Intisari-online.com - Frans Kaisiepo adalah seorang tokoh Papua dan nasionalis Indonesia yang lahir di Biak pada 10 Oktober 1921.
Ia menjadi Gubernur Provinsi Papua yang keempat dan mendapatkan gelar Pahlawan Nasional Indonesia pada tahun 1993.
Salah satu prestasinya yang terkenal adalah menghentakkan bendera merah putih di Papua pada 31 Agustus 1945, ketika wilayah itu masih berada di bawah kekuasaan Belanda.
Frans Kaisiepo adalah anak dari Albert Kaisiepo dan Albertina Maker.
Ia menempuh pendidikan di sekolah guru agama Kristen di Manokwari dan Sekolah kursus Pegawai Papua di Kota NICA (sekarang Kampung Harapan, Jayapura).
Di sekolah terakhir itu, ia bertemu dengan Sugoro Atmoprasodjo, seorang guru yang mengajarkan nilai-nilai nasionalisme Indonesia kepada para siswa Papua.
Frans Kaisiepo terinspirasi oleh proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan berkeinginan untuk menyatukan Papua dengan Indonesia.
Ia sering mengadakan pertemuan rahasia dengan para pemuda Papua untuk membahas rencana tersebut.
Pada 31 Agustus 1945, ia bersama teman-temannya berhasil menghentakkan bendera merah putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya di Biak, sebagai bentuk pengakuan terhadap kedaulatan Indonesia.
Tindakan ini merupakan yang pertama kali dilakukan di Papua.
Frans Kaisiepo juga aktif berpolitik untuk memperjuangkan aspirasi rakyat Papua.
Baca Juga: Upaya yang Dilakukan Pemerintah dalam Pengembangan Ekonomi Digital
Pada Juli 1946, ia menjadi utusan Nederlands Nieuw Guinea (nama resmi Papua saat itu) dan satu-satunya orang asli Papua yang menghadiri Konferensi Malino di Sulawesi Selatan.
Konferensi ini membahas pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai hasil perundingan antara Indonesia dan Belanda.
Frans Kaisiepo menolak usaha Belanda untuk memisahkan Papua dari Indonesia dan memasukkannya ke dalam Negara Indonesia Timur (NIT), salah satu negara bagian dalam RIS.
Ia juga menolak nama Papua atau Nederlands Nieuw Guinea karena dianggap merendahkan. Ia mengusulkan nama Irian, yang berasal dari bahasa Biak yang berarti “tempat yang panas”.
Nama ini kemudian dipolitisasi oleh kelompok nasionalis Indonesia di Papua sebagai akronim dari “Ikut Republik Indonesia Anti Nederlands”.
Frans Kaisiepo mendirikan Partai Indonesia Merdeka di Biak pada tahun 1946, dengan Lukas Rumkorem sebagai ketua.
Partai ini bertujuan untuk memperjuangkan kemerdekaan dan penyatuan Papua dengan Indonesia.
Frans Kaisiepo juga menolak menjadi pemimpin delegasi Nederlands Nieuw Guinea dalam Konferensi Meja Bundar Belanda-Indonesia pada tahun 1949, karena ia merasa Belanda berusaha mendikte dirinya.
Karena sikapnya yang keras terhadap Belanda, Frans Kaisiepo dipenjarakan dari tahun 1954 hingga 1961.
Setelah bebas, ia mendirikan partai baru bernama Irian Sebagian Indonesia (ISI), yang juga berorientasi pada integrasi Papua dengan Indonesia.
Ia juga mendukung Trikora, yaitu komando militer yang dibentuk oleh Presiden Soekarno pada tahun 1961 untuk merebut kembali Papua dari Belanda.
Baca Juga: Sosok Sersan Teppy, Mantan Tentara Belanda yang Ikut Rebut Papua dari Tangan Belanda
Setelah penyerahan kedaulatan Papua dari Belanda ke Indonesia pada tahun 1963, Frans Kaisiepo ditunjuk sebagai Gubernur Provinsi Papua keempat pada tahun 1964.
Ia menjabat hingga tahun 1973.
Selama masa jabatannya, ia berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan pembangunan.