Intisari-Online.com -Fase peralihan dalam kehidupan manusia dianggap sebagai fase yang penting dan berbahaya.
Itulah kenapa sering diadakan upacara saat seseorang berada di fase ini.
Pertanyaannya,mengapa dalam peralihan tahapan siklus hidup manusia perlu dilakukan upacara?
Di antara satu tahapan kehidupan menuju satu tahapan berikutnya atau yang dikenal dengan masa peralihan, biasanya akan diadakan suatu ritus atau upacara, yang sifatnya universal.
Penyelenggaraan pesta dan upacara sepanjang daur hidup yang universal sifatnya itu disebabkan adanya kesadaran.
Yaitu bahwa setiap tahap baru dalam daur hidup menyebabkan masuknya seseorang di dalam lingkungan sosial yang baru dan lebih luas.
Saat seorang bayi disapih, ia mulai merasa dipisahkan dari ibunya, dan merasa bahwa sejak saat itu hidupnya mulai tergantung pula pada orang lain selain ibu di sekitarnya.
Bisa ayahnya, kakak-kakaknya, dan tidak menutup kemungkinan orang diluar keluarganya.
Makin besar seorang anak, makin luas lingkungan sosialnya.
Pada masa peralihan, yaitu peralihan dari satu tahap kehidupan atau lingkungan sosial ke tahap kehidupan atau lingkungan sosial berikutnya, pada beberapa kebudayaan masayarakat menganggap bahwa masa peralihan merupakan saat-saat yang penuh bahaya.
Baik pada wujud nyata maupun wujud gaib.
Baca Juga: Apa Tahapan Pertama Dalam Menyusun Etnografi Dan Mengapa Demikian?
Maka merupakan suatu hal yang wajar, jika upacara daur hidup tidak sedikit yang mengandung unsur-unsur penolak bahaya gaib.
Dalam antropologi, upacara-upacara seperti biasanya disebut crisis rites (upacara masa kritis) atau rites de passage (upacara peralihan).
Pada banyak bangsa, upacara masa hamil, upacara kelahiran, upacara pemberian nama, upacara potong rambut, upacara melubangi telinga, upacara merajah (tattoo, atau tatuase), upacara mengasah gigi, upacara pada haid pertama, ataupun upacara khitanan, dilaksanakan sebagai upaya untuk menolak bahaya gaib yang dapat timbul ketika seseorang beralih dari satu tingkat hidup ke tingkat hidup yang lain.
Di samping itu, upacara-upacara seperti itu juga memiliki fungsi sosial yang penting.
Antara lain untuk memberitakan kepada khalayak ramai mengenai perubahan tingkat hidup yang telah dicapai itu.
Demikian pula upacara inisiasi merupakan upacara yang dilangsungkan sewaktu seseorang memasuki golongan atau status sosial tertentu.
Dan karena itu mengandung unsur-unsur upacara untuk saat-saat kritis dalam kehidupan orang.
Dalam banyak kebudayaan di dunia, daur kehidupan dimulai sejak seseorang masih berada dalam kandungan ibunya.
Penyelenggaraan ritus tersebut biasanya dilaksanakan pada usia kandungan empat atau tujuh bulan.
Masyarakat Jawa menggunakan istilah tingkeban atau mitoni (karena diselenggarakan pada usia kandungan tujuh bulan).
Ritus tingkeban ini pun juga dihubungan dengan masalah krisis dalam kehidupan individu.
Kehamilan memang suatu kondisi yang dianggap serba tidak menentu dan tidak pasti.
Ada saja kekhawatiran, apakah si anak akan tumbuh dan lahir dengan sempurna.
Atau malah sebaliknya.
Dan lain-lain.
Baca Juga: Mengapa Saat Ini Marak Adanya Etnografi Digital Atau Virtual?
Ketidakpastian tersebut diatas menimbulkan perasaan cemas dan perasaan terlanda krisis.
Ritus yang diselenggarakan dimaksudkan dapat memberikan efek psikologis untuk menenangkan dan menenteramkan perasaan dan menumbuhkan keyakinan akan keberhasilan.
Masyarakat tradisional Jawa misalnya, mengenal ritus-ritus yang berhubungan dengan kelahiran dan berbagai peralihan lain sepanjang kehidupan anak-anak:
- upacara sepasaran
- pupak puser
- pemberian nama
- selapanan
- akekah
- tedaksiti
- ngruwat
- ganti nama.
Ritus-ritus semacam itu tampaknya tak banyak mengubah status seseorang anak, meskipun begitu, itu adalah sebuah upaya dan cara supaya si bayi lahir dan tumbuh dengan selamat.
Itulah jawaban dari pertanyaanmengapa dalam peralihan tahapan siklus hidup manusia perlu dilakukan upacara? Semoga bermanfaat.
Baca Juga: Beginilah Cara Menyusun Tema Yang Tepat Dalam Pembelajaran Etnografi