Kemudian ia juga memperluas wilayah kekuasaannya hingga ke Ci Pamali dan Ci Serayu di Jawa Tengah, serta menjalin hubungan dagang dan diplomatik dengan kerajaan-kerajaan lain di Nusantara dan Asia Tenggara.
Prabu Siliwangi dikenal sebagai raja yang sangat menghormati agama dan budaya Sunda.
Ia menganut agama Hindu dengan pengaruh Buddha, yang disebut sebagai Sunda Wiwitan.
Ia juga menciptakan karya sastra berbahasa Sunda Kuno, seperti Sanghyang Siksa Kandang Karesian, yang berisi ajaran moral dan etika bagi rakyatnya.
Ia juga mengembangkan seni pertunjukan, seperti wayang golek, tari topeng, dan gamelan degung.
Kemunduran dan Keruntuhan Kerajaan Sunda
Setelah kematian Prabu Siliwangi pada tahun 1521, Kerajaan Sunda mengalami kemunduran akibat perselisihan internal dan ancaman eksternal.
Salah satu faktor penyebab kemunduran adalah adanya perpecahan antara kelompok yang tetap setia kepada agama Hindu-Buddha dengan kelompok yang mulai menerima pengaruh Islam.
Kelompok yang beragama Islam mendirikan kesultanan-kesultanan baru di pesisir utara Jawa Barat, seperti Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten.
Faktor lain yang menyebabkan kemunduran adalah adanya serangan dari kerajaan-kerajaan tetangga yang ingin merebut wilayah atau sumber daya alam Kerajaan Sunda.
Salah satu serangan yang paling fatal adalah invasi Kesultanan Demak pada tahun 1527, yang berhasil merebut pelabuhan-pelabuhan penting di pesisir utara Jawa Barat, seperti Banten, Cirebon, dan Jayakarta (sekarang Jakarta).
Serangan ini menghancurkan jalur perdagangan Kerajaan Sunda dengan dunia luar dan melemahkan perekonomian kerajaannya.
Keruntuhan Kerajaan Sunda terjadi pada tahun 1579, ketika Kesultanan Banten dan Kesultanan Demak melakukan serangan bersama terhadap ibu kota Pakuan Pajajaran.
Serangan ini berhasil menembus pertahanan kerajaan dan membakar istana raja.
Raja terakhir Kerajaan Sunda, Prabu Mulya atau Prabu Surawisesa, terpaksa melarikan diri.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR