Intisari-online.com - Kerajaan Kutai Martadipura adalah kerajaan bercorak Hindu tertua di Indonesia yang didirikan sekitar abad ke-4 Masehi.
Letak Kerajaan Kutai di Muara Kaman di tepi Sungai Mahakam, yakni pedalaman Kalimantan yang terletak kurang lebih 133 kilometer dari Kota Samarinda.
Keberadaan Kerajaan Kutai diketahui dari prasasti Yupa (batu yang bertuliskan huruf pallawa dan bahasa Sanskerta) yang ditemukan di daerah tersebut pada tahun 1879 oleh seorang penjelajah Belanda bernama Hendrikus Albertus Lorentz.
Prasasti Yupa menyebutkan nama Raja Kudungga sebagai raja pertama yang menduduki tahta Kerajaan Kutai.
Prasasti tersebut juga menyebutkan bahwa Kudungga memiliki seorang putra yang bernama Asmawarman, sebagai raja Kutai kedua.
Asmawarman memiliki tiga orang putra, salah satunya bernama Mulawarman.
Raja Mulawarman inilah yang membawa Kerajaan Kutai menuju puncak kejayaan.
Ia dikenal sebagai raja yang sangat dermawan, yang telah mempersembahkan 20.000 ekor sapi kepada para Brahmana (pendeta Hindu) sebagai tanda rasa syukur atas keberhasilan pemerintahannya.
Namun, setelah masa pemerintahan Raja Mulawarman, Kerajaan Kutai tidak menunjukkan tanda-tanda yang jelas.
Tidak ada prasasti atau sumber sejarah lain yang menyebutkan nama-nama raja Kutai selanjutnya.
Hal ini menimbulkan misteri tentang apa yang terjadi dengan Kerajaan Kutai setelah masa keemasannya.
Baca Juga: Sejarah Kerajaan Medang Kamulan, Dari Mataram Kuno hingga Airlangga
Apakah kerajaan ini mengalami kemunduran, perpecahan, atau runtuh?
Salah satu teori yang paling populer adalah bahwa Kerajaan Kutai runtuh akibat ditaklukkan oleh Kesultanan Kutai yang memeluk Islam.
Kesultanan Kutai adalah kerajaan yang berdiri pada abad ke-13 di daerah yang sama dengan Kerajaan Kutai, tetapi memiliki sistem pemerintahan dan agama yang berbeda.
Kesultanan Kutai didirikan oleh Aji Batara Agung Dewa Sakti.
Pada abad ke-17, saat pemerintahan dipegang oleh Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa, Kesultanan Kutai berhasil menaklukan Kerajaan Kutai yang berada di Muara Kaman.
Pada saat itu, Kerajaan Kutai diperintah oleh Raja Maharaja Dharma Setia, yang tewas dalam peperangan tersebut. Selanjutnya, kedua kerajaan tersebut menyatu dengan nama Kerajaan Kutai Kartanegara.
Teori ini didukung oleh beberapa bukti, antara lain:
- Adanya perbedaan corak agama antara Kerajaan Kutai yang Hindu dan Kesultanan Kutai yang Islam, yang mungkin menimbulkan konflik dan persaingan.
- Adanya kesamaan nama antara Kerajaan Kutai dan Kesultanan Kutai, yang mungkin menunjukkan adanya hubungan sejarah atau keturunan antara keduanya.
- Adanya peninggalan berupa makam-makam raja Kutai yang berada di daerah Kutai Lama, yang merupakan pusat pemerintahan Kesultanan Kutai.
Meskipun teori ini cukup kuat, tetapi masih ada beberapa kelemahan dan pertanyaan yang belum terjawab, antara lain:
Baca Juga: Masa Kejayaan Kerajaan Kalingga Merupakaan Kerajaan Terkuat di Jawa Tengah
- Bagaimana proses penyebaran Islam di daerah Kutai, dan apa faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat Kutai untuk menerima agama baru tersebut²?
- Apakah ada perlawanan atau perjuangan dari pihak Kerajaan Kutai untuk mempertahankan kekuasaan dan identitasnya⁴?
- Apakah ada sumber sejarah lain yang bisa membuktikan atau membantah teori ini, seperti catatan-catatan dari kerajaan-kerajaan tetangga, pedagang-pedagang asing, atau penjelajah-penjelajah Eropa?
Dengan demikian, misteri runtuhnya Kerajaan Kutai masih belum terpecahkan secara pasti. Kerajaan Kutai tetap menjadi salah satu warisan sejarah yang berharga bagi bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Kalimantan.
Itulah beberapa teori mengenai faktor kemunduran kerajaan Kutai, yang merupakan kerajaan Hindu tertua di Nusantara.