Intisari-online.com - Bicara soal pahlawan proklamasi, selain Ir Soekarno ada sosok Mohammad Hatta.
Ia adalah wakil presiden kedua Indonesia, yang menjabat usai proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Beliau dikenal sebagai sosok yang cerdas dan melewati banyak kisah hidup sebelum proklamasi kemerdekaan.
Ia dikenal sebagai seorang negarawan, ekonom, dan demokrat yang berkomitmen pada cita-cita bangsa.
Namun, tahukah Anda bagaimana perjalanan hidupnya dari kota kelahirannya di Bukittinggi hingga menjadi seorang pemimpin di Jakarta?
Mohammad Hatta lahir dengan nama Mohammad Athar pada 12 Agustus 1902 di Fort de Kock (sekarang Bukittinggi), Sumatra Barat.
Ia berasal dari keluarga yang taat beragama dan berkecukupan.
Ayahnya, Muhammad Djamil, adalah seorang keturunan ulama Naqsyabandiyah yang meninggal saat ia masih bayi.
Ibu Hatta, Siti Saleha, kemudian menikah lagi dengan seorang pedagang dari Palembang bernama Agus Haji Ning.
Hatta mendapatkan pendidikan dasar di sekolah Melayu dan sekolah Belanda di Bukittinggi dan Padang.
Ia menunjukkan bakat akademis yang luar biasa sejak kecil. Ia fasih berbahasa Melayu, Minangkabau, Belanda, Inggris, Arab, dan Perancis.
Baca Juga: Cerita Bung Hatta Tak Tergoda Harta, Malah Kembalikan Uang Saku Saat Berkunjung ke Papua
Ia juga gemar membaca buku-buku tentang sejarah, filsafat, politik, dan ekonomi.
Pada tahun 1919, ia mendapat beasiswa untuk melanjutkan sekolah menengah di Batavia (sekarang Jakarta).
Di sana ia mulai aktif dalam gerakan nasionalis dan bergabung dengan organisasi Jong Java dan Jong Sumatranen Bond.
Ia juga bertemu dengan tokoh-tokoh seperti Tjipto Mangoenkoesoemo, Ernest Douwes Dekker, dan Soekarno.
Pada tahun 1921, Hatta mendapat kesempatan untuk melanjutkan studinya di Belanda.
Ia memilih jurusan ekonomi di Nederlandsche Handels-Hoogeschool (sekarang Erasmus Universiteit Rotterdam). Di Belanda, ia semakin giat berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.
Kemudian menjadi pemimpin Perhimpunan Indonesia (PI), sebuah organisasi mahasiswa Indonesia yang radikal dan anti-kolonial.
Hatta juga menulis banyak artikel dan buku tentang masalah-masalah politik dan ekonomi Indonesia.
Salah satu karyanya yang terkenal adalah Indonesische Overpeinzingen (Renungan Indonesia), yang diterbitkan pada tahun 1932.
Dalam buku itu, ia mengkritik sistem kolonial Belanda dan mengusulkan gagasan tentang demokrasi, nasionalisme, sosialisme, dan koperasi.
Hatta lulus sebagai sarjana ekonomi pada tahun 1932 dengan predikat cum laude.
Baca Juga: Inilah Teladan Bung Hatta yang Patut Dicontoh Hingga Zaman Sekarang
Ia kemudian bekerja sebagai dosen di Universitas Rotterdam dan menjadi anggota Dewan Penasihat Hindia Belanda.
Namun, ia tetap setia pada perjuangan kemerdekaan Indonesia dan menolak tawaran untuk menjadi pegawai negeri sipil Belanda.
Pada tahun 1934, Hatta ditangkap oleh pemerintah kolonial karena dianggap sebagai tokoh berbahaya bagi kepentingan Belanda.
Ia dipenjara di Boven-Digoel, Papua selama dua tahun. Kemudian ia dipindahkan ke Bandung dan ditahan rumah hingga tahun 1942.
Ketika Jepang menginvasi Indonesia pada tahun 1942, Hatta ditangkap lagi oleh tentara Jepang dan dibawa ke Saigon (sekarang Ho Chi Minh City), Vietnam.
Di sana ia bertemu kembali dengan Soekarno dan bersama-sama mereka membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Pada tanggal 17 Agustus 1945, Hatta bersama Soekarno membacakan teks Proklamasi.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Hatta bersama Soekarno menghadapi berbagai tantangan dan rintangan dari pihak Belanda dan sekutu yang ingin menguasai kembali Indonesia.
Mereka juga harus mengatur pemerintahan baru yang masih rapuh dan terpecah-pecah.
Hatta ditunjuk sebagai wakil presiden pertama Indonesia dan juga menjabat sebagai perdana menteri dalam beberapa kabinet.
*Artikel ini dibuat dengan bantuan Ai