Intisari-Online.com - Kereta cepat Jepang ini membuat tempat pemberhentian karena beberapa waktu lalu masinis kereta berhenti setelah sempat menerima sinyal darurat yang berasal dari lempengan metal kecil yang jatuh di rel. Ini merupakan sinyal darurat yang pertama kalinya yang dialami oleh Shinkansen.
Pejabat Tinggi Hokkaido mengatakan tidak ada cara yang lebih efektif untuk mencegah terulangnya kejadian serupa yang dikarenakan adanya konfigurasi yang tidak biasa dari rel Shinkansen. Perlu diketahui, bahwa Shinkansen harus berbagi rel dengan kereta barang lokal.
Saat kejadian itu, pengemudi kereta peluru Hayabusa No. 22 melakukan langkah penghentian (rem) darurat setelah melihat sinyal. Setelah sinyal darurat itu berhenti, sinyal aman pun menunjukkan tanda bahwa kereta dapat melanjutkan perjalannya. Kereta tiba di stasiun Okutsugaru-Imabetsu, dan hanya terlambar dua menit dari jadwal tiba.
Saat insiden penghentian mendadak itu, kereta berjalan 140 kilometer per jam. Sebanyak 350 penumpang tidak ada yang mengalami cidera, hanya satu orang mengeluh sakit leher.
Insiden itu terjadi di kilometer 82 saat kereta melewati Terowongan Seikan yang menghubungkan Hokkaido dengan Aomori Preferecture. Di lokasi ini, rel kereta yang di lewati oleh Shinkansen juga dilewati oleh kereta barang lokal.
Ada dugaan bahwa lempengen logam itu terdeteksi oleh sistem yang mengira bahwa kereta barang lokal juga sedang berada dalam rel, sehingga lempengan jatuh itu mengirim sinyal agar Shinkansen berhenti.
“Saya berharap layanan penghentian darurat ini beroperasi tepat pada waktunya. Kejadian di Terowongan Seikan tadi sangat menakutkan,” ujar pria kantoran berusia 62 tahun dari Sakura City, yang melakukan perjalanan bisnis ke stasiun Shichinohe Towada di Aomori Prefecture.
Pekerja kantoran lainnya yang bernama Takao Yoshida dari Hakodate City menyatakan bahwa penduduk akan menghindari menggunakan moda kereta super cepat ini jika ada kecelakaan besar. Akan tetapi, ia juga menyerukan upaya Shinkansen untuk memproritaskan keselamatan penumpangnya.(japantimes)