Siapa sebenarnya sosok pemilik CMNP sebenarnya? MBak Tutut atau Jusuf Hamka yang baru-baru ini menggugat negara?
Intisari-Online.com -Kita semua bertanya-tanya: siapa sebenarnya sosok pemilik CMNP?
Apakah Jusuf Hamka atau Siti Hardijanti Rukmana alias Mbak Tutut?
Kita tahu, belum lama ini pengusaha tanah air Jusuf Hamka menuntut negara untuk mengembalikan utang negara kepada PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP).
Jusuf menyebut negara, dalam hal ini Kementerian Keuangan, punya utang sebesar Rp179 miliar.
Sebagai informasi, CMNP adalah perusahaan yang didirikan oleh Mbak Tutut, putri tertua Soeharto.
CMNP juga tercatat sebagai perusahaan swasta yang memperoleh konsesi jalan tol pertama di Tanah Air.
Bank tersebut kemudian ikut terimbas krisis moneter 1998 dan akhirnya mendapatkan suntikan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dari pemerintah.
Aliran dana BLBI dari negara itu kemudian sebagian dipakai untuk membayar para pemegang simpanan di bank tersebut.
Meski begitu, pemerintah menolak melakukan pembayaran untuk CMNP.
Alasannya, menurut BPPN, perusahaan jalan tol itu kepemilikan sahamnya masih terafiliasi dengan Keluarga Cendana.
Sementara menurut klaim Jusuf Hamka, CMNP kala itu sudah berstatus perusahaan terbuka di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Sehingga alasan pemerintah enggan membayar deposito milik CMNP di Bank Yama tidak bisa diterima.
Hingga kemudian Bank Yama dilikuidasi pemerintah, CMNP tetap tidak bisa menarik depositonya di bank tersebut.
Jusuf Hamka tak menyerah, pengusaha yang akrab disapa Babah Alun itu pun menempuh upaya hukum menagih pembayaran deposito tersebut hingga ke MA.
Mengutip data yang bisa dilihat di profil perusahaan tercatat Bursa Efek Indonesia (BEI), kepemilikan secara langsung Keluarga Jusuf Hamka di CMNP sejatinya hanya sebesar 9,35 persen.
Saham Keluarga Jusuf Hamka terlacak dari Fitria Yusuf yang merupakan putri Jusuf Hamka yang memegang saham sebesar 4,42 persen.
Berikutnya adalah Feisal Hamka yang juga merupakan anak Jusuf Hamka sebesar 4,93 persen.
Tidak ada nama Jusuf Hamka dalam jajaran pemegang saham langsung.
Selain itu, tidak ada pula kepemilikan saham langsung di CMNP dari Tutut Soeharto maupun kerabatnya dari Keluarga Cendana.
Kepemilikan saham mayoritas atau pengendali saham pada CMNP justru dimiliki perusahaan yang terdaftar di Singapura, yaitu BP2S SG/BNP Paribas Wealth Management Singapore Branch dengan kepemilikan sebesar 58,95 persen.
Lantaran merupakan perusahaan yang terdaftar di negara surga pajak, sulit menelusuri siapa di balik pemegang saham mayoritas CMNP atau pemilik dari BP2S SG/BNP Paribas Wealth Management Singapore Branch.
Hingga sekarang, belum jelas bagaimana Tutut Soeharto maupun keluarganya yang mendirikan perusahaan tersebut kemudian secara tiba-tiba tak lagi banyak berkiprah di CMNP.
Baik sebagai komisaris maupun direksi perusahaan.
Keluarga Cendana terakhir yang punya posisi di CMNP adalahDanty Indriastuty Purnamasari.
Anak Mbak Tutut itu sempat menjabat Direktur Utama CMNP hingga 2016.
Tutut Seoharto juga tercatat sempat menjabat komisaris perusahaan, hingga kemudian ia mundur pada tahun 2003.
Sementara itu dikutip dari Kontan, sebelum masuknya investasi dari BP2S SG/BNP Paribas Wealth Management Singapore Branch, saham CMNP juga digenggang oleh beberapa perusahaan yang terdaftar di Singapura lainnya.
Salah satunya adalah Merah Putih Limited pada akhir 2013 lalu.
Kala itu, Merah Putih menggenggam 25,27 persen saham CMNP.
Kemudian, UBS AG Singapore R/A Reckson Limited sebesar 22,29 persen, dan Emierates Tarian Global Ventures SPC 9,09 persen.
Adapun, 43,35 persen milik publik.
Indrawan Sumantri, Direktur Keuangan CMNP pada 2013, mengaku tidak tahu menahu terkait identitas Merah Putih.
Menurut laporan yang ditulis Kontan pada 16 Desember 2013, Merah Putih yang tercatat di Singapura ini ditenggarai dimiliki oleh Keluarga Cendana.
"Wah, saya tidak tahu, kami tidak dapat informasi tentang hal itu," ujar Indrawan kala itu.
Di tahun 2013 pula, Direktur Utama CMNP tercatat masih putri Tutut Soeharto, yakni Danty Indriastuty Purnamasari.
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, pemerintah terus mempelajari apakah bisa dilakukan pembayaran APBN terkait piutang yang diklaim Jusuf Hamka dan CMNP.
Kemenkeu terus mendalami kepemilikan saham afiliasi, apakah memang CMNP masih terkait dengan Keluarga Cendana atau sepenuhnya sudah berpindah ke pihak lain.
Ini mengingat Tutut sempat menjabat komisaris perusahaan, sementara anaknya juga selama beberapa tahun menduduki posisi direksi.
"Kepemilikan perusahaan bisa berganti. Hubungan individu dengan perusahaan juga bisa berubah. Nama Jusuf Hamka menjadi sentral, padahal seharusnya Ibu SHR," terang Prastowo dikutip dari akun Twitternya.
Kompas.com telah meminta izin Yustinus Prastowo untuk mengutip pernyataannya di media sosial tersebut.
"Berdasarkan data resmi di Ditjen AHU, Ibu SHR/Mbak Tutut adalah Komisaris Utama atau Direktur Utama PT CMNP, kurun 1987 hingga 1999. Persis saat pemerintah mengucurkan BLBI. Ibu SHR/Mbak Tutut juga komisaris utama dan pengendali Bank Yama, sesuai penyelesaian kewajiban di BPPN," paparnya.
"Keterlibatan keluarga Ibu SHR berlanjut, diteruskan anaknya Danty Indriastuty sebagai komisaris di CMNP, sejak tahun 2001. Pada waktu itu diketahui terdapat 3 entitas milik Ibu SHR (bukan CMNP) memiliki utang pada bank-bank yang disehatkan BPPN. Ini yang ditagih hingga kini," tambah dia.
Utang warisan BLBI tersebut memang kembali diungkit setelah Jusuf Hamka menagih utang deposito Bank Yama di Kementerian Keuangan.
Utang BLBI yang dimaksud terkait dengan tiga perusahaan yang terafiliasi dengan Tutut Soeharto dan grup bisnisnya, Citra Lamtoro Gung Persada (Grup Citra).
Utang BLBI atas nama Tutut Soeharto tersebut muncul setelah pemerintah memberikan dana kepada 3 perusahaan miliknya yakni PT Citra Mataram Satriamarga, PT Marga Nurindo Bhakti, dan PT Citra Bhakti Margatama Persada.
Ketiga perusahaan tersebut memiliki utang ke negara masing-masing Rp 191,6 miliar, Rp 471,4 miliar, Rp 6,52 juta dollar AS, dan Rp 14,79 miliar.
Yang menarik dan berbeda dengan para obligor BLBI lainnya, utang ke negara tersebut tidak disertai dengan jaminan aset.
Jaminan aset atas utang milik Tutut Soeharto disebutkan tidak ada sama sekali, agunan yang dipakai saat itu hanya berupa SK proyek.
Tutut sejauh ini belum pernah dipanggil langsung oleh Satgas BLBI dalam beberapa waktu terakhir.
Sementara adik kandung, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto, sempat dipanggil menghadap Satgas BLBI.