Intisari-Online.com -Presiden Joko Widodo telah menandatangani keputusan presiden (keppres) terkait pemberhentian Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar sebagai pimpinan KPK.
Melansir Kompas.com,Senin, (11/72022), Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara Faldo Maldini mengungkapkan, Lili pun telah mengirimkan surat pengunduran diri kepada Jokowi.
Hari ini, Lilimemenuhi panggilan Dewan Pengawas KPK utuk mengikuti sidang kode etik.
Seperti diketahui, Lili tengah menjadi sorotan karena diduga melanggar etik terkait dugaan menerima akomodasi hotel dan tiket menonton MotoGP 2022 di Mandalika dari salah satu badan usaha milik negara.
Sidang etik Lili KPK ini imbas dia menerima tiket MotoGP Mandalika.
Ia diduga berupaya memanipulasi penerimaan pemberian tiket dan akomodasi tersebut dari PT Pertamina (Persero).
Ini bukan kali pertama Lili berurusan dengan Dewas KPK. Sederet dugaan pelanggaran etik pernah menyeret namanya.
Lili bahkan pernah dinyatakan bersalah karena terbukti melanggar kode etik pimpinan KPK.
Berikut deretan kontroversi Lili Pintauli Siregar ihwal dugaan pelanggaran kode etik:
1. Berita bohong
September 2021 lalu, Lili juga dilaporkan ke Dewas KPK ihwal dugaan penyebaran berita bohong.
Laporan itu dibuat oleh empat eks pegawai KPK yakni Rieswin Rachwell, Benydictus Siumlala Martin Sumarno, Ita Khoiriyah, dan Tri Artining Putri.
Mereka menduga Lili melakukan pembohongan publik karena dalam konferensi pers yang digelar 30 April 2021 ia menyangkal telah berkomunikasi dengan pihak yang tengah berperkara di KPK, yakni eks Wali Kota Tanjungbalai, M Syahrial.
Sementara, pada Agustus 2021 lalu Lili dinyatakan bersalah oleh Dewas karena terbukti berkomunikasi dengan M Syahrial terkait kasus dugaan suap lelang jabatan yang menjerat mantan Wali Kota Tanjungbalai itu.
Kini, laporan terkait dugaan berita bohong itu tengah diproses Dewas melalui klarifikasi sejumlah pihak.
"Pengaduan etik baru terhadap Ibu LPS (Lili Pintauli Siregar) dalam proses di Dewas," ujar Anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris, melalui keterangan tertulis, Rabu (9/2/2022).
2. Gratifikasi hotel dan tiket MotoGP
Terbaru, Lili dilaporkan ke Dewas KPK terkait dugaan pelanggaran kode etik berupa penerimaan fasilitas untuk menonton MotoGP Mandalika yang digelar pertengahan Maret 2022 kemarin.
Lili diduga menerima gratifikasi berupa akomodasi hotel hingga tiket menonton MotoGP Mandalika dari salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Benar, dalam proses," ujar Anggota Dewas Harjono kepada Kompas.com, Selasa (12/4/2022).
Atas aduan tersebut, Dewas telah menindaklanjuti dengan meminta klarifikasi dari sejumlah pihak.
Dewas juga sudah meminta para pihak yang dipanggil untuk membawa bukti pemesanan penginapan di Amber Lombok Beach Resort dan tiket MotoGP Mandalika pada Grandstand Premium Zona A-Red.
3. Terbukti langgar etik
Akhir Agustus 2021, Lili dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran etik oleh Dewas KPK.
Lili terbukti melakukan komunikasi dengan pihak yang beperkara di KPK yang tidak lain adalah mantan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial, terkait dugaan suap lelang jabatan.
Atas perbuatannya, Lili dihukum sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan.
Adapun hal-hal yang meringankan putusan terhadap Lili yakni yang bersangkutan mengakui perbuatannya dan tidak pernah dijatuhi sanksi etik sebelumnya. Sedangkan yang memberatkan yakni Lili tidak menunjukkan penyesalan atas perbuatannya.
Selaku pimpinan KPK, Lili seharusnya menjadi contoh dan teladan dalam pemeriksaan di KPK, bukan malah sebaliknya.
Adapun laporan pelanggaran etik terhadap Lili Pintauli dilayangkan oleh mantan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK Sujanarko dan mantan dua penyidik KPK, Novel Baswedan dan Rizka Anungnata.
4. Desakan ke Dewas KPK
Sejumlah laporan dugaan pelanggaran kode etik itu kini tengah diproses oleh Dewas KPK.
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) pun mendesak Dewas segera memproses laporan dugaan pelanggaran etik tersebut.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman menilai, penanganan berlarut dapat mempengaruhi kinerja lembaga antirasuah tersebut.
"Apabila berlarut-larut maka akan makin menggerus kepercayaan masyarakat dengan akibat semakin menurun kinerja KPK memberantas korupsi karena pimpinannya bermasalah,” kata Boyamin dalam keterangannya, Rabu (13/4/2022).
Menurut Boyamin, laporan terhadap Lili yang berturut-turut seharusnya menjadi peringatan untuk dia mawas diri dan secara sadar mengundurkan diri dari KPK.
“Ini mestinya sudah menjadi kartu kuning kedua dan ketiga yang sebelumnya telah mendapat kartu kuning pertama berupa putusan bersalah melanggar kode etik berhubungan dengan Wali Kota Tanjungbalai,” tutur Boyamin.
5. Komunikasi dengan peserta pilkada
Pada Oktober 2021 lalu, Lili dilaporkan ke Dewas KPK atas dugaan pelanggaran etik karena berkomunikasi dengan salah satu kontestan Pilkada Serentak 2020 di Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura), Sumatera Utara, bernama Darno.
Dugaan pelanggaran etik itu diketahui oleh mantan penyidik KPK, Novel Baswedan dan Rizka Anungnata.
Keduanya merupakan penyidik dalam perkara eks Bupati Labuhanbatu Utara (Labura) Khairuddin Syah Sitorus.
Saat itu, Khairuddin tersangkut kasus dugaan suap terkait pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN-P 2017 dan APBN 2018 untuk Kabupaten Labuanbatu Utara.
Darno diduga meminta Lili mempercepat eksekusi penahanan Khairuddin sebelum Pilkada 2020 dimulai.
"Ada permintaan dari saudara Darno untuk mempercepat eksekusi penahanan Bupati Labura yang saat itu menjadi tersangka di KPK sebelum Pilkada Serentak tahun 2020 dimulai kepada Saudari LPS (Lili Pintauli Siregar) selaku Komisioner KPK," ujar Novel dalam laporan dugaan pelanggaran etik yang disampaikan ke Dewas KPK, Kamis (21/10/2021).
"Dengan tujuan menjatuhkan suara dari anak tersangka Bupati Labura Khairuddin Syah yang saat itu juga menjadi salah satu kontestan pilkada," kata dia.
Menurut Novel, dugaan pelanggaran etik tersebut disampaikan Khairuddin langsung kepadanya.
Selain itu, Khairuddin memiliki bukti-bukti berupa foto-foto pertemuan antara Lili dengan Darno.
"Selanjutnya, kami mempercayakan kepada Dewan Pengawas untuk proses-proses selanjutnya demi kepentingan keberlangsungan dan keberlanjutan KPK, integritas organisasi KPK, dan gerakan pemberantasan korupsi," tutur Novel.
(*)