Intisari-Online.com -Syekh Nuruddin awalnya belajar bahasa Melayu di Aceh, lalu memperdalam ilmu agamanya saat beribadah haji ke Makkah.
Sepulang dari Makkah, Syekh Nuruddinmendapatiada aliran wujudiyahyang berkembang di Aceh.
Apa itu aliran wujudiyah?
Pertanyaan apa itualiran wujudiyah yang ditemukanSyekh Nuruddin di Acehadadihalaman 173padabuku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk SMA/SMK Kelas XI.
Untuk jawabannya, Anda bisa membuka halaman 155padasub bab d. Jejak dan Langkah Nuruddin bin Ali ar-Raniri.
Dalam buku tersebut dijelaskansiapa itu Syekh Nuruddin dan bagaimana dia menjadi salah satu tokoh Islam di dunia.
Nama lengkapSyekh Nuruddin adalah Syekh Nuruddin Muhammad bin ‘Ali bin Hasanji bin Muhammad Hamid ar-Raniri al-Quraisyi.
Jika ditelaah dari namanya, maka Syekh Nuruddin memiliki darah keturunan (nasab) dari suku Quraisy, suku yang juga menurunkan Nabi Muhammad SAW.
AyahSyekh Nuruddin adalah seorang pedagang Arab yang bergiat dalam pendidikan agama.
Sementara nama populernya adalah Syekh Nuruddin Ar-Raniri atau Syekh Nuruddin.
Di mana Syekh Nuruddin adalah ulama penasehat Kesultanan Aceh pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Tsani (Iskandar II).
Baca Juga: Apa Itu Aliran Wujudiyah yang Ditemukan Syekh Nuruddin di Aceh?
Pengetahuan Syekh Nuruddin tak terbatas dalam satu cabang ilmu saja, namun sangat luas yang meliputi bidang sejarah, politik, sastra, filsafat, fikih, dan mistisisme (tasawuf).
Syekh Nuruddin adalah negarawan, ahli fikih, teolog, sufi, sejarawan dan sastrawan penting dalam sejarah Melayu pada abad ke-17.
Dan tentu saja peranan Syekh Nuruddin dalam perkembangan Islam di Nusantara tidak dapat diabaikan.
Syekh Nuruddin berperan membawa tradisi besar Islam sembari mengurangi masuknya tradisi lokal ke dalam tradisi yang dibawanya.
Tanpa mengabaikan peran ulama lain yang lebih dulu menyebarkan Islam di wilayah ini, Syekh Nuruddin berupaya menghubungkan satu mata rantai tradisi Islam di Timur Tengah dengan tradisi Islam Nusantara.
Bahkan, Syekh Nuruddin merupakan ulama pertama yang membedakan penafsiran doktrin dan praktik sufi yang salah dan benar.
Saat baru tiba di Aceh, di wilayah tersebut telah berkembang luasaliran wujudiyah.
Aliranwujudiyah adalahajaran yang mengajarkan tentang keberadaan wujud Tuhan.
Rupanya aliran wujudiyah ini dianut dan dikembangkan oleh Syekh Hamzah Fansuri dan Syamsuddin as-Sumatrani.
Karena tidak cocok dengan aliranwujudiyah,Syekh Nuruddin meninggalkan Aceh.
Pada tahun 1637 M, ia kembali ke Aceh dan tinggal selama tujuh tahun. Saat itu Syekh Syamsuddin as-Sumatrani telah meninggal.
Baca Juga: Apa Itu Aliran Wujudiyah yang Berkembang di Aceh Tapi Tidak Sesuai denganSyekh Nuruddin?
Berkat keluasan pengetahuannya, Sultan Iskandar Tani (1636 M-1641 M) mempercayainya untuk mengisi jabatan yang ditinggalkan oleh Syamsuddin.
Syekh Nuruddin lalu menjabat sebagai Kadi Malik al-Adil, Mufti Besar, ditambah jabatan sebagai Syekh di Masjid Bait al-Rahmān.
Baca Juga: Sebutkan Isi Garis Besar dari Isi Kitab Tarjuman al-Mustafīd, Karya Syekh Abdul Rauf Singkil?