Dalam Penulisan Sejarah Indonesia Mana Yang Lebih Baik, Historiografi Tradisional, Kolonial, Atau Modern?

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Buku Pemberontakan Petani Banten 1888 karya Sartono Kartodirjo dianggap sebagai pelopor historiografi modern Indonesia yang bercorak Indonesiasentris.
Buku Pemberontakan Petani Banten 1888 karya Sartono Kartodirjo dianggap sebagai pelopor historiografi modern Indonesia yang bercorak Indonesiasentris.

Dibanding historiografi tradisional dan historiografi kolonial, historiografi modern dianggap menawarkan pendekatan yang lebih lengkap. Juga tak melulu soal orang besar.

Intisari-Online.com -Dalam penulisan sejarah Indonesia atau historiografi Indonesia, ada tiga model: historiografi tradisional, historiografi kolonial, dan historiografi modern/Indonesiasentris.

Di antara ketiganya, mana yang lebih baik?

Penulisan sejarah alias historiografi merupakan tahap terakhir dari metode penelitian sejarah.

Penulisan sejarah dilakukan setelah seorang sejarawan menentukan topik, mengumpulkan sumber, melakukan kritik terhadap sumber, dan melakukan interpretasi.

Meskipun tahap yang paling terakhir, bukan berarti ia adalah tahap yang paling mudah.

Justri di tahap inilah seorang sejarawah dituntut untuk jeli, akurat, tidak mengada-ada, dan taat sumber.

Apa saja tiga model historiografi di Indonesia?

Apa itu historiografi?

Historiografi, mengutip Kuntowijoyo dalam bukunya Pengantar Ilmu Sejarah, adalah langkah keempat dari metode penelitian sejarah.

Urutannya: heuristik alias pengumpulan sumber, kritik dan verifikasi, intepretasi, dan historiografi.

Apa saja tiga model historiografi di Indonesia?

1. Historiografi tradisional yang bercorak istanasentris

Tulisan sejarah model ini biasanya berpusat pada kehidupan raja-raja, bangsawan, di mana penulisnya adalah seorang pujangga kerajaan.

Selain bercorak istanasentris, historiografi tradisional biasanya banyak memasukkan unsur-unsur mitos.

Beberapa contoh karya historiografi tradisional:Babad Tanah Jawa,Serat Pararaton, dll.

2. Historiografi kolonial

Ini adalah model penulisan sejarah Indonesia yang muncul di zaman penjajahan Belanda, coraknya Belandasentris atau Eropasentris.

Kebanyakan penulisnya adalah sarjana-sarjana Eropa yang cenderung menggunakan kaca mata Eropa.

Beberapa contoh karya historiografi kolonial yang bisa kita akses sampai sekarang adalahThe History of Jawakarya Thomas Raffles danGeschiedenis van Nederlandsch Indiekarya F.W. Stapel.

3. Historiografi modern bercorak Indonesiasentris

Penulisan sejarah model ini dipelopori salah satunya oleh sejarawan Sartono Kartodirjo lewat karyanyaPemberontakan Petani Banten 1888.

Historiografi yang Indonesiasentris mencoba menempatkan rakyat Indonesia sebagai pelaku sejarah.

Yang paling menonjol dalam historiografi modern adalah penggunaan alat bantu disiplin lain seperti ilmu sosial, antropologi, sastra, politik, agama, dan lain sebagainya.

Selain Pemberontakan Petani Banten, buku lain yang menggunakan historiografi modern adalahPeristiwa Tiga DaerahAnton Lucas,Bandit-Bandit Pedesaan Di JawaSuhartono, dll.

Itulah kenapa historiografi modern identik dengan sejarah kritis.

Lalu di antara ketiganya, mana yang lebih baik?

Di antara ketiganya, historiografi modern menawarkan pendekatan yang lebih lengkap.

Historiografi modern yang bersifat Indonesiasentris memang hadir sebagai koreksi terhadap dua jenis historiografi yang datang lebih awal.

Historiografi modern/Indonesiasentris tak melulu menghadirkan orang-orang besar, raja, bangsawan, sebagai objek penelitian sejarah.

Dalam Peristiwa Tiga Daerah karya Anton Lucas, misalnya, kita mengenal tokoh Koetil.

Lalu kita mengenal sosok Haji Darip, jago paling disegani perbatasan Jakarta-Bekasi, dalam karyanya Para Jago Dan Kaum Revolusioner Jakarta.

Belum lagi tokoh Haji Iskak, Haji Marjuki, dan haji-haji yang lain dalam Pemberontakan Petani Banten 1888 karya Sartono.

Dan lain sebagainya.

Meski begitu, bukan berarti kita menyebut historiografi tradisional dan historiografi kolonial tidak baik.

Semua ada kelebihan dak kekurangannya masing-masing, tergantung konteks zamannya.

Artikel Terkait