Meugang dan Megengan: Jejak Budaya Nusantara dalam Tradisi Ramadan di Papua

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Penulis

Ilustrasi - Tradisi Meugang dan Megengan di Papua.
Ilustrasi - Tradisi Meugang dan Megengan di Papua.

Intisari-online.com - Meugang dan megengan adalah dua tradisi unik yang dilakukan oleh masyarakat muslim di Papua untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadan.

Kedua tradisi ini berasal dari budaya nusantara yang dibawa oleh para pendatang atau perantau dari Aceh dan Jawa Timur.

Meugang adalah tradisi membeli dan memasak daging sapi atau kerbau untuk dimakan bersama keluarga sehari sebelum puasa.

Tradisi ini bermula dari zaman Sultan Iskandar Muda yang membagikan daging untuk yatim dan duafa sebagai bentuk kepedulian sosial.

Meugang juga bertujuan untuk memberikan kekuatan fisik dan mental bagi mereka yang akan berpuasa.

Megengan adalah tradisi memberikan makanan khas Jawa Timur seperti lontong balap, tahu campur, rujak cingur, dan lain-lain kepada tetangga atau kerabat sehari sebelum puasa.

Tradisi ini berasal dari kata megeng yang berarti menahan.

Megengan juga berarti keselamatan supaya tetap terjaga baik dalam menghadapi Ramadan.

Kedua tradisi ini menunjukkan jejak budaya nusantara yang masih dilestarikan oleh masyarakat muslim di Papua.

Tradisi ini juga menggambarkan toleransi dan kebersamaan antara sesama umat Islam maupun antar agama di tanah Papua.

Dengan meugang dan megengan, masyarakat muslim di Papua siap menjalani ibadah puasa dengan penuh semangat dan sukacita.

Baca Juga: Mau Puasa Malah Dapat Rp500.000, Begini Cek Apakah Anak Kita Penerima BLT Anak Sekolah 2023

Untuk melakukan meugang dan megengan, masyarakat muslim di Papua biasanya mempersiapkan segala sesuatunya sejak beberapa hari sebelum puasa.

Mereka membeli daging sapi atau kerbau dari pasar atau peternak setempat dengan harga yang bervariasi tergantung kualitas dan berat daging.

Mereka juga membeli bumbu-bumbu dan sayur-sayuran untuk melengkapi masakan daging.

Daging yang dibeli kemudian dipotong-potong sesuai selera dan dimasak dengan cara direbus, digoreng, dibakar, atau diolah menjadi rendang, gulai, sate, atau semur.

Mereka juga membuat sambal sebagai pelengkap rasa pedas. Daging yang sudah dimasak kemudian disajikan di atas daun pisang atau piring bersama nasi putih dan lalapan.

Makanan khas Jawa Timur seperti lontong balap, tahu campur, rujak cingur, dan lain-lain juga dibuat oleh masyarakat muslim di Papua yang memiliki latar belakang budaya Jawa atau pernah tinggal di sana.

Makanan-makanan ini biasanya dibeli dari penjual kaki lima atau warung makan yang menjualnya. Mereka juga bisa membuatnya sendiri di rumah dengan bahan-bahan yang mudah didapat.

Setelah semua makanan siap, masyarakat muslim di Papua kemudian mengundang keluarga, tetangga, kerabat, teman-teman, atau bahkan orang asing untuk ikut menikmati meugang dan megengan bersama-sama.

Mereka berbagi makanan dan cerita sambil menunggu waktu berbuka puasa tiba.

Mereka juga saling memaafkan kesalahan dan berdoa bersama untuk keselamatan dan keberkahan selama Ramadan.

Meugang dan megengan adalah tradisi yang tidak hanya menunjukkan jejak budaya nusantara di Papua.

Baca Juga: Pemerintah Masih Kekeh Gunakan Sidang Isbat Untuk Tentukan Awal Puasa, Ternyata Begini Sejarahnya

Tetapi juga menunjukkan semangat kebersamaan dan toleransi antara sesama umat Islam maupun antar agama di tanah Papua.

Tradisi ini juga mengajarkan kita untuk bersyukur atas nikmat Allah SWT dan berbagi dengan sesama yang membutuhkan.

Untuk melestarikan tradisi meugang dan megengan, kita perlu menghargai dan menghormati keberagaman budaya yang ada di Indonesia.

Kita juga perlu menjaga kualitas daging yang kita konsumsi agar tetap sehat dan halal.

Kita juga perlu menjaga kebersihan lingkungan saat melakukan tradisi ini agar tidak menimbulkan sampah atau polusi.

Artikel Terkait