Intisari-Online.com - Tahun 2013, PT Ratania Khatulistiwa asal Surabaya melayangkan gugatan kepada peritel perabot terkenal untuk rumah tangga asal Swedia, IKEA System B.V (IKEA). Dalam gugatannya, PT Ratania menuntut untuk membatalkan merek IKEA kelas barang 20 dan 21.
Yang dimaksud kelas barang 20 antara lain perabot rumah, cermin, bingkai gambar, dan benda sejenis lainnya. Sementara kelas 21 adalah barang berupa perkakas atau wadah untuk rumah tangga.
Alasannya, IKEA yang mendaftarkan hak cipta mereka di Indonesia pada 2010 tidak secara aktif menggunakan hak cipta tersebut selama tiga tahun berturut-turut untuk tujuan komersial. Artinya, hak cipta tersebut kemudian hilang jika didasarkan pada Undang-undang Hak Cipta Indonesia. Seperti diketahui, IKEA membuka satusatunya toko mereka di Indonesia pada akhir tahun 2014 di Tangerang.
Sementara, PT Ratania Khatulistiwa mendaftarkan merek IKEA pada tahun 2013. IKEA yang didaftarkan merupakan akronim dari Intan Khatulistiwa Eka Abadi. Dalam perkembangannya, gugatan ini kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta dengan memutuskan bahwa merek IKEA kelas 20 dan 21 menjadi milik perusahaan asal Surabaya tersebut.
Seperti diketahui, IKEA merupakan perusahaan yang telah mengantongi registrasi merek di berbagai negara dengan ribuan sertifikat merek. Namun, pengurusan hak paten di Indonesia kemudian membuat perusahaan besar tersebut kalah oleh pengusaha lokal.
Muhammad K. Maulana, konsultan pengurusan hak paten dari Patendo, mengungkapkan, sebuah bisnis dengan merek tertentu yang telah lama dijalankan tidak menjadi jaminan atas kepemilikan hak patennya. Sebaliknya, meski sebuah bisnis baru dijalankan, namun jika telah didaftarkan mereknya, maka kepemilikan hak paten akan menjadi aman. “Intinya adalah first register, bukan first user,” jelas Maulana.
Mulai dari nol dengan merek baru
Hak paten memang penting untuk melindungi sebuah merek produk meski dimensinya sendiri lebih luas. Makanya penting bagi seseorang untuk memahami hak paten. Maulana mendefinisikan hak paten sebagai hak eksklusif yang diberikan kepada seseorang atas kreativitas atau penemuannya. Begitupun dengan keputusan apakah akan merampungkan penemuannya itu atau memberikan otoritas kepada pihak lain untuk menyelesaikan penemuannya tersebut.
(Temukan artikel lengkap tentang “Abai Hak Paten, Merek Bisnis Taruhannya” di Majalah Intisari edisi April 2016)