Kompleks pemakaman Tegalarum, tempat Amangkurat I dimakamkan. Konon, jenazah raja Mataram Islam keempat itu tak pernah membusuk.
Intisari-Online.com - Di kalangan raja-raja Mataram Islam, rasanya tidak ada yang seproblematik Amangkurat I.
Raja Mataram Islam keempat itu sepanjang hidupnya diselimuti dengan berbagai kontroversi.
Selain menjalin persahabatan dengan VOC, di mana saat zaman Sultan Agung adalah musuh utama, Amangkurat I juga pernah berselisih dengan putranya.
Bukan soal kekuasaan, tapi dalam urusan wanita.
Pada zaman Amangkurat I pula meletus salah pemberontakan terbesar sepanjang sejarah Mataram Islam, pemberontakan Trunojoyo.
Akibat pemberontakan Trunojoyo pula, Amangkurat I melarikan diri ke barat hingga akhirnya meninggal di sekitar daerah Tegal, Jawa Tengah.
Jenazah Amangkurat I kemudian dimakamkan di Tegalarum atau Tegalwangi.
Ada cerita turun temurun terkait jenazah Amangkurat I yang dimakamkan di Tegalarum.
Konon, jenazah anak Sultan Agung itu tidak pernah membusuk.
Tak hanya tidak pernah membusuk,janazah Amangkurat I seperti "hidup" karena kuku dan rambutnya masih tumbuh dan memanjang.
Hal itu disampaikan oleh juru kunci kompleks pemakaman Tegalarum Agus Sholeh.
Menurutnya, cerita itu masih ada hingga sekarang.
Agus mengaku pertama kali mendengar cerita tersebut dari kakeknya yang juga juru kunci di sana.
"Jadi konon dulu jenazahnya tidak dikijing (ditutup batu nisan) tapi hanya ditutup dengan kaca," kata Agus pada 2016 lalu.
"Jadi setiap tahun dari keraton Solo datang dan melakukan pemotongan rambut dan kuku."
Prosesi itu berlangsung sejak meninggalnya sang raja pada abad ke-17 atau 1677 hingga sekitar tahun 1960 an.
Pada 1960-an atas pertimbangan dari Keraton Kasunanan Surakarta serta para tokoh agama akhirnya mereka sepakat untuk menutup secara permanen makam Amangkurat I dengan batu nisan.
Sejak penutupan makam yang salah satu tujuannya agar tidak terjadi kemusyrikan tersebut.
Sejak itu pula tradisi potong rambut dan kuku oleh Keraton Surakarta sudah tidak berlangsung lagi.
"Kakek saya yang masih di masanya, kalau saya sendiri tidak melihat langsung karena tahun segitu belum lahir," katanya.
"Wallahu alam semua kembali ke kepercayaan masing-masing."
Meski begitu, hingga kini Kesunanan Surakarta masih tetap memberikan penghormatan kepada makam leluhurnya itu.
Biasanya mereka menggelar jamasan setiap tahunnya di bulan Suro dalam penanggalan Jawa.
Amangkurat I dalam sejarahnya adalah Raja Mataram Islam yang merupakan putera dari Sultan Agung dan naik tahta sejak 1646.
Pada 1648 dia memindahkan pusat pemerintahannya dari Kerta ke Plered.
Akhir pemerintahan Amangkurat I berakhir tragis.
Bagaimana tidak, di akhir-akhir hayatnya dia harus terusir dari keraton yang dia bangun karena meletusnya pemberontakan Trunojoyo.
Dalam pelariannya, Amangkurat I akhirnya meninggal dunia dan dimakamkan di Tegalarum.
Setelah kematiannya, sang putra, Raden Mas Rahmat, menggantikannya dan bergelar Amangkurat II.
Karena keraton Plered hancur akibat dijarah pasukan Trunojoyo, Amangkurat II memutuskan untuk membangun keraton baru di daerah Kartasura.