E-KTP-nya Disalahgunakan Orang Tak Dikenal, Wanita Di Semarang Ditagih Pajak 3 Miliar, Langsung Lemas

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Penulis

Seorang wanita di Semarang syok saat mendapat tagihan pajahk Rp3 miliar imbas e-KTP miliknya disalahgunakan seoserang.
Seorang wanita di Semarang syok saat mendapat tagihan pajahk Rp3 miliar imbas e-KTP miliknya disalahgunakan seoserang.

Seorang wanita di Semarang syok saat mendapat tagihan pajahk Rp3 miliar imbas e-KTP miliknya disalahgunakan seoserang.

Intisari-Online.com -Kisah tragis menimpa seorang wanita asals Semarang, Jawa Tengah, berinisial WW.

Bagaimana tidak, imbas e-KTP-nya disalahgunakan orang, dia harus menanggung pajak hingga 3 miliar.

Saat menerima surat tagihan, WW pun langsung lemas.

Bagaimana ceritanya?

E-KTP milik WW disalahkangunakan untuk mencuri data nasabah oleh empat pelaku.

Dua di antara mereka adalah mantan pegawai bank berpelat merah di Kota Semarang.

Keempat orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka itu terlibat dalam aksi pencurian data nasabah.

Kasus ini terbongkar setelah Ditreskrimsus Polda Jateng melakukan penyelidikan.

Empat tersangka itu berinisial SAN, DY, YS, dan SL.

Keempatnya merupakan warga Kota Semarang.

SAN dan DY yang berstatus mantan pegawai bank pelat merah tersebut sebagai ahli IT.

Mereka berperan mencuri data korban sekaligus membuat mesin EDC (Electronic Data Capture) atau alat gesek kartu ATM.

Dua tersangka lainnya, YS dan SL merupakan pengusaha.

Mereka merupakan penerima data dan mesin EDC dari dua tersangka tersebut.

Dua tersangka ini bertugas melakukan transaksi kartu kredit dan debit.

Imbas dari penggunaan data pribadi tersebut, seorang wanita Semarang berinisial WW harus menanggung kerugian hingga Rp 3 miliar akibat beban pajak dari aktivitas empat tersangka yang sudah dilakukan sejak 2020.

"Saya kerja di bagian IT selama 7 tahun."

"Saya melihat ada kelemahan sistem di bank itu."

"Uang yang saya peroleh Rp250 per mesin EDC yang berhasil disetujui pihak bank dan keuntungan 0,1 persen setiap transaksi melalui mesin EDC," kata tersangka berinisial SAN (31) saat konferensi pers di Mako Ditreskrimsus Polda Jateng, Senin (30/10/2023), melansir dari TribunJateng.

Sebelumnya WW harus menanggung pajak hingga Rp 3 miliar akibat data pribadinya berupa E-KTP dicatut oleh pegawai bank pelat merah itu.

Korban mengadu kepada polisi selepas mendapatkan tagihan pajak bernilai miliaran Rupiah pada Oktober 2022.

Kasus itu bergulir panjang hingga satu tersangka berinisial SAN dapat ditangkap pada bulan ini.

"Tiga tersangka berinisial YS, DY, dan SL sudah kami serahkan ke Kejaksaan pada 16 Oktober 2023."

"SAN rencana pekan ini, dia sempat DPO kabur ke beberapa daerah di Jawa Tengah," beber Dirreskrimsus Polda Jateng, Kombes Pol Dwi Subagio kepada Tribunjateng.com, Senin (30/10/2023).

Dia menuturkan, para tersangka menggunakan data identitas orang lain tanpa izin pemilik, lalu membuat dokumen palsu seolah-olah ada pengajuan rekening tabungan dan pembukaan merchant mesin EDC.

Tersangka lainnya lantas menggunakan mesin EDC untuk keperluan usahanya tetapi tidak membayar pajak dari EDC itu.

Pada akhirnya korban mendapat tagihan bernilai miliaran Rupiah.

"Besar sekali pajak yang harus ditanggung, sebesar Rp 3 miliar," tuturnya.

Empat pelaku akan dikenakan Pasal perbankan dan UU ITE dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Kasus lain yang juga terungkap adalah pasutri di Tangerang bobol bank hingga raup lebih dari Rp 5 miliar.

Pasangan pembobol bank itu adalah FRW (38) dan suaminya HS (40).

Mereka adalah pembobol dana bank pelat merah Kantor Cabang Bumi Serpong Damai (BSD), Kota Tangerang Selatan senilai Rp 5,1 miliar .

Akhirnya FRW dan HS ditangkap Kejaksaan Tinggi Banten .

Terungkap bahwa FRW adalah Priority Banking Officer (PBO) pada SLP bank pelat merah KC BSD.

Kepala Kejati Banten Didik Farkhan Alisyahdi mengatakan, kedua tersangka ditangkap pada Rabu (25/10/2023) pukul 17.00 WIB di Villa Cinere Mas Extension, Ciputat Timur, Tangerang Selatan.

"Bidang Pidsus telah menangkap dua orang yaitu inisial FRW dan HS suami istri dalam kasus dugaan pidana korupsi dalam pengajuan kartu kredit bank pelat merah Cabang BSD tahun 2020 sampai 2021," kata Didik kepada wartawan di kantornya. Kamis (26/10/2023).

Didik mengungkapkan, HS membobol dana bank dengan cara membuat 41 kartu kredit menggunakan identitas palsu.

Modal awal, lanjut Didik, HS menyetorkan uang sebesar Rp 50 juta untuk membuka rekening.

Setelah itu, HS mengajukan permohonan membuat kartu kredit menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk menyamarkan aksinya

HS dibantu oleh istrinya yang menjabat sebagai Priority Banking Officer (PBO) untuk mempermudah membuka rekening dan kartu kredit.

"Kartu kredit itu kemudian diambil (saldo), lalu buka lagi atas nama orang lain lagi, dan dapat kartu kredit lagi, seterusnya dan seterusnya," ujar Didik.

Didik menambahkan, setiap kartu kredit, HS bersama FRW dapat menarik saldo mencapai Rp 200 juta hingga Rp 300 juta.

"Sehingga total kerugian negara adalah Rp 5,1 miliar. Itu (HS) menggunakan 41 KTP fiktif," kata Didik.

Setelah ditangkap, kedua tersangka dijebloskan ke Rumah Tahanan (Rutan) Serang untuk 20 hari ke depan.

Didik menyebut, keduanya disangkakan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

"(Untuk pasal pencucian uangnya) Itu masih pengembangan penyidik. Sementara pakai pasal 2," tandas Didik.

Asisten Pidus Kejati Banten, Ricky Tommy Hasiholan, Kamis (26/10/2023) mengatakan, pertimbangan Jaksa melakukan penahanan pada pelaku karena sering berpindah-pindah untuk bersembunyi.

Pertimbangan lain lanjut Ricky, para pelaku dikhawatirkan menghilangkan barang bukti kejahatan tersebut.

"Bahkan pihak bank juga tidak tahu keberadaan FRW ini," ujar dia.

Tanggapan BRI

Nazaruddin, Regional CEO BRI Regional Office Jakarta 3 mengatakan, terkait dengan tindak pidana kejahatan perbankan yang dilakukan oleh mantan pekerja BRI tersebut, bahwa kasus tersebut merupakan laporan dari BRI Kantor Cabang Bumi Serpong Damai atas hasil audit internal yang melibatkan oknum pekerja BRI.

"Laporan kepada pihak berwajib tersebut merupakan bentuk komitmen BRI dalam menerapkan praktik bisnis yang bersih sesuai GCG," ujarnya, dalam siaran tertulis ke TribunJatim.com .

BRI, kata Nazaruddin menerapkan zero tolerance pada oknum pelaku yang telah merugikan BRI baik materil dan immateril dengan melakukan pemecatan/PHK kepada oknum pelaku tindak kejahatan tersebut.

Selanjutnya, BRI menyerahkan penyelesaian kasus tersebut secara hukum dan menghormati seluruh proses hukum yang sedang berjalan, serta memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada pihak kejaksaan tinggi setempat yang telah bertindak cepat dengan menangkap pelaku.

"Dalam menjalankan operasionalnya, BRI menjunjung tinggi nilai - nilai good corporate governance dan prudential banking dalam semua aktivitas operasional perbankan," tandas Nazaruddin.

Artikel Terkait