Intisari-online.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meluncurkan kampanye 'Hajar Serangan Fajar' sebagai upaya untuk melawan praktik politik uang dalam Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2024.
Melalui kampanye ini, KPK mengajak seluruh masyarakat untuk menolak, menghindari, dan melindungi diri dari godaan politik uang dalam kontes Pemilu.
Ketua KPK Firli Bahuri, mengatakan Pemilu menjadi momen demokrasi yang dimiliki oleh rakyat.
Dalam Pemilu, rakyat memilih dan menentukan masa depan untuk lima tahun ke depan.
Pemimpin yang terpilih menjadi representasi dari harapan rakyat terhadap perubahan, keadilan, dan kesejahteraan bagi seluruh warga negara.
“Saya titipkan pesan kepada partai politik untuk menjauhkan kepentingan pribadi dan kelompok demi terwujudnya tujuan negara Indonesia,” ujarnya di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jumat (14/7/2023).
Firli menjelaskan, partai politik (Parpol) memiliki peran penting dalam kontestasi politik di Indonesia.
Parpol adalah wakil suara rakyat yang memilih dan menempatkan kader-kader mereka dalam jabatan publik di eksekutif maupun legislatif.
Tugas para kader parpol yang terpilih membuat kebijakan dan UU yang berhubungan dengan kepentingan rakyat.
Untuk menciptakan iklim Pemilu yang jujur, bersih, dan adil, KPK telah memulai program Politik Cerdas Berintegritas (PCB) sejak tahun 2022.
Program ini melibatkan 26 partai politik nasional dan lokal di Aceh. Tujuan dari PCB adalah memberikan pemahaman kepada partai politik agar mereka berkontestasi dengan beradu ide dan gagasan, bukan dengan memberikan uang.
Baca Juga: Info Dari KPU, Pindah Tempat Memilih Pada Pemilu 2024 Nanti Harus Diurus Langsung, Tak Bisa Online
"Kita menyadari bahwa demokrasi adalah kedaulatan rakyat. Oleh karena itu, suara rakyat adalah suara Tuhan. Saya mengajak semua orang untuk tidak pernah menjual suara rakyat dalam Pemilu 2024," pesan purnawirawan jenderal polisi bintang tiga itu.
Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana, menambahkan kampanye ‘Hajar Serangan Fajar’ merupakan hasil dari kajian yang dilakukan KPK terkait potensi korupsi dalam Pemilu. Hasil kajian pada 2018 menunjukkan 95 persen responden memilih berdasarkan uang, 72,4 persen melalui media sosial, dan 69,6 persen melalui popularitas.
Temuan ini diperkuat oleh hasil kajian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di 2019, yakni 47,4 persen masyarakat membenarkan masih ada praktik politik uang di pemilu serentak di 2019.
Kemudian 46,7 persen masyarakat menganggap politik uang wajar.
"Karena politik uang ini membuat politik jadi berbiaya tinggi. Bukan tidak boleh mengeluarkan uang, biaya politik pasti ada, tapi untuk hal yang sesuai kebutuhannya. Jika melihat kajian KPK tadi dan penelitian UGM, ternyata biaya politik digunakan ke hal lain," ujar Wawan.
Wawan juga mengungkapkan bahwa kelompok perempuan berusia 35 tahun ke atas menjadi sasaran empuk politik uang atau serangan fajar di Pemilu.
Hal ini didasarkan pada hasil kajian KPK bersama Deep Indonesia, dari sejumlah pemilih 2019 yang dijadikan responden.
"Dari sejumlah pemilih 2019 yang dijadikan responden, 72 persen menerima politik uang. Kemudian dibedah lagi, dari 72 persen tersebut, ternyata 82 persennya adalah perempuan berusia 35 tahun ke atas. Jika dikelompokkan berdasarkan umur yang terbesar yakni 36-50 tahun, jumlahnya mencapai 60 persen," paparnya.
Oleh karena itu, Wawan mengimbau kepada masyarakat, khususnya perempuan, untuk tidak tergoda oleh politik uang.
Ia menegaskan bahwa politik uang adalah bentuk korupsi yang merugikan rakyat dan negara.
"Kita harus sadar bahwa politik uang adalah korupsi. Korupsi adalah musuh kita bersama. Korupsi adalah penghianatan terhadap bangsa dan negara. Korupsi adalah penghancur masa depan generasi penerus kita," tegasnya.
Baca Juga: KPU Sebut Hanya 10,19% di Setiap Parpol yang Memenuhi Persyaratan Bacaleg: Apa Saja Syaratnya?
Wawan juga mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam kampanye ‘Hajar Serangan Fajar’ dengan cara menolak, melaporkan, dan menyebarkan informasi tentang bahaya politik uang.
Ia berharap kampanye ini dapat meningkatkan kesadaran publik terkait pencegahan korupsi dalam Pemilu.
"Mari kita bersama-sama hajar serangan fajar. Mari kita bersama-sama tolak politik uang. Mari kita bersama-sama pilih pemimpin yang jujur, bersih, dan berintegritas. Mari kita bersama-sama wujudkan Pemilu 2024 yang berkualitas," pungkasnya.