Sosok Raja Airlangga, Apakah Pemulih atau Pengkhianat Kerajaan Medang?

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Ilustrasi - Kerjaan Medang
Ilustrasi - Kerjaan Medang

Intisari-online.com - Kerajaan Medang adalah salah satu kerajaan besar di Jawa Timur yang berdiri sejak abad ke-10 Masehi.

Kerajaan ini didirikan oleh Mpu Sindok dari Wangsa Isyana, yang memindahkan pusat kekuasaan Kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur.

Kerajaan Medang mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Raja Dharmawangsa Teguh, yang menguasai wilayah Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat, dan menantang hegemoni Kerajaan Sriwijaya.

Namun, pada tahun 1017 Masehi, Kerajaan Medang mengalami bencana besar yang disebut Mahapralaya.

Kerajaan ini diserang oleh aliansi Raja Wurawari dari Lwaram dan Kerajaan Sriwijaya, yang dendam karena sering diserang oleh Dharmawangsa Teguh.

Serangan ini menghancurkan ibu kota Kerajaan Medang, Wwatan, dan menewaskan Dharmawangsa Teguh beserta keluarganya.

Hanya satu orang yang berhasil selamat dari bencana ini, yaitu Airlangga, keponakan sekaligus menantu Dharmawangsa Teguh.

Airlangga adalah putra Raja Udayana dari Kerajaan Bedahulu di Bali dan Mahendradatta, putri Mpu Sindok dari Wangsa Isyana.

Ia lahir di Bali pada tahun 990 Masehi, dan kemudian menikah dengan putri Dharmawangsa Teguh di Wwatan.

Ketika Mahapralaya terjadi, Airlangga berhasil melarikan diri ke hutan pegunungan Wanagiri, bersama dengan pembantunya, Mpu Narotama.

Di sana, ia menjalani hidup sebagai pertapa selama tiga tahun, dan mempersiapkan diri untuk membalas dendam dan membangun kembali Kerajaan Medang.

Baca Juga: Kisah Zimri Raja Israel yang Berkuasa Selama 7 Hari Kemudian Bunuh Diri Usai Naik Takhta

Pada tahun 1020 Masehi, Airlangga diangkat menjadi raja oleh rakyat yang masih setia kepadanya.

Ia membangun ibu kota baru bernama Watan Mas, di dekat Gunung Penanggungan.

Ia juga mengganti nama kerajaannya menjadi Kerajaan Kahuripan, yang berarti "tanah yang subur".

Airlangga kemudian memulai perang melawan musuh-musuhnya, baik dari dalam maupun dari luar.

Ia berhasil mengalahkan Raja Wurawari, yang bertanggung jawab atas kehancuran Kerajaan Medang.

Ia juga berhasil mengalahkan Raja Wengker, yang memisahkan diri dari Kerajaan Medang dan menguasai wilayah Madiun.

Selain itu, ia juga berhasil mengalahkan Ratu Sima, yang memimpin pasukan raksasa dari Blambangan.

Airlangga juga berhasil mempertahankan wilayahnya dari serangan Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Colamandala dari India, dan Kerajaan Kediri yang baru muncul.

Airlangga tidak hanya seorang raja yang gagah berani, tetapi juga seorang raja yang bijaksana dan berbudaya.

Ia memerintahkan Mpu Kanwa untuk mengarang Kakawin Arjunawiwaha, sebuah karya sastra yang menggambarkan kehidupan dan perjuangan Airlangga sebagai seorang raja dan seorang pertapa.

Ia juga memerintahkan pembangunan berbagai candi dan petirtaan, yang menjadi saksi bisu kejayaan dan keagungan Kerajaan Kahuripan.

Baca Juga: Misteri Kerajaan Kandis Kerajaan Tertua yang Konon Sudah Berdiri Sejak 1 SM di Nusantara

Salah satu candi yang paling terkenal adalah Candi Belahan, yang menjadi tempat pemakaman Airlangga.

Di sana, ia digambarkan sebagai Dewa Wisnu yang mengendarai Garuda, sebagai simbol kekuasaan dan keselamatan.

Airlangga memerintah Kerajaan Kahuripan selama 23 tahun, dari tahun 1020 hingga 1043 Masehi.

Pada akhir masa pemerintahannya, ia memutuskan untuk turun takhta dan membagi kerajaannya menjadi dua, yaitu Kerajaan Panjalu dan Kerajaan Janggala, untuk kedua putranya, yaitu Sanggramawijaya dan Mapanji Garasakan.

Keputusan ini didasarkan pada nasehat Mpu Bharada, seorang pertapa yang dihormati oleh Airlangga.

Mpu Bharada mengatakan bahwa dengan membagi kerajaan, Airlangga akan menciptakan keseimbangan dan kedamaian di antara kedua putranya, yang memiliki sifat yang berbeda.

Sanggramawijaya adalah seorang yang berani dan agresif, sedangkan Mapanji Garasakan adalah seorang yang lembut dan damai.

Dengan demikian, Airlangga berharap bahwa kedua putranya akan saling melengkapi dan menghormati satu sama lain.

Namun, keputusan Airlangga ini ternyata menimbulkan kontroversi di kalangan sejarawan dan masyarakat.

Ada yang menganggap Airlangga sebagai seorang pemulih, yang berhasil menyatukan kembali Kerajaan Medang yang hancur, dan menciptakan kerajaan baru yang lebih besar dan lebih kuat.

Airlangga juga dianggap sebagai seorang raja yang adil dan bijaksana, yang memajukan bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan agama.

Baca Juga: Sejarah Benteng Rotterdam, Saksi Bisu Perjuangan Kerajaan Gowa-Tallo Melawan Penjajah Belanda

Airlangga juga dianggap sebagai seorang raja yang berbakti kepada leluhurnya, yang menghormati tradisi Wangsa Isyana dan Wangsa Warmadewa.

Namun, ada juga yang menganggap Airlangga sebagai seorang pengkhianat, yang mengkhianati Kerajaan Medang yang merupakan warisan leluhurnya.

Airlangga juga dianggap sebagai seorang raja yang egois dan tidak bertanggung jawab, yang membagi kerajaan yang telah ia bangun dengan susah payah, dan menyebabkan kerajaan itu menjadi lemah dan terpecah-belah.

Airlangga juga dianggap sebagai seorang raja yang tidak setia kepada keluarganya, yang meninggalkan kedua putranya yang masih muda, dan tidak memberikan bimbingan dan perlindungan kepada mereka.

Lalu, siapakah sebenarnya Airlangga? Apakah ia seorang pemulih atau pengkhianat Kerajaan Medang?

Jawaban atas pertanyaan ini mungkin tidak akan pernah diketahui dengan pasti, karena sejarah adalah sebuah cerita yang selalu memiliki banyak versi dan interpretasi.

Yang pasti, Airlangga adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah Indonesia, yang telah memberikan kontribusi yang besar bagi perkembangan peradaban di tanah air.

Airlangga adalah seorang raja yang berani, bijaksana, dan berbudaya, yang patut dihormati dan dijadikan teladan oleh generasi penerus bangsa.

Artikel Terkait