Intisari-Online.com – Ada dua orang anak sedang duduk berbincang dengan ibunya di ruang tamu. Tiba-tiba terjadi badai besar, guntur, dan kilat yang sambar-menyambar. Keadaan sangat mencekam dan membuat mereka ketakutan. Kedua anak itu langsung mendekap Ibunya dan sang Ibu dalam kepanikan memberikan kata-kata penghiburan pada kedua anaknya.
Satu jam kemudian, badai itu reda dan keadaan kembali membaik. Hanya sedikit kerusakan terjadi pada rumah mereka. Anak pertama bertanya pada adiknya, “Apakah kamu baik-baik saja, Dik?”
Jawab adiknya, “Baik, aku dalam keadaan baik, hanya aku tadi takut sekali hingga aku terus berdoa berulang-ulang agar tidak terjadi hal-hal buruk pada kita.”
Si kakak berkata lagi, “Aku tidak berdoa apa-apa tetapi aku juga dalam keadaan baik. Jadi doa atau tidak bukan hal penting, karena tanpa doa pun kita dalam keadaan baik,” sambungnya, “Ma, apakah mama tadi juga berdoa? Aku lihat mama tidak berdoa karena mama sibuk menenangkan kami agar tidak takut.”
Jawab Sang Ibu, “Mama berdoa dengan melakukan pekerjaan yang terbaik yaitu menenangkan kalian. Dan doa yang terbaik adalah ada dalam tindakan nyata.”
Kata anak yang pertama, “Apakah ketika mama berbicara untuk menenangkan kami tadi bisa dikatakan doa?”
Jawab sang Ibu, “Benar! Berdoalah dengan tindakan, bukan hanya diam saja tidak melakukan apa-apa.”
Sejenak percakapan kedua anak dengan ibunya itu seperti percakapan biasa dan sering kita alami. Pandangan anak pertama p un sering ada di dalam diri kita, “tidak berdoa pun kita selamat, jadi apa artinya sebuah doa?” Anak pertama ini tidak menyadari kalau hasil dari doa yang dilakukan oleh orang lain juga berkaitan dengan dirinya, bahkan mungkin yang menyelamatkannya adalah doa dari adik dan ibunya itu.
Jika doa dari adiknya tidak ada dan adiknya hanya ketakutan serta menangis berlarian kesana-kemari maka ceritanya akan lain. Dan jika ibunya tidak melakukan tindakan untuk menenangkan kedua anaknya, maka keadaan pun akan berbicara lain. Suasana yang penuh dengan ketakutan yang mencekam dan dalam keadaan seperti itu orang akan kehilangan “arah” dan akhirnya bertindak “sembarangan” dengan berjuta pemikiran yang akan terjadi di luar rumah. Entah itu berkaitan dengan mobilnya, ayamnya, kebunnya, atau apapun yang dipunyai dan ada di luar rumah. Maka, hasil nyata dari doa itu adalah ketenangan.
Dalam keadaan tenang, orang menjadi siaga dan tahu apa yang akan terjadi dan kecepatan bertindak menjadi lebih cepat. Maka sebenarnya yang menjadikan “kehancuran” dan “ketidakselamatan” seseorang sebenarnya bukan bencana itu tetapi rasa panik dan ketakutan akan keadaan yang terjadi. Dengan doa dan tindakan nyata dari doa, rasa panik bisa diatasi dan kebaikan pun didapatkan.
Seperti kisah Nasrudin berikut ini. Ketika itu ada wabah penyakit lewat dan bertemu dengan Nasrudin. Nasrudin bertanya, “Hendak ke manakah kau, hai wabah penyakit?”
Jawab wabah itu, “Ke kota A untuk membunuh sepuluh orang.”
Setelah beberapa hari Nasrudin kembali bertemu dengan wabah itu, dan ia bertanya, “Hai, wabah, kau bilang akan membunuh sepuluh orang, tapi mengapa yang mati hingga seratus orang?”
Jawab wabah itu, “Aku hanya membunuh sepuluh orang dan yang sembilan puluh mati karena panik dan ketakutan.” Nasrudin hanya bisa manggut-manggut saja.
Ketakutan dan kepanikan yang sebenarnya berbahaya dalam kehidupan ini. Seperti kisah Ibu dan anak kedua tadi, mereka berdoa untuk menenangkan suasana agar kepanikan tidak terjadi dalam rumah itu. Maka dalam menyikapi bencana dan kesulitan selalulah berdoa dan tenangkan diri, jangan biarkan kepanikan dan ketakutan, karena dengan doa dan tenang, semua bisa berjalan dengan baik.
Mari menjaga ketenangan hati dengan doa dalam keadaan apapun. Karena doa adalah cara kita bertemu dengan Tuhan. (BMSPS)