Intisari-online.com - Pada tahun 1944, Pulau Biak menjadi saksi bisu pertempuran sengit antara pasukan Sekutu dan Jepang.
Pulau ini memiliki nilai strategis bagi kedua belah pihak, karena memiliki lapangan terbang yang bisa digunakan untuk mendukung operasi di wilayah Pasifik.
Namun, merebut pulau ini bukanlah perkara mudah, karena Jepang telah mempersiapkan pertahanan yang kuat dan licik.
Pasukan Sekutu yang dipimpin oleh Jenderal Douglas MacArthur mendarat di pantai Biak pada 27 Mei 1944.
Mereka mengira hanya ada sekitar 2.000 tentara Jepang yang menjaga pulau ini, padahal jumlahnya mencapai 11.400 orang di bawah komando Kolonel Kuzume Naoyuki.
Kolonel Kuzume memutuskan untuk membiarkan pasukan Sekutu mendarat tanpa perlawanan, agar mereka terjebak dalam perangkap yang telah ia siapkan.
Ia mengubah kawasan di sekitar lapangan terbang menjadi jaringan bawah tanah militer penuh gua dan kubu pertahanan, yang berisi infantri, senapan otomatis, artileri, mortir, dan tank.
Pasukan Sekutu yang tidak mengetahui adanya perangkap ini, langsung bergerak menuju lapangan terbang.
Namun, mereka disambut oleh tembakan-tembakan dari gua-gua dan kubu-kubu pertahanan Jepang.
Pertempuran pun berlangsung sengit dan berdarah-darah.
Pasukan Sekutu mengalami banyak korban jiwa dan luka-luka, sementara pasukan Jepang bertahan dengan gigih.
Baca Juga: Penyebab Utama Terjadinya Peristiwa Bandung Lautan Api adalah 4 Hal Ini
Untuk mengatasi kesulitan ini, pasukan Sekutu mendapat bantuan dari rakyat Papua yang berani melawan penjajahan Jepang.
Salah satu tokoh yang berperan penting dalam perlawanan ini adalah Lukas Rumkorem, seorang pemuda asli Biak yang bergabung dengan pasukan Sekutu sebagai pemandu dan penerjemah.
Ia juga menjadi pemimpin gerakan Koreri, sebuah gerakan keagamaan dan politik yang menentang kehadiran Jepang di Papua.
Lukas Rumkorem bersama rakyat Papua lainnya membantu pasukan Sekutu dengan memberikan informasi tentang posisi-posisi Jepang, menyediakan makanan dan air minum, menyelamatkan tentara-tentara yang terluka atau tersesat, serta ikut bertempur melawan musuh.
Dengan bantuan rakyat Papua ini, pasukan Sekutu akhirnya berhasil menguasai lapangan terbang pada 7 Juni 1944.
Namun, pertempuran belum berakhir. Pasukan Jepang masih bertahan di gua-gua dan kubu-kubu pertahanan lainnya.
Mereka menolak untuk menyerah atau mundur, bahkan melakukan serangan-serangan bunuh diri untuk merusak pasukan Sekutu.
Pertempuran pun berlanjut hingga 20 Juni 1944, ketika Kolonel Kuzume tewas dalam sebuah serangan udara.
Sisa-sisa pasukan Jepang yang masih hidup akhirnya menyerah atau bunuh diri pada 17 Agustus 1944.
Pertempuran Biak merupakan salah satu pertempuran terberat dalam Perang Dunia II.
Pasukan Sekutu mengalami 474 tewas dan 2.428 luka-luka, sementara pasukan Jepang kehilangan sekitar 6.100 jiwa.
Baca Juga: Viral Seorang Ibu Diduga Alami Baby Blues Hendak Buang Bayinya, Yuk Kenali Penyebabnya
Namun, pertempuran ini juga menunjukkan kisah heroik pasukan Sekutu dan rakyat Papua dalam mengusir Jepang dari Biak.
Mereka berjuang bersama-sama demi kemerdekaan dan perdamaian di tanah Papua.