbelakangi perkawinan anak di Madura.
Pasalnya, orangtua khawatir ketika anaknya sering bertemu tunangan atau pacarnya akan berdampak fatal seperti, hamil diluar nikah dan terjadinya perzinahan.
Sehingga perkawinan menjadi sebuah solusi untuk menjaga harkat dan martabat orangtua dari timbulnya fitnah dan dapat dikatakan pula bahwa perkawinan tersebut murni semata-mata sebagai ibadah.
2. Ekonomi
Fenomena perkawinan anak lebih banyak terjadi di masyarakat pedesaan dan pedalaman.
Meskipun tidak dipungkiri dewasa ini masyarakat kota juga melakukan perkawinan anak.
Tak dapat dipungkiri, peningkatan kasus perkawinan anak banyak terjadi di daerah-daerah yang tingkat perekonomian rendah/miskin.
Keluarga yang memiliki perekonomian lemah menikahkan anaknya sedini mungkin dengan lelaki yang mapan agar terbebas dari beban keluarga (sandang,pangan dan papan).
Harapannya agar anaknya memiliki ekonomi yang baik pascamenikah.
Meskipun pada kenyataannya mereka tetap berada dalam lingkaran kemiskinan karena himpitan ekonominya.
Alasan lainnya, dengan pendidikan yang rendah, maka akan sulit untuk mendapat pekerjaan sehingga perekonomian keluarga berada dalam garis kemisikanan bahkan untuk makan pun kesulitan.
3. Tradisi
Perkawinan anak yang terjadi di Madura merupakan salah satu Budaya yang lahir dari masyarakat itu sendiri.
Karena hal ini telah menjadi sesuatu yang turun temurun dan dapat diterima oleh masyarakat dengan dalih tradisi.
Sehingga, faktor budaya yang melatarbelakangi terjadinya perkawinan anak diterima secara luas oleh masyarakat sekitar.
Dahulu tradisi tesebut banyak dilakukan oleh masyarakat desa, akan tetapi dewasa ini masyarakat kota juga mngikuti tradisi tersebut.
4. Sosial
Perkawinan anak sering terjadi karena orangtua selalu mendapat cemoohan dari dari masyarakat sekitar yang menganggap bahwa perempuan yang tidak memiliki calon/pacar tidak laku dan pada akhirnya akan menjadi perawan tua.
Sehingga hal tersebut membuat orangtua untuk menikahkan anaknya sesegara mungkin agar terhindar dari gunjingan masyarakat sekitar.
Begitulah beritaviral bocah 4 tahun di Madura tunangan. Menurut studi, ada beberapa penyebabnya: dari agama hingga ambisi orangtua untuk keluar dari kemiskinan.
Baca berita terupdate lainnya dari Intisari-Online.com diGoogle News