1 Agustus 2023 akan ada peristiwa supermoon, di mana bulan pernama akan terlihat lebih terang benderang.
Intisari-Online.com -Akan ada peristiwa atau fenomena alam menarik pada Selasa, 1 Agustus 2023, malam.
Peristiwa alam itu adalah supermoon.
Peristiwa supermoon akan membuat langit malam lebih terang dari biasanya.
Begitu kata peneliti astronomi dan astrofisika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Clara Yono Yatini.
"Tanggal 1 Agustus 2023 ada fenomena supermoon, masyarakat Indonesia bisa menyaksikannya,” ucap Clara kepada Kompas.com, Selasa (25/7/2023).
Dia juga bilang, kita tak perlu menggunakan alat bantu untuk melihat fenomena supermoon tersebut.
Menurutnya, tidak ada waktu puncak yang signifikan untuk menyaksikan supermoon.
"Sepanjang malam tidak akan terasa perbedaannya. Selama cuaca mendukung sepanjang malam, Bulan (supermoon) akan tampak terang," ungkapnya.
Tahun ini total akan ada empat supermoon, masing-masing pada 3 Juli lalu, 1 Agustus, 31 Agustus, dan 29 September.
Dia bilang, supermoon tidak akan berdampak bahaya terhadap Bumi maupun Indonesia.
“Tetapi mungkin akan ada perubahan pada pasang surut air laut,” kata dia.
Clara mengatakan, supermoon adalah fenomena ketika Bulan purnama berada pada jarak terdekat dengan Bumi.
“Ini terjadi karena lintasan Bulan mengelilingi Bumi tidak bulat sempurna, agak elips (lonjong),” jelasnya.
Saat supermoon, bulan purnama menjadi terlihat lebih besar, lebih dekat, dan lebih terang.
“Bulan purnama terjadi ketika Bulan tepat berseberangan dengan Matahari, Bumi di antara keduanya,” terangnya.
Clara juga menyebutkan, hal itu membuat seluruh permukaan Bulan yang menghadap Bumi memantulkan sinar matahari.
Istilah “supermoon” tidak berasal dari astronomi, melainkan dari astrologi bidang pseudoscientific.
Bidang tersebut mempelajari pergerakan benda langit untuk membuat prediksi tentang perilaku dan peristiwa manusia.
Istilah ini pertama kali disebutkan dalam artikel pada 1979 untuk majalah "Dell Horoscope" oleh Richard Nolle.
Nolle mendefinisikan supermoon sebagai Bulan baru atau Bulan purnama yang terjadi dengan Bulan di posisi terdekat dengan Bumi dalam orbit tertentu.
Namun baru beberapa tahun terakhir ini, istilah supermoon lebih diperhartikan oleh masyarakat.
Hal itu dimulai sekitar 2004.
Bulan diketahui memiliki jarak rata-rata sejauh 238 ribu mil atau 382.900 km dari Bumi.
Kendati demikian, apogee (posisi terjauh) dan perigee (posisi terdekat) Bulan berubah-ubah karena orbitnya yang berbentuk elips.
“Alasan utama mengapa orbit Bulan bukan lingkaran sempurna (elips) adalah karena ada banyak gaya pasang suruh atau gravitasi yang menarik Bulan,” ucap ilmuwan NASA Noah Petro.
Dia menambahkan, gravitasi Bumi, Matahari, dan planet lain berpengaruh pada orbit Bulan.
“Anda memiliki semua gaya gravitasi berbeda yang menarik dan mendorong Bulan, yang memberi kita kesempatan untuk melewati jarak dekat ini,” tuturnya.
Ada dua faktor untuk mendukung terjadinya fenomena supermoon, yakni perigee dan fase purnama.
Adapun perigee Bulan setiap 27 hari sekali dan fase purnama setiap 29,5 hari saat Matahari menyinari Bulan sepenuhnya.
Diperkirakan Bulan akan tampak 30 persen lebih terang dan 14 persen lebih besar dari biasanya.
Namun, sangat sulit untuk melihat perbedaannya dengan mata telanjang.
“Itu tidak cukup untuk diperhatikan (perbedaannya) kecuali Anda adalah pengamat Bulan yang sangat berhati-hari,” kata Petro.
Supermoon yang terjadi pada Selasa (1/8/2023) mempunyai nama lain, yakni sturgeon moon.