Dikenal sebagai raja yang sakti mandraguna,apakah Angling Dharman benar-benar ada atau tokoh rekaan semata?
Intisari-Online.com -Masih ingat dengan cerita Angling Dharma yang pernah menghiasi layar televisi kita beberapa tahun yang lalu?
Muncul pertanyaan, apakah Angling Dharma tokoh nyata, atau hanya tokoh rekaan?
Angling Dharma merupakan nama seorang tokoh perkaya dalam khasanah legenda Jawa.
Dia dianggap sebagai titisan Batara Wisnu, dilahirkan dari rahim Pramesti, putri Jayabaya Raja Gendrayana, cucu Yudayana, cicit Parikesit.
Angling Dharma dikenal memiliki ilmu "Aji Senyawa" di mana dia mengerti bahasa berbagai jenis binatang.
Jadi ingat Nabi Sulaiman, bukan?
Ilmu ini diwariskan oleh seorang resi bernama Naga Bergola.
Namun, dalam perjalanan hidupnya, Angling Dharma mengalami berbagai cobaan dan konflik, baik dengan manusia maupun makhluk gaib.
Salah satu kisah yang terkenal adalah ketika Angling Dharma memergoki istri gurunya yang bernama Nagini sedang berselingkuh dengan seekor ular sanca.
Angling Dharma pun membunuh ular sanca sedangkan Nagini pulang dalam keadaan terluka.
Nagini kemudian memfitnah Angling Dharma kepada suaminya, Naga Bergola, dengan alasan akan membunuhnya karena menginginkan mahkota di kepalanya.
Naga Bergola menjadi marah besar dan berusaha menemui Angling Dharma.
Tetapi dalam perjalanannya menuju rumah Angling Dharma, Naga Bergola mendengarkan semua cerita Angling Dharma kepada istrinya, Satyawati, tentang kejadian perselingkuhan Nagini dengan sanca.
Dan Naga Bergola bersumpah lebih baik mati daripada menerima seorang istri yang telah berbuat serong dengan sanca.
Sebelum melaksanakan sumpahnya, Naga Bergola mengajak Angling Dharma naik ke atas punggungnya dan terbang ke tempat yang sepi.
Setelah sampai ke tempat yang sepi Naga Bergola berwasiat kepada Angling akan mewariskan ilmu ‘Aji Senyawa’ untuk menambah kewibawaan dalam memimpin rakyatnya.
Setelah mewariskan ilmu ‘Aji Senyawa’ Naga Bergola meninggalkan dunia fana.
Kisah lain yang terkenal adalah ketika Angling Dharma jatuh cinta pada seorang putri bernama Dewi Srengenge dari Kerajaan Banyubiru.
Namun, Dewi Srengenge ternyata adalah jelmaan dari seekor burung garuda yang bernama Garudayana.
Garudayana sengaja menjelma menjadi Dewi Srengenge untuk membalas dendam kepada Angling Dharma karena telah membunuh saudaranya yang bernama Garudamuka.
Garudayana berhasil menipu Angling Dharma dan membuatnya meninggalkan Satyawati untuk menikahi Dewi Srengenge.
Namun, rencana Garudayana terbongkar ketika Satyawati datang ke Kerajaan Banyubiru untuk mencari suaminya.
Satyawati berhasil membuktikan bahwa Dewi Srengenge adalah Garudayana dengan cara memaksa Dewi Srengenge untuk minum air suling yang dapat mengembalikan wujud aslinya.
Angling Dharma pun menyadari kesalahannya dan memohon maaf kepada Satyawati.
Namun, Satyawati tidak mau memaafkannya dan memutuskan untuk bunuh diri dengan cara menenggelamkan diri ke dalam sumur.
Angling Dharma pun merasa sangat bersalah dan berjanji akan setia sampai mati kepada Satyawati.
Apakah Angling Dharman nyata?
Beberapa sejarawan sepakat, Angling Dharma hanya tokoh rekaan yang sudah ada keberadaannya dalam tradisi lisan zaman Hindu-Buddha.
Meski begitu, ada beberapa kalangan yang percaya bahwa Angling Dharma adalah tokoh yang benar-benar ada.
Hal ini salah satunya dibuktikan dengan adanya situs Mlawatan di Desa Wotan Ngare, Kalitidu, Bojonegoro.
Situ itu dipercaya sebagai petilasan Angling Dharma.
Berdasarkan hasil kajian Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, seperti dilansir Kompas.com, hampir dipastikan situs Mlawatan ada kaitannya dengan Kerajaan Malawapati.
Meski begitu, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan apakah situs itu merupakan pusat kerajaan Malawapi atau benteng pertahanan atau tempat tinggal pembesar kerajaan.
Hasil penelitian waktu itu, situs Mlawatan merupakan petilasan Kerajaan Malawapati.
Kepala Bidang Pelestarian dan Pengembangan Budaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Bojonegoro Saptatik menjelaskan, berdasarkan fakta lapangan, ditemukan sejumlah tempat dan nama di Bojonegoro yang juga ada dalam referensi naskah kuno Serat Anglingdharma.
Tim Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta yang terdiri dari Sukari, Suyami, dan Hery Istiyawan telah meneliti legenda Kerajaan Malawapati mengambil referensi naskah kuno Serat Anglingdharma.
Beberapa kali mereka turun ke lokasi dan mewawancarai sejumlah tokoh masyarakat yang mengenal perjalanan sejarah situs Mlawatan.
Di lokasi yang dianggap petilasan Anglingdharma, ada nama, istilah, atau sebutan sama dengan yang ada dalam Serat Anglingdharma.
Istilah Dusun Budak, Tanah Tibong (tempat istri Anglingdharma membakar diri), Kedungandu, dan sebutan Demang Klingsir atau orang yang pekerjaannya menangkap dan memelihara burung sampai kini masih ada.
Laporam tim juga menyebutkan adanya lemah mbag (tanah gembur memanjang) dan Punden Besalen.
Di Punden Besalen di lokasi situs Mlawatan selama ini menjadi ajang perburuan orang mencari pusaka.
Warga setempat banyak menemukan benda pusaka yang diperkirakan peninggalan masa raja Anglingdharma.
Punden Besalen diyakini warga merupakan tempat pembuatan pusaka di zaman Malawapati.
Lemah mbag dipercaya merupakan tempat pengamanan istana kerajaan.
Tim dari Yogyakarta juga mengambil foto benda pusaka dan batu bata yang diperkirakan peninggalan zaman Kerajaan Malawapati.
Samudi (35), warga Wotan Ngare, menuturkan, di sekitar lokasi lemah mbag, yang berdekatan dengan bangunan joglo yang kini dibangun banyak warga menemukan kepingan benda seperti guci dan keramik kuno.
Namun, oleh warga dibiarkan saja karena sudah pecah-pecah. Selain itu, ada warga yang sering menemukan pusaka berupa keris.
Warga lainnya, Sampan (70), menuturkan lemah mbag dulu bila diinjak bergerak karena itu disebut tanah gembur. Dulu bila musim hujan tanah mbag tidak bisa dilewati atau kaki bisa ambles.
"Pokoknya kalau sini diinjak yang sana gerak," katanya menunjuk lokasi lemah mbag yang membentang sepanjang sekitar 1 kilometer dengan lebar 400 meter.