Pendiri Kerajaan Cirebon ternyata masih keturunan Prabu Siliwangi, raja Kerajaan Pajajaran. Pada masa, Cirebon pernah jadi pusat perdagangan yang cukup maju.
Intisari-Online.com -Sebagai kerajaan Islam yang berbasis di Pulau Jawa bagian utara, nama Kerajaan Cirebon memang tak sementereng Kerajaan Demak.
Meski begitu, pada masanya, Kerajaan Cirebon pernah menjadi pangkalan jalur perdagangan dan pelayaran yang penting.
Tak hanya itu, Kerajaan Cirebon ternyata masih punya keterkaitan dengan Kerajaan Pajajaran.
Pendiri Kerajaan Cirebon adalah putra Prabu Siliwangi penguasa Pajajaran.
Kerajaan Cirebon merupakan kerajaan bercorak Islam di Pulau Jawa yang eksis sekitar abad ke-15 hingga abad ke-17.
Pada masanya, kerajaan ini pernah menjadi pangkalan penting dalam jalur perdagangan dan pelayaran.
Hal ini karena Kerajaan Cirebon terletak di pantai utara Jawa, antara perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Pendiri Kerajaan Cirebon adalah Raden Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana, putra Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran.
Pertumbuhan dan perkembangan pesat dialami kerajaan ini saat diperintah oleh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati (1479-1568 M).
Di bawah kekuasaannya, Kesultanan Cirebon mengalami pertumbuhan pesat di bidang agama, politik, maupun ekonomi.
Setelah lebih dari dua abad berdiri, Kerajaan Cirebon runtuh pada abad ke-17.
Sumber sejarah Kerajaan Cirebon didapat dari Babad Tanah Sunda dan Carita Purwaka Caruban Nagari.
Berdasarkan dua sumber tersebut, diketahui bahwa Cirebon pada awalnya adalah sebuah dukuh kecil yang dibangun oleh Ki Gedeng Tapa.
Dengan dukungan pelabuhan yang ramai, wilayahnya pun berkembang menjadi kota besar di pesisir utara Jawa.
Setelah Ki Gedeng Tapa wafat, cucunya yang bernama Walangsungsang, mendirikan istana Pakungwati dan membentuk pemerintahan di Cirebon.
Dengan demikian, orang yang dianggap sebagai pendiri Kesultanan Cirebon adalah Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana.
Usai menunaikan ibadah haji, ia dikenal sebagai Haji Abdullah Iman dan tampil sebagai raja Cirebon pertama yang aktif menyebarkan agama Islam kepada rakyatnya.
Perkembangan agama Islam dan masa keemasan Kerajaan Cirebon
Salah satu raja terkenal Kerajaan Cirebon adalah Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, yang berkuasa antara 1479-1568 M.
Selain memajukan kerajaan, Syarif Hidayatullah berperan besar dalam penyebaran agama Islam di Cirebon.
Pada masa pemerintahannya, ia banyak menaklukkan daerah di Pulau Jawa untuk kepentingan politik dan menyebarkan ajaran Islam.
Beberapa wilayah yang berhasil dikuasai adalah Banten, Sunda Kelapa, dan Rajagaluh.
Sementara di bidang perekonomian, Sunan Gunung Jati menitikberatkan pada perdagangan dengan berbagai bangsa, seperti Campa, Malaka, India, Cina, dan Arab.
Sunan Gunung Jati kemudian diyakini sebagai pendiri dinasti raja-raja Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten serta penyebar agama Islam di Jawa Barat.
Keruntuhan Kerajaan Cirebon
Runtuhnya Kerajaan Cirebon dimulai pada 1666, pada masa pemerintahan Panembahan Ratu II atau Pangeran Rasmi.
Penyebab keruntuhan dilatarbelakangi oleh fitnah dari Sultan Amangkurat I, penguasa Mataram yang juga mertua Panembahan Ratu II.
Sultan Amangkurat I memanggil Panembahan Ratu II ke Surakarta dan menuduhnya telah bersekongkol dengan Banten untuk menjatuhkan kekuasaannya di Mataram.
Akibatnya, Panembahan Ratu diasingkan dan wafat di Surakarta pada 1667.
Setelah Panembahan Ratu II wafat, kekosongan dalam Kerajaan Cirebon diambil alih oleh Mataram.
Pengambilalihan sepihak ini memicu amarah dari Sultan Ageng Tirtayasa yang berkuasa di Banten.
Sultan Ageng Tirtayasa kemudian turun tangan untuk membebaskan putra Panembahan Ratu II yang juga diasingkan oleh Mataram.
Setelah itu, Kesultanan Cirebon terpecah menjadi tiga, yang masing-masing berkuasa dan menurunkan para sultan berikutnya.
Pecahnya kesultanan juga menandai runtuhnya Kerajaan Cirebon, karena keadaan semakin diperkeruh dengan politik adu domba VOC.