Intisari-online.com - Wanita Romawi kuno hidup dalam masyarakat yang patriarkal dan hierarkis. Mereka memiliki hak dan kewajiban yang terbatas jika dibandingkan dengan pria.
Identitas sosial mereka sebagian besar ditentukan oleh ayah atau suami mereka. Mereka diharapkan untuk tunduk pada otoritas pria dan menjaga kehormatan keluarga.
Salah satu nilai yang sangat dihargai oleh wanita Romawi kuno adalah pudicitia, yaitu kebajikan kesopanan dan kesetiaan.
Pudicitia berarti menjaga keperawanan sebelum menikah dan kesetiaan setelah menikah. Wanita yang melanggar pudicitia akan dianggap sebagai perempuan murahan atau pelacur.
Pudicitia juga berhubungan dengan perilaku publik wanita Romawi kuno. Mereka diharuskan untuk tidak menonjolkan diri atau mencampuri urusan politik.
Mereka harus menutupi tubuh mereka sepenuhnya, termasuk wajah mereka, saat keluar rumah. Mereka harus didampingi oleh satu atau lebih budak atau kerabat pria.
Pudicitia bukan hanya menjadi standar moral bagi wanita Romawi kuno, tetapi juga menjadi alat politik bagi pria.
Para kaisar sering kali menggunakan tuduhan perzinahan atau pengkhianatan untuk menghukum atau mengasingkan istri-istri mereka yang tidak disukai atau bersaing dengan mereka. Sebaliknya, para kaisar juga sering kali memuji istri-istri mereka yang setia dan patuh sebagai contoh pudicitia.
Salah satu contoh terbaik dari istri Romawi kuno yang ideal adalah seorang wanita bernama Claudia yang meninggal pada abad ke-2 SM.
Dia adalah istri dari Tiberius Gracchus, seorang politisi reformis yang dibunuh oleh lawan-lawannya pada tahun 133 SM. Claudia dikenal sebagai wanita yang setia dan tidak mengeluh.
Setelah kematian suaminya, Claudia harus menghadapi banyak kesulitan dan ancaman dari musuh-musuh politik suaminya.
Penulis | : | Yoyok Prima Maulana |
Editor | : | Yoyok Prima Maulana |
KOMENTAR