Intisari-online.com - Pada tahun 1880, seorang ahli perkebunan tembakau dari Deli Tobacco Maatschappij bernama Aeilko Jans Zijker menemukan sumur minyak bumi pertama di Indonesia.
Ia menemukan air yang tercampur minyak bumi di sebuah desa bernama Telaga Said, yang terletak di Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Ia baru saja pindah dari Jawa ke Sumatera untuk melakukan inspeksi di area perkebunan.
Ia membawa sampel air minyak tersebut ke Batavia untuk diperiksa secara kimia, dan ternyata memiliki kandungan minyak sebesar 59 persen.
Ia lalu kembali ke Belanda untuk mencari dana dan izin untuk melakukan eksplorasi minyak bumi di wilayah Langkat.
Pada tahun 1883, ia mendapatkan konsesi seluas 500 bahu (3,5 km persegi) dari Sultan Langkat saat itu, Sultan Musa.
Pada tahun 1884, ia mulai melakukan pengeboran di Telaga Said, dan pada 15 Juni 1885, ia berhasil menghasilkan minyak bumi sebanyak 200 liter per hari.
Ini merupakan penemuan minyak bumi pertama di Indonesia yang cukup komersial.
Zijker kemudian mendirikan perusahaan minyak bernama Sumatra Petroleum Maatschappij (SPM) untuk mengelola sumur minyak tersebut.
Pada tahun 1890, SPM bergabung dengan Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM), perusahaan minyak milik Belanda yang kemudian menjadi Royal Dutch Shell.
Zijker dapat disebut sebagai pionir industri perminyakan di Indonesia, karena ia telah membuka peluang bagi masuknya perusahaan-perusahaan minyak asing lainnya ke Indonesia.
Baca Juga: Sosok Kapten VOC Brikman, Korban Tombak Sakti Mataram Islam yang Menewaskan Ratusan Tentara Belanda
Selain BPM, ada juga Standard Oil Company of New Jersey (Esso), Standard Oil Company of New York (Mobil), Standard Oil Company of California (Chevron), Texas Oil Company (Texaco), dan Gulf Oil Corporation yang beroperasi di Indonesia sebelum kemerdekaan .
Zijker juga telah memberikan kontribusi bagi perkembangan ekonomi dan sosial masyarakat sekitar sumur minyak Telaga Said.
Ia membangun infrastruktur seperti jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit, dan masjid untuk kesejahteraan para pekerja dan penduduk setempat.
Ia juga menghormati adat istiadat dan budaya masyarakat Langkat, serta menjalin hubungan baik dengan Sultan Langkat .
Zijker meninggal dunia pada tahun 1890 akibat penyakit malaria.
Ia dimakamkan di pemakaman Kristen di Pangkalan Brandan.
Namun, makamnya tidak terawat dan terlupakan oleh banyak orang.
Padahal, Zijker merupakan sosok yang berjasa dalam sejarah perminyakan Indonesia.
Setelah Zijker meninggal dunia pada tahun 1890 akibat penyakit malaria, konsesi minyak bumi di Telaga Said dialihkan ke NV Koninklijke Nederlandsche Petroleum Maatschappij (KNPM), yang merupakan perusahaan minyak pertama di Indonesia.
KNPM kemudian bergabung dengan Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM), perusahaan minyak milik Belanda yang kemudian menjadi Royal Dutch Shell.
BPM menjadi perusahaan minyak terbesar dan terkuat di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara, selama masa penjajahan Belanda.
Baca Juga: Sukses Curi Perhatian Saat Pertandingan Timnas Indonesia vs Palestina, Siapa Sosok Rafael Struick?
BPM menguasai hampir seluruh wilayah minyak bumi di Indonesia, mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua.
BPM juga membangun kilang-kilang minyak di berbagai tempat, seperti Pangkalan Brandan, Plaju, Balikpapan, Cilacap, dan Sorong.
Pada masa Perang Dunia II, BPM mengalami kerugian besar akibat serangan Jepang yang merebut sebagian besar instalasi minyak bumi di Indonesia.
BPM juga harus bersaing dengan perusahaan-perusahaan minyak Amerika Serikat (AS) yang masuk ke Indonesia setelah kemerdekaan.
Pada tahun 1951, BPM mengubah namanya menjadi Shell Company of Indonesia (SCI), sebagai bentuk penyesuaian dengan kondisi politik dan ekonomi Indonesia yang merdeka.
Pada tahun 1957, SCI bersama dengan perusahaan-perusahaan minyak asing lainnya dinasionalisasi oleh pemerintah Indonesia sebagai respons terhadap krisis politik dan ekonomi yang terjadi akibat konfrontasi dengan Belanda.
SCI kemudian diserahkan kepada Permina (Perusahaan Minyak Nasional), perusahaan minyak negara yang didirikan oleh Ibnu Sutowo pada tahun 1957.
Permina kemudian bergabung dengan Pertamin (Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara) pada tahun 1968 untuk membentuk Pertamina (Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara) sebagai perusahaan minyak nasional Indonesia.