Intisari-online.com - Kalimantan Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki sejarah panjang dan kaya akan keragaman budaya.
Salah satu kerajaan yang pernah berjaya di wilayah ini adalah Kesultanan Sambas, yang merupakan kerajaan Islam pertama di Kalimantan Barat.
Kesultanan Sambas didirikan pada tahun 1671 oleh Sultan Muhammad Shafiuddin I, yang merupakan keturunan dari Raja Brunei ke-9, Sultan Muhammad Hassan.
Kesultanan Sambas adalah penerus dari Kerajaan Sambas, yang sebelumnya beragama Hindu dan bercorak Jawa.
Kesultanan Sambas memiliki wilayah kekuasaan yang luas, meliputi sebagian besar pesisir utara Kalimantan Barat, serta beberapa daerah di pedalaman.
Kesultanan Sambas juga menjalin hubungan diplomatik dan perdagangan dengan kerajaan-kerajaan lain di Nusantara, seperti Banjar, Mataram, Banten, Johor, dan Aceh.
Kesultanan Sambas juga berinteraksi dengan bangsa-bangsa asing, seperti Tiongkok, Portugis, Belanda, Inggris, dan Spanyol.
Pada masa kejayaannya, Kesultanan Sambas dikenal sebagai pusat penyebaran Islam dan kebudayaan Melayu di Kalimantan.
Kesultanan Sambas memiliki sistem pemerintahan yang monarki absolut, dengan Sultan sebagai kepala negara dan pemerintahan.
Sultan dibantu oleh para pejabat tinggi yang disebut Datuk atau Pangeran.
Kesultanan Sambas juga memiliki lembaga peradilan yang disebut Mahkamah Syariah, yang mengatur hukum-hukum Islam di wilayahnya.
Baca Juga: Kesultanan Tidore Kerajaan yang Berjasa Dalam Penyebaran Islam di Papua dan Nusantara Timur
Kesultanan Sambas juga memiliki pasukan militer yang terdiri dari tentara reguler dan sukarelawan.
Pasukan militer Kesultanan Sambas pernah terlibat dalam beberapa peperangan, baik melawan musuh luar maupun dalam negeri.
Salah satu peristiwa penting dalam sejarah Kesultanan Sambas adalah Peristiwa Mandor, yang terjadi pada tahun 1944.
Peristiwa ini merupakan pemberontakan rakyat Sambas terhadap penjajahan Jepang, yang didukung oleh Sultan Muhammad Ibrahim Shafiuddin.
Peristiwa ini berakhir dengan kematian Sultan dan sebagian besar keluarganya, serta penghancuran Istana Alwatzikhubillah, yang merupakan pusat pemerintahan Kesultanan Sambas.
Peristiwa ini juga menandai berakhirnya masa kekuasaan Kesultanan Sambas secara de facto.
Meskipun demikian, Kesultanan Sambas masih tetap eksis secara de jure hingga saat ini.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Kesultanan Sambas menjadi bagian dari Daerah Istimewa Kalimantan Barat, yang kemudian dibubarkan pada tahun 1957.
Sejak saat itu, Kesultanan Sambas menjadi bagian dari Provinsi Kalimantan Barat.
Namun, gelar Sultan masih tetap dipertahankan oleh keturunan Sultan Muhammad Ibrahim Shafiuddin, yang saat ini dipegang oleh Sultan Muda Muhammad Tarhan.
Kesultanan Sambas adalah salah satu warisan sejarah dan budaya yang patut dibanggakan oleh masyarakat Kalimantan Barat khususnya dan Indonesia pada umumnya.
Baca Juga: Kisah Kesultanan Palembang, Kerajaan Islam di Sumatera yang Diincar Inggris dan Belanda
Kesultanan Sambas telah memberikan kontribusi besar dalam perkembangan Islam dan kebudayaan Melayu di wilayah ini.
Kesultanan Sambas juga telah menunjukkan semangat perjuangan dan patriotisme dalam menghadapi penjajahan asing.
Oleh karena itu, kesadaran akan sejarah dan identitas Kesultanan Sambas harus terus dilestarikan dan dikembangkan oleh generasi-generasi mendatang.