Intisari-online,com - Masyarakat Batak memiliki adat istiadat yang sangat kental, terutama dalam hal perkawinan.
Ada beberapa pantangan atau larangan yang harus diikuti oleh orang Batak yang hendak menikah, baik itu terkait dengan hubungan darah, kesepakatan antarmarga, maupun nilai-nilai kebudayaan.
Pantangan-pantangan ini dimaksudkan untuk menjaga kehormatan dan martabat marga, serta mencegah hal-hal yang tidak diharapkan, seperti perkawinan sedarah, konflik, atau keturunan kurang sehat.
Berikut ini adalah lima pantangan dalam pernikahan adat Batak, khususnya Batak Toba:
1. Na Marpadan / Padan
Na marpadan atau padan adalah suatu sumpah atau perjanjian yang sudah disepakati oleh marga-marga tertentu, dimana laki-laki dan perempuan dari marga yang memiliki padan tidak diperbolehkan saling menikah.
Padan ini biasanya dibuat sebagai bentuk persaudaraan atau aliansi antara dua marga. Dalam Batak, banyak marga-marga yang memiliki padan, seperti Hutabarat dan Silaban Sitio, Manullang dan Panjaitan, Sinambela dan Panjaitan, Sibuea dan Panjaitan, dan lain-lain.
Jika ada orang yang melanggar padan ini, akan dianggap sebagai pengkhianat dan mendapat hukuman adat.
2. Na Marito
Na marito atau ito adalah panggilan untuk saudara laki-laki dan perempuan seayah seibu dari marga yang sama. Orang Batak sangat pantang untuk menikahi ito mereka, karena dianggap sebagai perkawinan sedarah yang haram.
Hal ini berlaku juga bagi parsadaan parna (golongan parna) yang memiliki 66 marga. Ada sebuah cerita rakyat Batak yang mengisahkan tentang pantangan bagi orangtua yang memiliki anak kembar laki-laki dan perempuan (silinduat), yaitu Tungkot Tunggal Panaluan.
Dalam cerita itu, kedua anak kembar tersebut harus dipisahkan dan disembunyikan keberadaannya, agar tidak terjadi perkawinan saudara kandung.
3. Dua Punggu Saparihotan
Dua punggu saparihotan artinya adalah larangan untuk menikahi saudara ipar dari marga yang sama. Misalnya, seorang laki-laki tidak boleh menikahi kakak atau adik perempuan dari istrinya, begitu juga sebaliknya.
Hal ini bertujuan untuk mencegah perseteruan atau persaingan antara saudara ipar. Selain itu, larangan ini juga berkaitan dengan nilai-nilai kebudayaan Batak yang menghormati hubungan kekeluargaan.
4. Pariban Na So Boi Olion
Pariban na so boi olion artinya adalah pariban (saudara sepupu) yang tidak diperbolehkan saling menikah.
Pariban dalam masyarakat Batak biasanya dianggap sebagai pasangan yang ideal, karena memiliki hubungan darah dan kesamaan marga. Namun, ada dua jenis pariban yang pantang untuk menikah.
Pertama, pariban kandung, yaitu jika ada dua laki-laki bersaudara kandung dan dua perempuan bersaudara kandung dari satu paman (boru ni tulang), maka hanya salah satu dari mereka yang boleh menikah dengan salah satu pariban mereka.
Kedua, pariban kandung yang berasal dari marga anak perempuan marga ibu (marboru ni namboru). Dalam hal ini, orang Batak pantang menikahi perempuan dari marga ibu.
5. Marboru Namboru / Nioli Anak Ni Tulang
Marboru namboru atau nioli anak ni tulang artinya adalah larangan untuk menikahi anak perempuan dari namboru kandung (bibi) atau sebaliknya.
Hal ini juga berkaitan dengan nilai-nilai kebudayaan Batak yang menghormati hubungan darah. Selain itu, larangan ini juga dimaksudkan untuk menjaga kesehatan dan kualitas keturunan, karena menikahi saudara sepupu kandung dapat meningkatkan risiko penyakit keturunan atau cacat lahir.