Ketika Inggris Ngamuk Karena Permintaannya Tak Digubris HB II, Sempat Minta Bantuan Pangeran Diponegoro

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Thomas Raffles meminta takhta Keraton Yogyakarta diserahkan kepada Hamengkubuwono III. Hamengkubuwono II menolak.
Thomas Raffles meminta takhta Keraton Yogyakarta diserahkan kepada Hamengkubuwono III. Hamengkubuwono II menolak.

Thomas Raffles meminta takhta Keraton Yogyakarta diserahkan kepada Hamengkubuwono III. Hamengkubuwono II menolak.

Intisari-Online.com -Inggris yang baru saja menggantikan posisi Belanda di Hindia Belanda langsung melakukan penyerbuan ke Jawa.

Ketika itu Kesultanan Yogyakarta, sebagai trah Mataram Islam, kembali dipimpin oleh Hamengkubuwono II.

Hamengkubuwono III, yang sempat diangkat Belanda sebagai raja, kembali ke posisi semula: putra mahkota.

Dia memutuskan berdamai dengan ayahnya pada 5 November 1811.

Residen Inggris di Yogyakarta,John Crawfurd, segera menghubungi Pangeran Diponegoro sebagai perantara untuk menyampaikan maksud dari kedatangan Inggris ke Yogyakarta.

Inggris menginginkan sang putra mahkota, Hamengkubuwana III, untuk naik tahta secepatnya.

Menurut Inggris, HB II adalah sosok yang kaku dan tak bisa diajak kompromi.

"Di lain pihak, Hamengkubuwana II bermaksud untuk membujuk Inggris agar bersedia jika kedudukan putra mahkota kepada Mangkudinigrat," tulis Peter Carey dalam buku, Takdir.

Raffles tiba di Yogyakarta pada tanggal 17 Juni 1812.

Dia langsung mengultimatum Sultan Hamengkubuwana II untuk menyerahkan kedudukan kepada putra mahkota.

Namun permintaan itu ditolak oleh sultan.

Sekitar 1.000 pasukan Inggris dikerahkan, di mana terdapat pasukan Sepoy (kemudian dikenal Sapehi) turut dalam barisannya.

Pada tanggal 19 Juni 1812, mereka mulai membombardir keraton sebagai peringatan, tetapi sultan mengabaikannya.

Akibat dari hal tersebut, Inggris secara serius mengumumkan perang atas kraton Yogyakarta.

Pertempuran Sapehi tak terhindarkan, sampai akhirnya Inggris menang dan berhasil menduduki Keraton Yogyakarta.

Berdasarkan Babad Bedhah ing Yogyakarta, sebuah babad yang ditulis pada pertengahan Juni 1812 hingga pertengahan Mei 1816, penjarahan keraton berlangsung selama lebih dari empat hari.

Babad ini menceritakan bagaimana arus barang jarahan terus mengalir tanpa henti menuju ke kediaman residen yang diangkut menggunakan gerobak-gerobak yang ditarik sapi dan digotong portir.

Pasukan Inggris yang berhasil menguasai kraton, menjarah dan mengambil naskah-naskah penting yang tersimpan untuk dibawa ke Inggris.

Sekitar 7.000 naskah diperkirakan lenyap dari istana.

Berkat kemenangan Inggris, sang putra mahkota akhirnya melenggang naik ke tampuk kekuasaan.

Hamengkubuwana III secara resmi diangkat sebagai penerus ayahnya dan disaksikan langsung oleh Raffles dan orang-orang Inggris.

Entah apa yang terjadi, beberapa benda pusaka keraton yang sempat hilang, dikembalikan oleh pasukan Inggris ke kraton setelah Hamengkubuwana III dinobatkan sebagai raja.

Artikel Terkait