Pasti Anda masih ingat sewaktu harga cabai melambung tinggi. Satu kilogram mencapai Rp 100.000,-. Tetapi para petani cabai tidak serta merta menjadi kaya raya dengan kenaikan harga yang sangat drastis ini. Begitu juga dengan pedagang, karena pasokan tidak melimpah di pasaran. Penyebabnya, hantaman cuaca buruk yang tidak bersahabat dengan tanaman cabai.
Para ibu yang mengalami efek secara langsung ternyata memiliki cara cerdas untuk menyiasati hal itu. Dengan segala kreativitasnya, para ibu mengolah makanan agar tidak terlalu banyak mengonsumsi cabai. Atau malahan bersiasat mengurangi belanja lainnya agar tetap dapat menikmati rasa pedasnya cabai.
Salah satu siasat itu adalah menanam cabai. Sesungguhnya menanam cabai terbilang mudah. Cukup dengan menyebar biji cabai di lahan yang subur ia tumbuh dengan sendirinya. Akan berbeda jika cabai dibudidaya. Ia perlu perlakuan khusus agar maksimal produksinya. Cabai sangat rentan dengan cuaca yang tidak bersahabat. Terlalu panas atau terlalu banyak curah hujan tanaman cabai akan mati.
Untuk non-budidaya, cukup menanam cabai di dalam pot. Memang hasilnya tidak seberapa. Akan tetapi kalau satu RT atau RW tentu akan diperoleh jumlah yang banyak. Akan lebih baik jika satu RT atau RW tadi tidak menanam satu macam. Kalau ada beberapa tanaman sayuran bisa saling melengkapi. Selanjutnya kita budayakan lagi sistem barter atau saling tukar menukar barang. Antartetangga bisa saling melengkapi tanaman sayur atau bumbu dapur.
Dengan menanam sendiri kita tentu tahu betul pemeliharaan tanaman. Tanpa pestisida. Pupuk bisa menggunakan kompos yang diolah dari limbah rumah tangga. Tentu lebih sehat dan organik. Alhasil, sayuran organik pun tak lagi mahal. Jika semua ini dapat berjalan dengan lancar berkesinambungan, lingkungan rumah menjadi lebih teduh dan indah dengan puluhan pot sayur dan bumbu dapur. Keluarga sehat dengan pangan organik, kerukunan dalam bertetangga pun semakin erat.
Minta cabai sama tetangga sebelah, ah ...