Intisari-Online.com - Kalau melihat tumpukan koran bekas di pojokan ruangan, atau tumpukan kayu dan besi sisa-sisa membangun rumah, atau onderdil bekas di garasi, rasanya tangan gatal sekali untuk menyingkirkannya jauh-jauh dari pandangan. Apalagi kalau sudah dipakai jadi sarang tikus atau kecoak, hiiy!
Namun ketika sudah mengumpulkan niat untuk membereskan barang-barang itu, muncul masalah baru: mau dikemanakan semua barang ini? Taruh di bak sampah depan rumah? Dibakar? Atau dikiloin?
Itulah yang mendasari Umed Humaedi mengolah sampah menjadi barang yang bisa bernilai ekonomis. Kebetulan Umed mengelola Masjid La-Roiba, Serpong, Tangerang, tempat pengajian majelis taklim ibu-ibu yang digelar rutin. Dari tangan para ibu jemaah majelis taklim yang berjumlah sekitar 12 orang inilah kreativitas berbahan dasar sampah berasal. “Sampah itu bukan musuh, harusnya didekati karena sampah itu masih punya nilai,” kata Umed menguraikan motivasinya.
Usaha yang sudah berjalan sejak tahun lalu ini awalnya adalah sebuah keprihatinan melihat banyaknya sampah bertumpuk di pinggir jalan. “Orang mau bersih hanya di halamannya sendiri. Tapi begitu sudah dikumpulin sampahnya, dilemparnya ke tanah kosong,” kata Umed.
Sampah-sampah organik bisa diubah menjadi pupuk kompos, sedangkan sampah lain berupa kertas bekas, plastik kemasan mi instan, sabun deterjen, minuman instan, bisa diolah menjadi berbagai kerajinan tangan seperti tas, vas bunga, piring-piring, dan keranjang.
Berbekal pelatihan sehari tentang kerajinan tangan dari plastik kemasan dan kertas koran, akhirnya para ibu ini bisa menghasilkan kerajinan tangan ciamik. Penyerapan pasar untuk produk kerajinan tangan ini cukup besar, biasanya sebagai souvenir wisuda atau pesanan jemaat gereja, seperti keranjang Paskah.
Selain itu, mereka juga mengumpulkan botol-botol plastik air mineral dan minuman kemasan yang lain. Botol-botol itu dipilah-pilah untuk kemudian dicacah menjadi potongan-potongan plastik ukuran kecil. Berkat bantuan dari Universitas Terbuka berupa mesin pencacah plastik, La-Roiba bisa mencacah botol plastik sendiri, sehingga nilainya lebih tinggi.
Cacahan plastik ini sudah ada penadahnya. “Nantinya diekspor ke Cina, karena permintaan plastik cacahan memang besar,” kata pria yang bekerja di bidang teknologi informasi ini.
Botol kemasan air mineral yang transparan tanpa warna itu mempunyai nilai jual paling tinggi dibandingkan dengan botol yang berwarna. “Per kilogram dihargai sekitar Rp10.000 sampai Rp12.000. kalau masih dalam bentuk botol utuh dari pemulung per kilonya sekitar Rp5.000,” Umed memaparkan.
Selain itu, La-Roiba juga memproduksi pupuk kompos dari sampah organik, seperti sampah dedaunan dan limbah dapur. Hanya saja, seperti diungkapkan Umed, penyerapan produksi kompos ini masih sedikit. “Alhamdulilah, beberapa kali seminar dengan Pemerintah Kota Tangerang Selatan, hasil produksi pupuk kompos ini akan diserap oleh pemerintah kota untuk pemupukan taman kota,” ujarnya lega.
Untuk mengubah sampah organik menjadi kompos, diperlukan bibit mikroba yang dicampur dengan sampah tersebut dalam sebuah wadah. Dalam beberapa hari, sampah tersebut akan membusuk dan mengandung unsur hara yang berguna untuk kesuburan tanah dan tanaman.
La-Roiba juga turut serta dalam beragam pameran mengenai produk kreatif berbahan dasar limbah dan pameran hijau. “Dari beberapa pameran yang kami ikuti, terlihat antusiasme masyarakat terhadap produk kami cukup besar. Bukan cuma pengunjung pameran yang membeli produk kami, juga beberapa pejabat juga tertarik untuk membelinya,” kata Umed.
Kemudian terbersit ide untuk membuat sebuah koperasi yang dinamakannya Tabungan Sampah Warga (Tasawa) La-Roiba. “Jadi anggota koperasi diwajibkan memberikan simpanan wajib tiap bulan senilai Rp10.000 tapi berbentuk sampah,” Umed menjelaskan. Nah, nominal rupiah tadi akan ditulis dalam buku tabungan milik masing-masing nasabah bank sampah.
Cara ini terbukti berhasil. Berbagai sampah “tabungan” anggota, seperti kertas, plastik, dan botol kemasan minuman berdatangan dengan sendirinya ke rumah Umed di Jalan Buaran Ampera, Serpong, Tangerang Selatan. Sampah-sampah itu kemudian diolah: yang kertas dibuat kerajinan tangan, yang plastik dipilah-pilah kemudian dicacah.
Tabungan ini bisa diambil oleh anggota ketika membutuhkan, sesuai dengan nilai tabungan rupiah yang terakumulasi. Menarik, 'kan; bebas dari sampah, dapat duit pula!