Kok Ada Mantan Menteri Tidak Bisa Berobat Karena Tak Punya Uang? Inilah kisah Menteri 'Termiskin' Di Indonesia

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Sutami (kanan) dikenal sebagai menteri termiskin di Indonesia. Di masa pensiunnya dia bahkan tidak bisa bayar rumah sakiat saat sakit.
Sutami (kanan) dikenal sebagai menteri termiskin di Indonesia. Di masa pensiunnya dia bahkan tidak bisa bayar rumah sakiat saat sakit.

Intisari-Online.ccom -Sebagai seorang mantan menteri, terlebih Menteri Pekerjaan Umum terlebih, harusnya hidup Sutami terjamin.

Paling tidak, terjamin oleh negara.

Tapi ternyata tidak, beginilah kisah menteri "termiskin" di Indonesia yang berobat saja susah.

Sutami adalahMenteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik di era Presiden Soekarno.

Dia juga menduduki jabatan yang saat pemerintahan bergerak ke tangah Jenderal Soeharto.

Hidup Sutami penuh dengan keteladanan.

Mengawasi banyak proyek pembangunan, Sutami tetap hidup dalam kondisi yang sangat sederhana.

Dia bahkan disebut-sebut sebagai menteri termiskin dalam sejarah Republik Indonesia.

PLN pernah mencabut listrik di rumahnya karena Sutami telat bayar listrik.

Sebelum akhir hayatnya, di jatuh sakit dan kekurangan gizi.

Menteri yang bersahaja itu disebut-sebut tak punya uang untuk membayar rumah sakit.

Menjadi ironis sebab Sutami selama 14 tahun menjabat menteri untuk dua presiden.

Sutami lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 19 Oktober 1928.

Dia dikenal sebagai sosok yang mencurahkan tenaga dan pikirannya tanpa melihat latar belakangnya.

Mengutip Intisari,Sutami menghabiskan masa kecilnya di kota Solo hingga bersekolah di SMA Negeri 1 Surakarta.

Selanjutnya, Sutami melanjutkan pendidikan dengan berkuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB) hingga mendapatkan gelar insinyur.

Sutami ditunjuk sebagai menteri sejakera Kabinet Dwikora tahun 1964, di masa Bung Karno.

Dia kemudian kemudian dipercaya menjadi Menteri Koordinator Pekerjaan Umum dan Tenaga untuk urusan penilaian konstruksi.

Kariernya berlanjut dengan mengisi jabatan yang sama pada Kabinet Dwikora II tahun 1966.

Jabatan sebagai seorang menteri masih terus melekat pada Sutami, setidaknya hingga tahun 1978.

Selama itu, sosoknya dikenal sebagai pribadi yang sangat sederhana sehingga begitu dipercaya oleh Soekarno dan Soeharto.

Setelah mengalami kondisi sakit, Ir Sutami meninggal dunia pada 13 November 1980 saat usianya menginjak 52 tahun.

Dia diketahui mengidap penyakit lever yang diduga terjadi akibat Sutami sibuk bekerja tanpa memikirkan kesehatan dirinya sendiri.

Meski telah tiada, namun nama Ir Sutami diabadikan untuk menamai banyak hal di Indonesia.

Mulai dari Jalan Ir. Sutami di Surakarta, hingga Bendungan Sutami di Katangkates, Kabupaten Malang.

Meski menjabat menjabat Menteri PU, nyatanya Sutami justru hidup di rumah yang atapnya bocor.

Hal itu terungkap dari tulisan Hendropranoto Suselo, Staf Ahli Menteri PU, dalam Edisi Khusus 20 Tahun Majalah Prisma yang diterbitkan LP3ES (1991).

Dikisahkan, saat Lebaran tiba, rumah Sutami ramai dikunjungi tamu.

Bukannya takjub karena mendatangi rumah menteri yang pada umumnya serba berkecukupan bahkan cenderung mewah, para tamu justru dibuat kaget.

Sebab mereka melihat ke atap dan banyak bekas bocor pada langit-langit rumah Sutami.

Rupanya sudah lama atap rumah Sutami bocor.

Bahkan, rumahnya yang terletak di Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, dibeli dengan cara mencicil.

Saat akan memasuki masa pensiun, rumah itu barulah berhasil dilunasi.

Cerita betapa sederhananya kehidupan seorang Menteri Sutami belum berhenti sampai di situ.

Selain atap yang bocor, layanan listrik di rumah Sutami juga sempat dicabut oleh PLN.

Ini terjadi di kediaman pribadi Sutami yang ada di Kota Surakarta.

Bukan lagi perkara sederhana, Sutami ketika itu memang sempat kekurangan uang, sehingga ia terlambat membayar tagihan listrik yang harus ia bayar.

Alhasil PLN pun melakukan pencabutan layanan sementara untuk kediaman Sutami.

Kisah lainnya, ketika Sutami sakit, ia bahkan takut dirawat di rumah sakit, karena ia tidak mempunyai cukup uang.

Dia baru mau dirawat di rumah sakit ketika pemerintah turun tangan.

Selama menjalani perawatan medis di rumah sakit itu, Presiden Soeharto kerap menjenguk Sutami.

Tak heran, julukan sebagai "Menteri termiskin".

Semua itu terjadi akibat Sutami yang tak pernah mau memanfaatkan fasilitas negara secara berlebihan.

Sutami memang dikenal tidak pernah hidup bermewah-mewahan, sekalipun ia adalah menteri kabinet selama 14 tahun.

Saat tak lagi menjadi menteri di tahun 1978, dia pun mengembalikan semua fasilitas negara yang pernah ia terima.

Meski hidup dalam kondisi serba pas-pasan bahkan pernah juga kekurangan, selama menjabat sebagai menteri PU, Sutami telah menorehkan banyak karya gemilang.

Pada eranya, Jembatan Semanggi yang hingga kini menjadi salah satu ikon Jakarta dibangun.

Di bawah masa kepemimpinannya, beragam proyek besar juga ia awasi.

Misalnya renovasi Gedung DPR, pembuatan Waduk Jatiluhur, hingga pembangunan Bandara Ngurah Rai di Bali dan Jembatan Ampera di Palembang.

Diberitakan Kompas TV, meski memegang banyak proyek dengan skala besar, Sutamj tidak pernah meminta fee kepada pemborong atau perusahaan yang mengerjakannya demi kepentingan pribadinya.

Sutami memang berbeda. Semua orang yang bekerja dengannya selalu bisa menangkap kesan pendiam dan sederhana darinya.

Selain itu, Sutami dikenal memiliki keahlian arsitektur yang mumpuni.

Salah satu hasil pikiranya adalah Kubah Gedung MPR/DPR berwarna hijau yang masih dipertahankan hingga saat ini.

Sebelumnya, atap gedung legislatif itu berbentuk kubah murni.

Namun, Sutami mengingatkan bahwa hal itu akan memunculkan masalah serius.

Alasannya, perkara atap ini menyangkut pemerataan penyaluran beban gaya vertikal ke tiang-tiang penopang kubah.

Ia pun membuat sketsa dan perhitungan teknisnya dan jadilah kubah Gedung MPR/DPR yang kita saksikan sekarang.

Artikel Terkait