Mengungkap Misteri di Balik 7 Kali Percobaan Pembunuhan terhadap Presiden Soekarno

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Inilah sejarah peristiwa 17 Oktober 1952, kala Soekarno dengan berani sendiri menghadapi tank dan meriam yang diarahkan ke Istana.
Inilah sejarah peristiwa 17 Oktober 1952, kala Soekarno dengan berani sendiri menghadapi tank dan meriam yang diarahkan ke Istana.

Intisari-online.com - Presiden Soekarno adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah Indonesia.

Ia adalah proklamator kemerdekaan, bapak bangsa, dan pemimpin pertama Republik Indonesia.

Namun, di balik kejayaan dan karisma yang dimilikinya, Soekarno juga menghadapi berbagai ancaman dan bahaya yang mengintai nyawanya.

Tidak kurang dari tujuh kali, Soekarno menjadi sasaran percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh berbagai pihak, baik dari dalam maupun luar negeri.

Siapa saja pelaku dan apa motif di balik upaya pembunuhan tersebut? Berikut ulasan singkatnya.

Lemparan Granat di Cikini

Peristiwa ini terjadi pada 30 November 1957, ketika Soekarno sedang menghadiri peringatan hari lahir Perguruan Cikini (Percik) di Jakarta Pusat.

Di sekolah ini, dua anak tertuanya, Guntur Soekarnoputra dan Megawati Soekarnoputri, bersekolah.

Saat Soekarno akan meninggalkan sekolah, tiba-tiba tiga granat dilemparkan ke arahnya oleh sekelompok orang yang ternyata adalah anggota pemberontak Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII).

Beruntung, pengawal presiden berhasil menyelamatkan Soekarno dari serangan tersebut. Namun, akibat ledakan granat, sembilan orang tewas dan ratusan lainnya terluka.

Penembakan Daniel Maukar

Peristiwa ini terjadi pada 9 Maret 1960, ketika pesawat Mig-17 yang dipiloti oleh Daniel Maukar menerbangkan pesawatnya di atas Istana Presiden di Jakarta.

Maukar kemudian menembakkan kanon 23 mm ke arah gedung istana, dengan harapan mengenai Soekarno yang sedang bekerja di dalamnya.

Namun, nasib baik masih berpihak kepada Soekarno, karena saat itu ia sedang memimpin rapat di gedung sebelah istana.

Salah satu peluru kanon justru mengenai meja kerja Soekarno yang kosong.

Maukar adalah perwira TNI AU yang telah dipengaruhi oleh gerakan pemberontakan Permesta yang menentang pemerintahan pusat.

Atas aksinya tersebut, Maukar divonis hukuman penjara selama delapan tahun.

Baca Juga: Ditunjuk PDI P Dampingi Ganjar Pranowo, Ini Isi Pidato Lengkap Mahfud MD Usai Ditunjuk Sebagai Bakal Cawapres

Pencegatan Jembatan Rajamandala

Peristiwa ini terjadi pada bulan April 1960, ketika Soekarno bersama dengan Perdana Menteri Uni Soviet Nikita Kruschev sedang melakukan kunjungan kenegaraan ke Jawa Barat.

Saat rombongan keduanya melintas di Jembatan Rajamandala, Cianjur, mereka dihadang oleh sekelompok anggota DI/TII yang berusaha membunuh Soekarno dan Kruschev.

Namun, pasukan pengawal presiden Tjakrabirawa berhasil meloloskan kedua pemimpin tersebut dari sergapan musuh.

Granat di Jalan Cendrawasih Makassar

Peristiwa ini terjadi pada 7 Januari 1962, ketika Soekarno sedang berada di Makassar untuk menghadiri acara di Gedung Olahraga Mattoangin.

Saat rombongan presiden melewati Jalan Cendrawasih, seseorang melemparkan granat ke arah konvoi mobil Soekarno.

Namun, granat tersebut meleset dan jatuh mengenai mobil lain yang ada di belakangnya. Soekarno selamat dari percobaan pembunuhan ini.

Namun, 31 orang yang berada di sekitar lokasi menjadi korban, tiga di antaranya meninggal dunia.

Pelaku pelemparan granat adalah Serma Marcus Latuperissa dan Ida Bagus Surya Tenaya, dua anggota TNI AU yang juga terlibat dalam pemberontakan Permesta.

Bom Mobil di Bandung

Peristiwa ini terjadi pada 17 Agustus 1962, ketika Soekarno sedang menghadiri upacara peringatan kemerdekaan RI di Lapangan Gasibu, Bandung.

Saat itu, sebuah mobil yang diparkir di dekat lokasi upacara meledak dan menewaskan empat orang.

Mobil tersebut ternyata berisi bom yang dipasang oleh seorang pria bernama Sutrisno, yang juga merupakan anggota DI/TII.

Rencananya, bom tersebut akan diledakkan saat Soekarno lewat di depan mobil tersebut.

Namun, karena kesalahan waktu, bom tersebut meledak lebih awal dan gagal mengenai sasaran.

Baca Juga: MK Bolehkan Orang Belum 40 Tahun Maju Capres-Cawapres Asal Berpengalaman Jadi Kepala Daerah

Bom di Istana Bogor

Peristiwa ini terjadi pada 9 September 1964, ketika Soekarno sedang beristirahat di Istana Bogor.

Saat itu, sebuah bom yang disembunyikan di bawah tempat tidur Soekarno meledak dan menghancurkan sebagian ruangan.

Namun, Soekarno selamat karena ia tidak berada di tempat tidur tersebut saat ledakan terjadi. Ia hanya mengalami luka ringan akibat serpihan kaca.

Pelaku pengeboman ini adalah seorang pria bernama Suyono, yang merupakan anggota TNI AU yang juga terlibat dalam pemberontakan Permesta.

Bom di Istana Merdeka

Peristiwa ini terjadi pada 14 September 1964, hanya lima hari setelah percobaan pembunuhan di Istana Bogor.

Saat itu, sebuah bom yang diletakkan di bawah kursi Soekarno di ruang rapat Istana Merdeka meledak dan menimbulkan kerusakan parah.

Namun, Soekarno selamat karena ia tidak berada di ruang rapat tersebut saat ledakan terjadi.

Ia sedang berada di ruang tamu bersama dengan beberapa tamu kenegaraan.

Pelaku pengeboman ini adalah seorang pria bernama Sutomo, yang juga merupakan anggota TNI AU yang juga terlibat dalam pemberontakan Permesta.

Dari ketujuh percobaan pembunuhan tersebut, dapat dilihat bahwa mayoritas pelaku adalah anggota TNI AU yang berafiliasi dengan gerakan pemberontakan Permesta.

Permesta adalah singkatan dari Perjuangan Semesta Alam Republik Indonesia, yaitu sebuah gerakan yang menuntut otonomi daerah dan penolakan terhadap politik luar negeri Soekarno yang cenderung pro-komunis dan anti-Barat.

Gerakan ini dipimpin oleh beberapa tokoh militer dan sipil dari Sulawesi Utara, seperti Letkol Ventje Sumual, Kolonel Alexander Evert Kawilarang, dan Dr. Sam Ratulangi.

Selain itu, beberapa pelaku juga berasal dari DI/TII, yaitu sebuah gerakan yang menuntut berdirinya negara Islam Indonesia yang berlandaskan syariat Islam.

Gerakan ini dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, yang merupakan mantan sahabat Soekarno sejak masa perjuangan kemerdekaan.

Namun, karena perbedaan pandangan politik dan ideologi, Kartosoewirjo kemudian memisahkan diri dari Soekarno dan mendirikan DI/TII pada tahun 1949¹.

Dari sisi motif, dapat dikatakan bahwa percobaan pembunuhan terhadap Soekarno dilakukan oleh para pelaku karena adanya ketidakpuasan dan ketidaksetujuan terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Soekarno sebagai presiden.

Baik Permesta maupun DI/TII merasa bahwa Soekarno telah menyimpang dari cita-cita kemerdekaan dan menjalankan pemerintahan yang otoriter, korup, dan pro-komunis.

Oleh karena itu, mereka berusaha untuk menggulingkan atau membunuh Soekarno sebagai cara untuk merebut kekuasaan atau mendirikan negara baru².

Namun, meskipun menghadapi berbagai upaya pembunuhan tersebut, Soekarno tetap bertahan hidup hingga akhir hayatnya pada tahun 1970.

Ia bahkan sempat memaafkan beberapa pelaku percobaan pembunuhan tersebut dari hukuman mati dan memberikan mereka kesempatan.

Artikel Terkait