Di Balik Peristiwa Pembangunan Sirkuit Mandalika, Ternyata Sisakan Utang Rp4,6 Triliun Bagi BUMN

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Pembangunan Sirkuit Mandalika ternyata meninggalkan utang yang menggunung bagi BUMN yang mengelolanya. Kok bisa?
Pembangunan Sirkuit Mandalika ternyata meninggalkan utang yang menggunung bagi BUMN yang mengelolanya. Kok bisa?

Pembangunan Sirkuit Mandalika ternyata meninggalkan utang yang menggunung bagi BUMN yang mengelolanya. Nilainya mencapai Rp4,6 triliun.

Intisari-Online.com -Masih ingat dengan pembagunan Sirkuit Mandalika yang kita bangga-banggakan itu?

Ternyata, pembangunan sirkuit yang terletak di Lombok, Nusa Tenggara Barat, itu meninggalkan utang yang tidak kecil untuk pemerintah.

Dilansir Kompas.com, utang yang menggunung itu disebut membuat keuangan BUMN yang mengelola kawasan tersebut belepotan.

BUMN itu pun disebut kesusahan membayar cicilan pinjaman yang segera jatuh tempo.

Kita tahu, Sirkuit Mandalika dikelola langsung oleh BUMN.

Dalam hal ini adalah PT Pengembangan Pariwisata Indonesia, perusahaan anggota holding BUMN PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero) atau InJourney.

Tak hanya beban utang yang melonjak.

Kas perusahaan juga kembang kempis karena pemasukan dari Mandalika terbilang seret.

Sementara beban yang harus ditanggung perseroan sangatlah besar.

Seperti disebut di awal,pengembangan kawasan Mandalika, termasuk di dalamnya arena balapan Sirkuit Mandalika, dibangun dan dikelola oleh PT Pengembangan Pariwisata Indonesia atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC).

ITDC merupakan salah satu anak usaha BUMN, PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero) atau InJourney.

Perusahaan ini juga mengembangkan kawasan Nusa Dua Bali.

Direktur Utama InJouney, Dony Oskaria, mengatakan secara umum utang yang membengkak tersebut terbagi menjadi dua.

Utang jangka pandek sebesar Rp 1,2 triliun dan utang jangka panjang Rp 3,4 triliun.

Sehingga total utang menjadi Rp 4,6 triliun.

"Itu waktu kita mengambil alih Mandalika itu posisinya adalah mereka mempunyai short term liabilities Rp 1,2 triliun," katanya, Kamis (15/6).

"Mereka mempunyai long term liabilities Rp 3,4 triliun."

Belum lagi, perusahaan juga harus menanggung beban berat dari pengelolaan Mandalika.

Mulai dari beban bunga pinjaman, pemeliharaan, hingga penyusutan aset yang harus dicatat.

ITDC bisa dikatakan saat ini masih merugi dalam pengembangan kawasan Mandalika.

Perusahaan masih bisa sedikit bernapas karena masih bisa ditopang dari pemasukan pengelolaan Nusa Dua Bali.

Namun, bukan berarti pemasukan dari lini bisnis lain bisa menyelesaikan masalah.

Utang beserta bunga dari perbankan yang harus dibayar terlalu tinggi bagi kondisi keuangan perusahaan saat sekarang.

"Dengan sumber implement capacity hanya dari Nusa Dua," tambahnya.

"Terus terang saya tidak bisa menyelesaikan yang short term liabilities ini, di mana isi di dalamnya adalah pembangunan Grand Stand, VIP village, sama kebutuhan modal kerja waktu penyelenggaraan event, yaitu Rp 1,2 triliun.'

Dia berterus terang, meski sukses digelar dan ajang balapannya menjadi perhatian dunia, gelaran MotoGP justru bikin tekor perusahaan.

"Ini yang menjadi persoalan di ITDC. Di samping itu ITDC juga mendapatkan beban untuk penyelenggaraan MotoGP tahun 2022," ungkap Dony.

"Ini menjadi beban yang sampai saat ini menjadi tanggungan daripada ITDC."

Mantan petinggi Trans Corp ini bilang, InJourney masih terus mencari jalan agar ITDC bisa keluar dari masalah beban utang dan kerugian dari pengembangan Mandalika.

Dia melanjutkan, agar perusahaan tetap bisa sehat, InJourney lantas meminta modal dari pemerintah melalui Penyertaan Modal Negara (PMN).

PMN akan digunakan untuk pembayaran utang jangka pendek yang memang bersifat sangat mendesak.

Perusahaan juga terus berupaya menggenjot pendapatan dari lini bisnis lainnya untuk menyelesaikan persoalan utang jangka panjang yang jatuh temponya lebih lama.

Artikel Terkait