Diam-diam Kesultanan Cirebon ternyata menginginkan wilayah timur Priangan yang dikuasai Mataram Islam. Jalin kesepakatan dengan VOC
Intisari-Online.com -Meski takluk kepada Mataram Islam, ternyata Kesultanan Cirebon diam-diam ingin penguasaan mutlak atas Priangan Timur.
Sembari menunggu melemahnya Mataram Islam, Kesultanan Cirebon ternyata diam-diam mengikat perjanjian dengan VOC.
Sejak Kerajaan Pajajaran mengalami kemunduran, terjadi kekosongan di wilayah Priangan.
Ketika Kesultanan Cirebon muncul, kerajaan ini berusaha untuk menguasainya.
Tak hanya Cirebon, Mataram Islam juga ternyata mengincarnya.
Saat Sultan Agung berkuasa, Mataram Islam akhirnya bisa membujuk penguasa Sumedang untuk tundak kepada kerajaan Islam dari Jawa bagian tengah itu.
Sejak itulah Mataram Islam menancapkan cakarnya di tanah Priangan.
Sementara itu, Cirebon juga tak bisa berbuat apa-apa.
Selain kalah tentara, Cirebon juga kalah dalam hal melakukan langkah-langkah diplomasi dengan penguasa lokal di timur Priangan dibanding Mataram Islam.
Hingga tahun 1660-an, Mataram telah bersekutu dengan penguasa lokal di kawasan Timur Priangan.
Masyarakatnya telah menjadi bagian yang erat dengan pernikahan keluarga kerajaan, sehingga Mataram senantiasa bertahta di sana.
Meski tak bisa berbuat apa-apa, ternyata Cirebon terus menunggu waktu yang tepat untuk berkuasa di bagian timur Priangan.
Momen itu terjadi ketika Mataram Islam melakukan ekspedisi ke Batavia untuk menghancurkan VOC.
Alih-alih pulang membawa kemenangan, Mataram Islam di bawah kekuasaan Sultan Agung justru hancur berantakan.
Mereka seolah tak berdaya di hadapan meriam-meriam VOC.
Kondisi itulah yang kemudian dimanfaatkan oleh Cirebon.
Meski mereka dipaksa tunduk kepada Mataram, pada kenyatannya para penguasa Cirebon lebih memilih bernaung di bawah panji VOC.
Bahkan antara Kesultanan Cirebon dan VOC sudah terjalin perjanjian dan kesepatan.
Perjanjian yang ditandatangani pada 1681 itu mewajibkan dinasti Kesultanan Cirebon menerima VOC sebagai pelindung.
Dalam buku Keuntungan Kolonial dari Kerja Paksa: Sistem Priangan dari Tanam Paksa Kopi di Jawa 1720-1870 karya Jan Breman disebutkan bagaimana kesepatan antara Cirebon dan VOC terjadi.
Pengakuan Cirebon atas VOC juga diwujudkan dalam bentuk pembangunan benteng, penyerahan keuntungan dagang, dan hak atas wilayah dataran tinggi di sekitarnya.
Sementara menurut Merle Ricklefs menuliskan, perjanjian itu menyebutkan para penguasa Cirebon selanjutnya takluk kepada Mataram.
Kesepakatan itu ternyata bikin tidak suka Amangkurat II, penguasa Mataram Islam terbaru.
Bagaimana lagi, kesepakatan itu membuat Mataram harus kehilangan kewenangan wilayah atas Priangan yang sekarang dikuasai VOC.
Mataram hanya menyisakan sedikit pijakannya di Priangan akibat tersudut atas kuasa VOC.
Momentum inilah yang telah dinanti para musuhnya untuk menyisihkan Mataram, dalam hal ini Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten.
Kesultanan Banten juga berlindung di bawah Cirebon.
Bukan tanpa alasan adanya jalinan erat antara Cirebon dengan Banten.
Sunan Gunung Djati yang memimpin Kesultanan Cirebon, memiliki putra yang merupakan penguasa dari Kesultanan Banten, Maulana Hasanuddin.
Dari sana, hubungan Cirebon dan Banten layaknya hubungan ayah dengan anaknya.
Perlindungan Sultan Cirebon kepada Banten didukung dengan pasokan persenjataan untuk melawan kekuasaan Jawa.
Strategi inilah yang akhirnya mampu memukul mundur Mataram.
Mundurnya Mataram dari Priangan berakhir dengan serangan bantuan dari Banten, baik ke daerah pesisir yang bersekutu dengan Cirebon, maupun ke dataran tinggi Priangan.