Ini Alasan RUU Kesehatan Ditolak IDI Di Balik Peristiwa Ribuan Nakes-Apoteker Demo Di Patung Kuda

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Penulis

IDI menolak RUU Kesehatan. Hari ini ribuan nakes dan apoteker menggelar unjuk rasa di sekitara Patung Kuda, Jakarta Pusat.
IDI menolak RUU Kesehatan. Hari ini ribuan nakes dan apoteker menggelar unjuk rasa di sekitara Patung Kuda, Jakarta Pusat.

IDI menolak RUU Kesehatan. Hari ini ribuan nakes dan apoteker menggelar unjuk rasa di sekitara Patung Kuda, Jakarta Pusat.

Intisari-Online.com -Penolakan terhadap Rancangan Undang Undang Kesehatan terus mendapat penolakan dari kalangan praktisi kesehatan.

Dan hari ini, Senin (8/5) ribuan tenaga kesehatan (nakes) dan apoteker melakukan unjuk rasa di seputaran Patung Kuda, Jakarta Pusat.

Berdasarkan laporan dari TMC Polda Metro Jaya, massa telah berkumpul sejak pukul 07.35 WIB. Mereka mengenakan pakaian serba putih dan membawa spanduk.

Kenapa nakes menolak RRU Kesehatan?

Kita tahu, RUU Kesehatan memang mendapat penolakan dari sejumlah kalangan, terutama dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Pada Februari lalu,Wakil Ketua Umum PB IDI Slamet Budiarto, sempat berkomentar terkait RUU Kesehatan ini.

Dia bilang, banyak hal yang membuat IDI melakukan penolakan terhadap RUU Kesehatan ini.

Salah satunya yaitu intervensi pemerintah di profesi tenaga medis.

Ia menilai dalam RUU kali ini banyak hal yang akan diambil kewenanganya ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Misalnya terkait uji kompetensi yang akan dialihkan kepada Kemenkes.

Padahal kata dia uji kompetensi seharusnya dilakukan oleh organisasi profesi yang melakukan praktik kedokteran.

Hal ini untuk menjamin kualitas dokter pada saat melakukan praktik kerja.

"Ini menjadikan Kemenkes super power. Di Kemenkes hampir seluruh pegawainya tidak melakukan praktik. Bagaimana bisa orang tidak praktik melakukan uji kompetensi dokter," kata Slamet pada Kontan.co.id, Kamis (16/2).

Jika dipaksa demikian ia khawatir akan berdampak pada keselamatan masyarakat secara luas.

Menurutnya juga, Kemenkes seharusnya fokus pada penyelesaian masalah kesehatan yang mengakan di Indonesia.

Misalnya bagaimana menurunkan angka kematian anak dan ibu, penurunan angka stunting, menurunkan angka kesakitan, dll.

"Kalau mau ngurus profesi ya sudah habis sumber dayanya," kata Slamet.

Tak hanya itu, alasan lain IDI mengolak RUU Kesehatan karena RUU ini akan mencabut UU Praktik Kedokteran.

Ia menilai pemerintah hanya cukup melakukan revisi jika memang ada hal yang tidak sesuai dalam UU Praktik Kedokteran, bukan malah menghapuskan.

Benarkah RUU Kesehatan punya segudang manfaat untuk nakes dan masyarakat?

Sementara itu,Juru Bicara (Jubir) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Mohammad Syahril, sebulan yang lalu, sempat memaparkan sejumlah manfaat dari RUU Kesehatan bagi dokter dan tenaga kesehatan (nakes) hingga masyarakat.

Menurut Syahril, RUU Kesehatan memberikan perlindungan ekstra bagi dokter dan nakes.

Hal ini tertuang dalam Daftar Isian Masalah (DIM) pada RUU yang sudah diserahkan oleh pemerintah kepada DPR RI, Rabu (5/4/2023).

Dokter dan nakes, lanjutnya, adalah garda terdepan dalam pelayanan kesehatan.

Oleh karenanya, mereka layak mendapat hak dan perlindungan hukum yang baik.

"Nakes merupakan mitra strategis pemerintah dalam memenuhi hak dasar masyarakat untuk kesehatan. Sudah sepatutnya mendapatkan perlindungan hukum yang layak," kata Syahril.

Pada RUU tersebut, lanjut dia, pemerintah mengusulkan tambahan substansi adanya hak bagi peserta didik untuk mendapatkan perlindungan hukum, yang tertuang dalam pasal Pasal 208E ayat (1) huruf a draft usulan pemerintah.

“Mulai dari statusnya sebagai peserta didik spesialis sudah berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum. Selama ini dokter-dokter muda yang mengambil program spesialis tidak memiliki perlindungan sama sekali,” jelas Syahril.

Dalam RUU, sebut dia, juga ada pengaturan substansi hak tenaga medis dan nakes untuk menghentikan pelayanan apabila mendapat perlakuan kekerasan fisik dan verbal.

Selain adanya usulan baru, Syahril menjelaskan, hak bagi tenaga medis dan nakes yang sebelumnya sudah tercantum dalam UU Kesehatan yang ada tidak hilang.

"Terutama pada substansi perlindungan hukum selama menjalankan praktik sesuai standar yang tertuang dalam Pasal 282 ayat (1) huruf a," paparnya.

Kemudian, substansi perlindungan hukum bagi tenaga medis dan nakes yang memberikan pelayanan di luar kompetensinya dalam kondisi tertentu tertuang dalam pasal 296, serta mengedepankan alternatif penyelesaian sengketa dalam sengketa hukum bagi tenaga medis dan nakes tertuang dalam Pasal 322 ayat (4).

Untuk masyarakat, RUU ini akan merubah kebijakan negara dalam sektor kesehatan dengan memfokuskan upaya mencegah masyarakat jatuh sakit (upaya promotif dan preventif).

“Kita akan memperkuat Posyandu dan Puskesmas agar deteksi dini penyakit atau potensi penyakit dapat dilakukan sehingga masyarakat dapat melakukan tindakan pencegahan dengan hidup lebih sehat. Mencegah jauh lebih murah daripada mengobati,” kata Syahril.

Kemenkes mengklaim RUU Kesehatan mampu memperbaiki sistem ketahanan kesehatan di Indonesia, yakni perwujudan kemandirian obat dan alat kesehatan (alkes).

Dengan kemandirian obat dan alkes, Indonesia disebut tidak lagi terlalu bergantung pada bahan baku obat dan alat kesehatan impor.

"Kita menghadapi permasalahan utama di Indonesia, industri kesehatan di dalam negeri masih tergantung pada bahan baku obat dan alkes impor," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Kefarmasian dan Alkes Kemenkes Lucia Rizka Andalucia dalam sosialisasi RUU Kesehatan yang disiarkan secara daring, Senin (27/3/2023).

"Oleh karena itu, solusi yang ditawarkan dalam RUU, kami akan mendorong penggunaan bahan baku dan produk dalam negeri serta memberi insentif bagi produsen obat dalam negeri," tambahnya.

Selain memperbaiki sistem ketahanan, RUU Kesehatan dapat memudahkan masyarakat dalam berobat dan calon dokter spesialis dalam menempuh pendidikan.

Mengutip Kompas.com, Senin (28/11/2022), Sekretaris Umum Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) dr Erfen Gustiawan Suwangto menyatakan RUU Kesehatan bakal memudahkan masyarakat untuk berobat dan calon dokter spesialis dalam menempuh pendidikan.

"Manfaat RUU Kesehatan untuk masyarakat adalah akses ke dokter dan dokter spesialis akan jauh lebih mudah karena jumlah dokter dapat lebih banyak diproduksi tanpa hambatan," katanya.

Menurut Erfen, RUU Kesehatan juga mengatur dan membuka peluang kepada siapapun untuk bisa menempuh pendidikan menjadi dokter umum dan dokter spesialis, tanpa melihat latar belakang keluarga atau kondisi ekonomi sang calon.

"Putra bangsa dari keluarga tidak mampu akan dapat akses lebih besar untuk menjadi dokter spesialis dan tidak ada lagi kemudahan karena 'darah biru'," ujar Erfen.

Erfen menilai dugaan diskriminasi bagi calon dokter spesialis di Indonesia masih terjadi sehingga jumlah lulusannya terbatas dan tidak seimbang dengan kebutuhan masyarakat.

Selain itu, kata dia, RUU Kesehatan juga diperlukan buat menghapus praktik pungutan liar yang selama ini dinilai membebani para dokter.

Artikel Terkait