Intisari-Online.com -Perjanjian Hudaibiyah adalah sebuah perjanjian antara Nabi Muhammad SAW dan penguasa Mekah pada tahun 628 Masehi.
Perjanjian ini memiliki banyak implikasi dalam sejarah Islam dan dianggap sebagai salah satu tonggak penting dalam perkembangan Islam.
Lalu seperti apa latar belakang serta isi perjanjian Hudaibiyah tersebut?
Latar Belakang
Melansir Pada tahun 628 Masehi, Nabi Muhammad dan pengikutnya sedang dalam perjalanan ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji.
Mereka dihentikan oleh pasukan Mekah di daerah Hudaibiyah.
Pasukan Mekah bersikeras bahwa Nabi Muhammad dan pengikutnya tidak diizinkan masuk ke Mekah.
Setelah beberapa negosiasi, akhirnya dicapai kesepakatan bahwa Nabi Muhammad dan pengikutnya akan kembali ke Madinah tanpa menunaikan ibadah haji tahun itu.
Isi perjanjian Hudaibiyah
Secara umum, melansir muslim.sg, Kamis (16/3/2023), perjanjian Hudaibiyah menghasilkan beberapa poin penting, yaitu:
Baca Juga: Isi Perjanjian Hudaibiyah, Diplomasi Perdamaian yang Pernah Dicontohkan Rasulullah SAW
1) Gencatan senjata antara Mekah dan Madinah selama 10 tahun.
2) Setiap orang memiliki kebebasan untuk bergabung dengan siapapun mereka inginkan, baik di Mekah maupun di Madinah.
3) Jika seseorang meninggalkan Mekah dan melarikan diri ke Madinah, dia harus dikembalikan ke Mekah.
4) Setiap kelompok dapat menandatangani perjanjian dengan pihak mana pun yang mereka inginkan.
5) Kedua belah pihak setuju untuk tidak melakukan kekerasan atau perampasan harta.
Implikasi Sejarah
Perjanjian Hudaibiyah memiliki banyak implikasi sejarah.
Ini memungkinkan Nabi Muhammad dan pengikutnya untuk kembali ke Mekah dan menunaikan ibadah haji dua tahun kemudian.
Perjanjian ini juga memungkinkan orang-orang dari Mekah untuk berbicara dengan Nabi Muhammad dan mendengarkan ajarannya.
Kondisi inilah yang pada gilirannya menyebabkan banyak orang dari Mekah memeluk Islam.
Selain itu, perjanjian ini memperkuat posisi Nabi Muhammad di kalangan Muslim dan memperlihatkan kemampuannya dalam menyelesaikan konflik melalui diplomasi.
Ini juga menunjukkan bahwa Nabi Muhammad tidak hanya seorang pemimpin agama, tetapi juga seorang pemimpin politik yang mampu memimpin negara Islam yang sedang berkembang saat itu.
Baca Juga: Isi Perjanjian Hudaibiyah Antara Umat Muslim Madinah dan Kaum Quraisy Mekkah