Lengkung LRT disebut salah desain, yang menyebabkan LRT harus berjalan sangat pelan ketika melaluinya. Dulu mendapat rekor MURI dan dipuji-puji.
Intisari-Online.com -Lengkung LRT beberapa sempat mendapat pujian dan bahkan masuk rekor MURI.
Tapi baru-baru ini justru kebalikannya, lengkung LRT mendapat kritik tajam karena diduga salah desain.
Terkait lengkung LRT salah desain diungkap oleh Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo.
Salah desain itu berada pada bagian jembatan rel lengkung atau longspan di Kuningan, Jakarta Selatan.
Karena salah desain itu,kecepatan kereta LRT Jabodebek jadi melambat saat melewati tikungan tersebut.
Jika tidak melambat sebelum longspan, LRT berpontensi bertambah kecepatannya.
"Kalau lihat longspan dari Gatot Subroto ke Kuningan kan ada jembatan besar, itu sebenarnya salah desain," kata Tiko, sapaan akrabnya, Rabu (2/8).
"Karena dulu Adhi sudah bangun jembatannya, tapi dia enggak ngetes sudut kemiringan keretanya."
Karena salah desain itu, lanjutnya,tikungan tersebut kurang lebar sehingga kecepatannya melambat.
Jika tingkungan jembatan itu digarap melebar kereta LRT Jabodebek bisa tetap melaju dengan kencang.
"Jadi sekarang kalau belok harus pelan sekali, karena harusnya itu lebih lebar tikungannya," katanya.
"Kalau tikungannya lebih lebar, dia bisa belok sambil speed up. Tapi karena tikungannya sekarang sudah terlanjur dibikin sempit, mau enggak mau keretanya harus jalan hanya 20 km per jam, pelan banget."
Seperti disebut sebelumnya,jembatan lengkung LRT itu dibangun di atas flyover Tol Dalam Kota yang berada di ruas Kuningan, Jakarta Selatan.
Jembatan lengkung itu membentang sepanjang 148 meter.
Longspan LRT ini memiliki radius lengkung 115 meter serta menggunakan beton seberat 9.688,8 ton.
Karena panjang dan rancangannya yang begitu presisi, lengkung LRT itu sempat menuai pujian.
Bahkan, lengkung LRT tersebut juga diganjar rekor Museum Rekor-Dunia Indonesia (Muri) karena berhasil membuat jembatan terpanjang di Indonesia bahkan mungkin di dunia.
Lebih-lebih kontruksinya dikerjakan oleh para engineer anak bangsa.
Kontraktor dari lengkung LRT ini adalah BUMN Karya, PT Adhi Karya (Persero) Tbk.
Proses pembangunannya dilakukan dengan metode balanced cantilever.
Ini artinya, strukturnya dibangun dengan memanfaatkan efek keseimbangan yang membuat struktur dapat berdiri dan menahan beban sangat berat tanpa ditopang penyangga sementara.
Dengan memanfaat efek keseimbangan ini pula, maka selama pembangunan lengkung LRT, tidak membutuhkan pier tiang penyangga di tengah.
Terlebih penggunaan pier tidak memungkinkan karena lengkung LRT ini berdiri tepat di atas jalan Tol Dalam Kota dan jalan protokol di bawahnya sehingga sangat sempit.
Dari sisi estetika, penggunaan tiang di tengah-tengah juga dinilai kurang bagus.
Proses konstruksi lengkung LRT ini adalah menggunakan box girder beton yang memiliki ciri khas berongga pada bagian dalamnya.
Dengan perhitungan yang sangat presisi, box girder ini kemudian dipasang dari kedua sisi hingga kemudian bisa bertemu atau saling menyambung di tengah atau tepat di atas jalan tol.
Tak hanya soal desain yang salah, Tiko juga mempersoalkankoordinasi semua pihak yang terlibat selama proses konstruksi.
Mantan Dirut Bank Mandiri itu menuturkan, pada dasarnya ada enam komponen dalam proyek LRT Jabodebek.
Di antaranya prasarana yang digarap oleh PT Adhi Karya (Persero) Tbk, kereta oleh PT INKA (Persero), software development oleh Siemens, hingga persinyalan oleh PT Len Industri (Persero).
Namun, dari banyaknya komponen yang terlibat dalam proyek, tidak ada integrator atau penghubung di dalamnya.
Alhasil, setiap komponen bekerja masing-masing tanpa sistem integrator.
Hal ini menyebabkan banyak terjadi kesalahan koordinasi, salah satunya mengenai desain longspan yang tidak sesuai.
"Di semua proyek besar itu ada sistem integrator, tapi ini enggak ada. Jadi semua komponen proyek itu berjalan liar tanpa ada integrator di tengah," ucapnya.
Spesifikasi 31 rangkaian LRT berbeda-beda Kondisi itu membuat pula spesifikasi kereta LRT Jabodebek yang jumlahnya ada 31 rangkaian menjadi berbeda-beda.
Ini membuat sistem perangkat lunak (software) harus diperbaiki dan membuat biayanya menjadi lebih tinggi.
Tiko menyebut, kesalahan kordinasi antara pihak yang menggarap proyek sering kali terjadi di Indonesia.
Oleh sebab itu, ini menjadi tantangan yang harus diperbaiki ke depannya.
"Karena pra-sarananya waktu dibangun tidak ngobrol dengan spek sarananya. Di Indonesia banyak terjadi begini. Tapi ya itulah, bagian dari belajar, ini harus kita beresin satu-satu," kata dia.
Ia bilang perbaikan-perbaikan yang dilakukan dalam 3,5 tahun terakhir ini membuat LRT Jabodetabek semakin siap untuk dioperasikan.