KPU kumpulkan pakar hukum terkait putusan MA yang membatalkan dua aturan pencalegan, salah satunya soal caleg mantan koruptor.
Intisari-Online.com - Mahkamah Agung telah membatalkan dua Peraturan KPU terkait pencalegan.
Terkait putusan itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun langsung mengumpulkan pakar hukum untuk membahasnya.
Setidaknya ada lima pakar hukum tata negara/administrasi negara yang dikumpulkan untuk merespons dua aturan pencalegan yang dibatalkan MA itu.
Lima orang itu yakni guru besar Fakultas Hukum (FH) Universitas Jember Bayu Dwi Anggono, eks calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Umbu Rauta, doktor FH Universitas Udayana Jimmy Z. Usfunan, doktor FH Universitas Sebelas Maret Agus Riewanto, dan eks Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Ocr Madril.
"Poin diskusi dititiktekankan pada sejauh mana keberlakuan kedua Putusan MA tersebut dan pilihan langkah apa saja yang dapat dilakukan sebagai tindak lanjut putusan," kata Koordinator Divisi Hukum dan Pengawasan KPU RI, Mochammad Afifuddin, Senin (2/10).
"Dengan pertimbangan tahapan dan jadwal pencalonan DPR dan DPD yang sudah masuk di tahap ini."
Dua aturan yang dibatalkan MA adalah aturan yang mengancam keterwakilan 30 persen caleg perempuan dan aturan terkait masa jeda eks terpidana yang menjalani vonis pencabutan hak politik.
Putusan MA ini terbit di saat proses pencalegan sudah masuk ke tahap akhir, yakni penetapan daftar calon sementara (DCS) dan pencermatan rancangan daftar calon tetap (DCT).
Keterwakilan perempuan
Sebelumnya, MA mengabulkan gugatan perkara nomor 24/P/HUM/2023 pada Selasa (29/8/2023) untuk membatalkan Pasal 8 ayat (2) Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Dalam pasal itu, KPU mengatur pembulatan ke bawah jika perhitungan 30 persen keterwakilan perempuan menghasilkan angka desimal kurang dari koma lima.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR