Pura Mangkunegaraan, bersama saudara tuaranya sesama trah Mataram Islam, Kasunanan Surakarta, ternyata punya peran penting terhadap masuknya listrik di Kota Solo.
Intisari-Online.com -Dua trah Mataram Islam Kasunanan Surakarta dan Mangkunegaraan ternyata punya peran terhadap masuknya listrik di Kota Solo.
Memang kapan listrik masuk kota Solo?
Mengutip dari situs resmi Puro Mangkunegaraan, sebelum ada PLN atau Perusahaan Listrik Negara, Mangkunegaran sudah menjadi pelopor dalam penggunaan listrik di daerahnya.
Pada tanggal 12 Maret 1901, KGPAA Mangkunegara VI (1896-1911) dan Sunan Pakubuwana X (1893-1939) mengusulkan pendirian perusahaan listrik swasta di Surakarta yang dinamai Solosche Electriciteits Maatschappij (SEM).
Ide brilian ini kemudian dilanjutkan oleh KGPAA Mangkunegara VII (1916-1944).
Sebagai perusahaan kelistrikan di wilayah Vorstenlanden, SEM mendapat dukungan dari Mangkunegaran dan Kasunanan.
Kehadiran SEM membawa Surakarta yang berkilau di malam hari dengan berbagai kegiatan warga kota.
SEM tidak hanya menyediakan listrik, tetapi juga melakukan dan memasang instalasi listrik di wilayah Surakarta.
Mengingat konsumen di Surakarta dan sekitarnya sangat beragam.
Antara lain raja, keluarga raja, bangsawan pribumi, bangsa Eropa dan Timur Asing, serta pengusaha.
Keberadaan lampu-lampu, genset, instalasi listrik dan gardu listrik, masih dapat ditemui di Pura Mangkunegaran dan Kraton Kasunanan.
SEM juga menangani pengadaan listrik di kantor-kantor pemerintahan, penerangan jalan umum dan jaringan listrik sampai ke pedesaan.
Dari tahun 1902 hingga 1931, SEM belum bisa memenuhi kebutuhan listrik di wilayah Surakarta dan sekitarnya.
Peluang ini dimanfaatkan oleh KGPAA Mangkunegara VII dengan melahirkan ide cemerlang mendirikan pembangkit listrik.
Harapannya, biaya tarif listrik yang dikeluarkan terjangkau oleh seluruh rakyat di wilayah Praja Mangkunegaran.
Menyusul gagasan besar Mangkunegara VII, maka pada tahun 1932 dilakukan studi ke daerah Tawangmangu oleh pihak Mangkunegaran dan SEM.
SEM memiliki izin menyediakan listrik, tetapi tidak memiliki izin membangun pembangkit listrik tenaga air.
Hasil studi itu menunjukkan bahwa Kali Samin di Tawangmangu cocok untuk digunakan sebagai pembangkit listrik, alternatif kedua di air terjun Beji.
Pembangkit listrik ini ditempatkan di Tawangmangu--sekarang masuk wilayah Karanganyar.
Perjanjian kerjasama pendirian pembagkit listrik tenaga air ditandatangani oleh Ir. Sarsito mewakili pihak Mangkunegaran, dan SEM diwakili Ir. Van Venlthoven.
Pada 7 November 1932, megapoyek pembangunan pembangkit listrik tenaga air Kali Samin Tawangmangu berhasil dirampungkan dan diresmikan oleh Gusti Kanjeng Putri Mangkunegara VII yang didampingi para pejabat Praja Mangkunegaran.
Dengan adanya pasokan listrik dari Kali Samin, Mangkunegaran menyulap kawasannya menjadi terang benderang di malam hari serta kegiatan pabrik gula Tasik Madu dan Colo Madu mampu melipatgandakan produksinya.
Pembangunan pembangkit listrik oleh Mangkunegaran merupakan langkah stretegis untuk mencukupi kebutuhan listrik di wilayah Surakarta dan sekitarnya.
Selain mengurangi ketergantungan, mengembangkan jaringan listrik hingga ke pelosok desa sekaligus meningkatkan pendapatan Mangkunegaran.