Jadi Bukti Kehebatan Pelaut Indonesia, Ini Kisah Kapal Kuno Nusantara Konon Digunakan Berlayar Hingga Persia Pada Abad ke-16?

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Ilustrasi Pelaut Indonesia.
Ilustrasi Pelaut Indonesia.

Intisari-online.com - Penemuan kapal kuno di perairan Persia yang berasal dari abad ke-10 Masehi dan diduga merupakan kapal dagang dari Nusantara

Kapal kuno adalah salah satu saksi bisu sejarah yang dapat mengungkapkan banyak hal tentang peradaban masa lalu.

Salah satu penemuan kapal kuno yang menarik perhatian adalah kapal yang ditemukan di Desa Lambur, Jabung Timur, Provinsi Jambi.

Kapal ini diduga berasal dari abad ke-10 Masehi dan merupakan kapal dagang dari Nusantara yang telah berlayar hingga ke Persia.

Penemuan ini dilakukan oleh Ali Akbar, dosen Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (UI), yang mempresentasikan hasil penelitiannya pada seminar "Watercraft of the Islamicate World" pada 27 April 2021.

Seminar ini diikuti oleh berbagai negara di dunia, dan Ali Akbar merupakan satu-satunya pembicara yang mewakili Indonesia.

Ali Akbar mengatakan, penemuan kapal kuno tersebut menjadi bukti bahwa nenek moyang nusantara adalah pelaut andal.

Jika bangsa Eropa dikenal sebagai penjelajah dunia pada sekitar abad ke-14 Masehi, namun dengan adanya penemuan ini membuktikan bahwa bangsa Indonesia juga mampu berlayar ke Persia pada sekitar abad ke-10 Masehi.

Berdasarkan riset, panjang kapal kuno tersebut ini 24 meter dengan lebar 5,5 meter.

Kapal ini diperkirakan dibuat pada awal abad ke-16 Masehi.

Sebagai perbandingan, pada akhir abad ke-16, tepatnya tahun 1596, Cornelis de Houtman, pelaut Belanda yang pertama mendarat di Indonesia.

Baca Juga: Begini Sejarah Indonesia Boikot Israel, Semua Berawal Dari Konsistensi Presiden Soekarno Ini

Cornelis de Houtman membawa empat kapal berukuran panjang 24 meter yang mampu mengarungi samudra dari Eropa sampai ke Nusantara.

Hal ini menunjukkan bahwa teknologi perahu kuno di Jambi ini dapat menyamai kemampuan kapal-kapal Eropa tersebut.

Penyusunan papan-papan perahu kuno tersebut menggunakan teknik papan ikat dan kuping pengikat (sewn plank and lashed-lug technique).

Teknik ini merupakan ciri khas teknik pembuatan kapal masyarakat Asia Tenggara atau Austronesia dan diterapkan mulai dari sekitar abad ke-1 Masehi.

Kapal kuno dengan teknik ini antara lain ditemukan di Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Indonesia.

Kapal ini diyakini merupakan sisa peradaban Kerajaan Zabaj (Sabak) yang terletak di antara India dan Cina serta berada di garis ekuator.

Kerajaan maritim berbudaya Islam ini terkenal dengan kemampuan penjelajahan kapal-kapal mereka.

Berdasarkan catatan kuno, perahu-Zabaj juga telah sanggup berlayar ke Persia yakni ke Pelabuhan Siraf di Iran.

Penelitian ini merupakan hasil kerja sama antara UI dengan Pemerintah Daerah Tanjung Jabung Timur.

Tujuan penelitian untuk peningkatan kualitas pariwisata di lokasi Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Provinsi Jambi.

Menurut Ali Akbar, situs kapal kuno tersebut terletak di lokasi transmigrasi yang terbilang cukup sepi.

Baca Juga: Ledakan Petasan di Kaliangkrik Magelang Tewaskan Korban, Ini Sejarah Petasan Pernah Dilarang VOC di Nusantara

Diharapkan berdasarkan penelitian ini, pengolahan pariwisata daerah tersebut dapat dilakukan dan situs ini dapat menjadi media pembelajaran bagi masyarakat umum.

Keunikan lain dari kapal kuno tersebut adalah adanya temuan berbagai jenis barang dagangan yang dibawa oleh para pelaut Nusantara.

Di antaranya adalah keramik dari Cina, kaca dari Timur Tengah, besi dari India, dan tembaga dari Jawa.

Barang-barang ini menunjukkan bahwa kapal kuno tersebut berfungsi sebagai kapal niaga yang menghubungkan berbagai wilayah perdagangan di Asia.

Selain itu, kapal kuno tersebut juga memiliki beberapa ciri khas yang berbeda dengan kapal-kapal Eropa pada masa itu.

Misalnya, kapal kuno tersebut tidak memiliki kemudi atau roda kemudi, melainkan menggunakan dayung panjang yang disebut jungkung.

Kapal kuno tersebut juga tidak memiliki tiang layar atau layar yang dapat digulung, melainkan menggunakan layar segitiga yang disebut tanja.

Tantangan yang dihadapi oleh para peneliti dalam melakukan penelitian kapal kuno tersebut adalah kondisi situs yang kurang terawat dan terancam oleh pembangunan infrastruktur.

Selain itu, peneliti juga harus berhati-hati dalam menggali dan mengamankan papan-papan kapal yang sudah rapuh dan mudah hancur.

Peneliti juga harus bekerja sama dengan masyarakat setempat dan pemerintah daerah untuk menjaga dan melestarikan situs kapal kuno tersebut sebagai warisan budaya bangsa.

Artikel Terkait