Apa Itu Aliran Wujudiyah yang Ditemukan Syekh Nuruddin di Aceh?

Mentari DP

Editor

Apa itu aliran wujudiyah yang ditemukan Syekh Nuruddin di Aceh?
Apa itu aliran wujudiyah yang ditemukan Syekh Nuruddin di Aceh?

Intisari-Online.com -Syekh Nuruddin awalnya belajar bahasa Melayu di Aceh, lalu memperdalam ilmu agamanya saat beribadah haji ke Makkah.

Sepulang dari Makkah, didapati bahwa di Aceh, aliran wujudiyah sudah berkembang.

Jelaskan apa itu aliran wujudiyah?

Pertanyaan tentang apa itu aliranwujudiyah yang ditemukanSyekh Nuruddin di Acehadadi halaman 173.

Tepatnya padabuku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk SMA/SMK Kelas XI.

Untuk jawabannya,bukalah halaman 155 dan mulai membaca pada sub bab d. Jejak dan Langkah Nuruddin bin Ali ar-Raniri.

Syekh Nuruddin Muhammad bin ‘Ali bin Hasanji bin Muhammad Hamid ar-Raniri al-Quraisyi atau yang akrab dikenal denganSyekh Nuruddinadalah ulama penasehat Kesultanan Aceh pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Tsani (Iskandar II).

Peranan Syekh Nuruddin dalam perkembangan Islam di Nusantara tidak dapat diabaikan.

Dia berperan membawa tradisi besar Islam sembari mengurangi masuknya tradisi lokal ke dalam tradisi yang dibawanya.

Tanpa mengabaikan peran ulama lain yang lebih dulu menyebarkan Islam di wilayah ini, Syekh Nuruddin berupaya menghubungkan satu mata rantai tradisi Islam di Timur Tengah dengan tradisi Islam Nusantara.

Bahkan, Syekh Nuruddin merupakan ulama pertama yang membedakan penafsiran doktrin dan praktik sufi yang salah dan benar.

Baca Juga: Apa Itu Aliran Wujudiyah yang Berkembang di Aceh Tapi Tidak Sesuai denganSyekh Nuruddin?

Pada tahun 1637 M, ia kembali ke Aceh dan tinggal selama tujuh tahun.

Saat itu Syekh Syamsuddin as-Sumatrani telah meninggal.

Tapi di wilayah tersebut telah berkembang luasaliran wujudiyah.

Ternyata aliranwujudiyah inidianut dan dikembangkan oleh Syekh Hamzah Fansuri dan Syamsuddin as-Sumatrani.

Aliranwujudiyah adalahajaran yang mengajarkan tentang keberadaan wujud Tuhan.

Karena tidak cocok dengan aliran wujudiyah (salah satu aliran tasawuf), Syekh Nuruddin pindah ke Semenanjung Malaka untuk memperdalam ilmu agama dan bahasa Melayu.

KemudianSultan Iskandar Tani (1636 M-1641 M) mempercayainya untuk mengisi jabatan yang ditinggalkan oleh Syekh Syamsuddin.

Syekh Nuruddin menjabat sebagai Kadi Malik al-Adil, Mufti Besar, ditambah jabatan sebagai Syekh di Masjid Bait al-Rahmān.

Baca Juga: Sebutkan Kedua Karya Syekh Abdus Samad yang Terkenal dan Sampai Saat Ini Masih Dipergunakan?

Artikel Terkait