Intisari-Online.com - Setiap tanggal 14 Februari dikenal dengan Hari Valentine. Namun di Indonesia beda lagi.
Tapi setiap tanggal 14 Februari juga adalah Hari Peringatan Pemberontakan Pembela Tanah Air (PETA).
Bagaimana sejarahnya?
Dilansir dari kompas.com pada Minggu (12/2/2023), PETA adalahpasukan pembela tanah air yang terdiri dari tentara sukarelawan yang diisi oleh pemuda-pemuda Indonesia.
PETA dibentuk oleh Jepang pada masa pendudukan Jepang pada tanggal 3 Oktober 1943.
Meski berada di bawah kendali militer Jepang, namun PETA pernah melakukan pemberontakan terhadap Jepang.
Salah satu pemberotakan PETA terjadi di Blitar pada25 Desember 1943. Pemberontakan ini dipimpin olehShodanco Supriyadi.
Ada beberapa alasan mengapa PETA melakukan pemberontakan. Salah satunya karena romusha (kerja paksa).
Suatu hari, anggota Daidan Blitar baru pulang latihan. Lalu mereka mendengar jeritan para petani.
Ketika mereka menemui para petani itu, rupanya mereka bercerita bahwa mereka dipaksa untuk menjual padinya kepada kumiai(organisasi pembeli padi) dengan jatah yang sengaja dilebihkan.
Akibat dari sikap ini, keluarga para petani terancam kelaparan.
Baca Juga: Sejarah danSistem Perekrutan Jugun Ianfu, Wanita Penghibur Tentara Jepang
Ini bukanlah kali pertama PETA mendengar bagaimana romusha telah menyengsarakan masyarakat Indonesia. Tapi kejadian ini membuat marah tentara PETA.
Kemarahantentara PETA membesar ketika mengetahui pada akhir tahun 1944, mereka mendengar penduduk perempuan melakukan romusha setelah penduduk laki-laki banyak yang meninggal.
Para perempuan itu bekerja tanpa digaji dan tanpa makanan.
Penderitaan rakyat Indonesia itu membuat tentara PETA di Blitar merencanakan pemberontakan di bawahShodanco Supriyadi.
Di sebuah lapangan besar pada 14 Februari 1945,Shodanco Supriyadimengibarkan bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Ini tanda bahwa mereka siap memberontak kepada Jepang.
Mereka menggunakan granat, senapan mesin, hingga tembakan mortis untuk melawan tentara Jepang.
Sikap PETA itu diketahui tentara Jepang. Mereka pun membalas dengan menggunakan tank dan pesawat udara.
Rupanya dalam waktu singkat, Jepang berhasil menguasai Kota Blitar.
Beberapa anggota PETA ada yang tertangkap atau menyerah. NamunSupriyadi dan beberapa pasukannya yang tersisa tetap melawan.
Lalu Jepang menggunakan tipu muslihat untuk menjebakSupriyadi.
Baca Juga: Dampak Pendudukan Jepang di Indonesia, Benarkah Memprihatinkan?
Di manaKomandan pasukan Jepang, Kolonel Katagiri berpura-pura menyerah kepada pasukanSupriyadi.
Mereka pura-pura ingin bertukar pikiran, lalu menjanjikan masalah ini tidak perlu dibawa ke pengadilan militer.
Akan tetapi mereka tidak tahu bahwa tentara Jepang telah mengepung tempat persembunyian mereka.
Pada akhirnya, tentara Jepang berhasil menangkap anggota pemberontakan yang tersisa.
Ada yang dihukum seumur hidup. Ada juga yang dihukum mati. Sementara Supriyadi sendiri tidak jelas bagaimana nasibnya.
Tidak ada yang tahu apakah dia tewas dalam pertempuran atau malah dihukum mati secarasembunyi-sembunyi.
Seperti itulah sejarahHariPeringatan Pemberontakan Pembela Tanah Air (PETA).
Baca Juga: 5 Faktor Penyebab Gagalnya Bangsa Indonesia Mengusir Pendudukan Jepang